Sabtu, 13 Juni 2020

PENGARUH KECERDASAN INTELEKTUAL DAN KECERDASAN EMOSIONAL TERHADAP KINERJA PEGAWAI DI KANTOR KECAMATAN

DAFTAR ISI

 

                                                                                                                     Halaman

HALAMAN JUDUL.......................................................................................... i

HALAMAN PERSETUJUAN......................................................................... ii

KATA PENGANTAR...................................................................................... iii

DAFTAR ISI...................................................................................................... iv

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang....................................................................................... 1

B. Rumusan Masalah.................................................................................. 5

C. Tujuan Penelitian.................................................................................... 6

D. Manfaat Penelitian................................................................................. 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Kinerja Pegawai..................................................................................... 7

1.    Pengertian Kinerja Pegawai.............................................................. 7

2.    Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kinerja....................................... 9

3.    Penilaian dan Pengukuran Kinerja................................................... 12

4.    Dimensi Kinerja................................................................................ 14

B. Kecerdasan Intelektual......................................................................... 15

1.    Pengertian Kecerdasan Intelektual................................................... 15

2.    Komponen-komponen Kecerdasan Intelektual................................ 17

3.    Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kecerdasan Intelektual............ 17

4.    Indikator Kecerdasan Intelektual..................................................... 20

5.    Cara Meningkatkan Kecerdasan Intelektual.................................... 21

C. Kecerdasan Emosional.......................................................................... 23

1.    Pengertian Kecerdasan Emosional................................................... 23

2.    Aspek-aspek Kecerdasan Emosional................................................ 25

3.    Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kecerdasan Emosional............. 28

4.    Ciri-ciri Individu Memiliki Kecerdasan Emosional.......................... 29

D. Kerangka Pikir...................................................................................... 31

E. Hipotesis Penelitian............................................................................... 31

BAB III METODE PENELITIAN

A.  Jenis dan Desain Penelitian................................................................... 33

B.   Lokasi dan Waktu Penelitian............................................................... 33

C.  Populasi dan Sampel............................................................................. 34

D.  Jenis dan Sumber Data.......................................................................... 34

E.   Definisi Operasional Variabel dan Pengukuran.................................... 34

F.   Metode Pengumpulan Data.................................................................. 36

G.  Teknik Analisis Data............................................................................. 38

DAFTAR PUSTAKA






BAB I

PENDAHULUAN

 

 

A.      Latar Belakang

Kinerja pegawai pada sebuah organisasi atau instansi merupakan masalah yang selalu hangat dan tidak ada habis-habisnya untuk dibahas. Permasalahan yang terkait dalam kinerja juga merupakan isu strategis bagi instansi pemerintah yang memprogram masalah sumber daya manusia. Banyak aspek intenal dan eksternal yang mendukung terciptanya kinerja yang efektif dan efisien dalam suatu instansi. Apalagi bila dikaitkan dengan masalah globalisasi yang melanda saat ini yang dampaknya sangat kita rasakan. Salah satu indikator yang mempengaruhi dalam upaya meningkatkan kinerja yang efektif dan efisien adalah kecerdasan intelektual dan kecerdasan emosional pegawai instansi pemerintah.

Kinerja pada umumnya diartikan sebagai kesuksesan seseorang didalam melaksanakan suatu pekerjaan. Kinerja pegawai merupakan hasil kerja yang dicapai seseorang dalam melaksanakan tugas-tugas yang dibebankan kepadanya. Kinerja pegawai meliputi kualitas dan kuantitas output serta keandalan dalam bekerja. Pegawai dapat bekerja dengan baik bila memiliki kinerja yang tinggi sehingga dapat menghasilkan kerja yang baik pula.

Kinerja adalah perilaku nyata yang ditampilkan oleh pegawai dalam melakukan pekerjaan dan hasil yang dicapai dari pekerjaan tersebut. Kinerja adalah tingkat hasil kerja pegawai dalam mencapai persyaratan-persyaratan pekerjaan yang diberikan, dengan kata lain kinerja adalah hasil kerja pegawai  baik dari segi kualitas maupun kuantitas berdasarkan standar kerja yang telah ditentukan. (Moeheriano, 2012:95). Kinerja adalah suatu hasil kerja yang dicapai seorang dalam melaksanakan tugas yang dibebankan kepada yang didasarkan atas kecakapan, pengalaman kesungguhan serta waktu. (Mangkunegara, 2005:67).

 Persoalan yang terkait dengan kinerja akan selalu dihadapi oleh pihak instansi pemerintah. Oleh karena itu instansi pemerintah maupun swasta wajib mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja pegawainya. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kinerja pegawai akan membuat manajemen isntansi pemerintah maupun swasta dapat mengambil berbagai arah kebijakan yang diperlukan, sehingga dapat menghasilkan serta meningkatkan kinerja pegawai, agar sesuai dengan harapan (Fabiola, 2005:1). Dengan ini alasan yang mendasar penulis untuk menilai kinerja pegawai adalah, untuk memberikan gagasan kepada pimpinan tentang bagaimana meningkatkan sikap pegawai. Kinerja pegawai akan tercapai apabila pegawai mampu bekerja sesuai target yang telah ditetapkan.

Kinerja pegawai tentunya tidak hanya dilihat dari kemampuan kerja yang sempurna, tetapi juga kemampuan menguasai dan mengelola diri sendiri, serta kemampuan dalam membina hubungan dengan orang lain Martin dalam Fabiola (2005:2). Carruso dalam Fabiola (2005:5) mengemukakan bahwa walaupun ia mendukung keberadaan kecerdasan emosional tetapi pada kenyataannya kecerdasan intelektual yang diukur dengan IQ masih merupakan hal yang penting dalam kesuksesan kerja. Tulisan mengenai masalah tersebut menyebutkan bahwa para ahli masih mempercayai bahwa jika seseorang memiliki skor IQ yang tinggi maka ia akan dapat lebih berhasil dalam pekerjaannya.

Kemampuan intelektual adalah kemampuan yang diperlukan untuk menjalankan kegiatan atau pekerjaan yang berkaitan dengan aktifitas mental. Kemampuan ini berkaitan dengan proses berfikir seseorang. Seorang pegawai yang memiliki kecerdasan intelektual baik, maka baginya tidak ada informasi yang sulit. Semuanya dapat disimpan dan diolah dan dapat pada waktu yang tepat dan pada saat dibutuhkan diolah dan diinformasikan kembali. Kecerdasan intelektual ini akan mendukung kinerja seorang pegawai dalam menyelesaikan pekerjaannya (Tuwono, 2010:78).

Menurut Salovey & Mayer, 1990 dalam (Fakhrur Arifin Nasution, 2009:12), kecerdasan emosional (EQ) adalah kemampuan mengetahui perasaan sendiri dan perasaan orang lain, serta menggunakan perasaan tersebut menuntun pikiran dan perilaku seseorang. Kecerdasan emosional ini mampu melatih kemampuan pegawai untuk mengelola perasaannya, kemampuan untuk memotivasi dirinya, kesanggupan untuk tegar dalam menghadapi frustasi, kesanggupan mengendalikan dorongan dan menunda kepuasan sesaat, mengatur suasana hati yang reaktif, serta mampu berempati dan bekerja sama dengan orang lain. Kemampuan-kemampuan inilah yang dapat mendukung seorang pegawai untuk mencapai tujuan dan cita-citanya.

Berdasarkan hasil pra-survey dilapangan pada aspek sikap pegawai masih ditemukannya pegawai yang tidak menyelesaikan pekerjaan yang telah dibebankan kepadanya, kurangnya kerjasama tim dalam pekerjaan dimana diantara pegawai masih saling bergantung terhadap pegawai lainnya terhadap suatu pekerjaan, ditemukannya egoisme pegawai dalam mengerjakan pekerjaan, yaitu perbedaan tahun masuk kerja dan tingkat golongan mengakibatkan pegawai yang ada merasa lebih senior atau lebih baik sehingga kerja sama maupun koordinasi yang diharapkan diantara pegawai dalam menyelesaian pekerjaan tidak terjalin dengan baik, kurangnya penghargaan terhadap pegawai yang bekerja dengan baik yaitu tidak adanya penghargaan atau promosi terhadap pegawai yang bekerja dengan baik, tepat waktu yang mengakibatkan pegawai merasa usaha yang dilakukan tidak dihargai karena sama dengan pegawai yang sama sekali tidak menyelesaikan pekerjaannya, rendahnya pemahaman pegawai terhadap tugas-tugas yang diemban dan masih rendahnya inisiatif pegawai dalam bekerja yang terkesan selalu menunggu petunjuk dari atasan.

Instansi pemerintah maupun swasta mulai menyadari bahwa pegawai yang baik tidak hanya bertumpu pada keterampilan, keahlian atau IQ saja, tetapi juga harus dilengkapi dengan keterampilan yang lain seperti kematangan emosional, kesadaran diri, kerja sama dan empati yang kesemuanya itu terangkum dalam suatu kecerdasan yang lazim disebut kecerdasan Emosional atau Emotional Intelligance (EI). Goleman, seorang pakar psikologi yang melakukan penelitian secara mendalam tentang kecerdasan emosional menyatakan bahwa: “Para ahli psikologi sepakat bahwa IQ hanya menyumbang sekitar 20% faktor-faktor yang menetukan suatu keberhasilan. 80% sisanya berasal dari faktor lain, termasuk kecerdasan emosional” (Fakhrur Arifin Nasution, 2009:12),

Goleman dalam (Fakhrur Arifin Nasution, 2009:13), berusaha mengubah pandangan tentang kecerdasan intelektual (KI) yang menyatakan keberhasilan ditentukan oleh inteklektualitas belaka, sehingga berusaha untuk menemukan keseimbangan cerdas antara emosi dan kognisi. Kecerdasan emosional menentukan seberapa baik seseorang menggunakan ketrampilan-ketrampilan yang dimilikinya. Dalam hal ini sangatlah perlu bagi pegawai membangkitkan kesadaran untuk meningkatkan kecerdasan emosionalnya untuk dapat meningkatkan kinerjanya.

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Pengaruh Kecerdasan Intelektual dan Kecerdasan Emosional Terhadap Kinerja Pegawai di Kantor Kecamatan Tamalate Kota Makassar”.

B.       Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang diuraikan diatas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Apakah kecerdasan intelektual berpengaruh terhadap kinerja pegawai di Kantor Kecamatan ?

2.  Apakah kecerdasan emosional berpengaruh terhadap kinerja pegawai di Kantor Kecamatan  ?

C.      Tujuan Penelitian

Seseuai dengan rumusan masalah, maka tujuan penelitian ini adalah:

1.  Untuk mengetahui pengaruh kecerdasan intelektual terhadap kinerja pegawai di Kantor Kecamatan T.  

2.  Untuk mengetahui pengaruh kecerdasan emosional terhadap kinerja pegawai di Kantor Kecamatan.

D.      Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan mempunyai nilai manfaat dalam berbagai aspek, antara lain:

1.         Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan pemikiran dan bahan pertimbangan melengkapi bahan penelitian selanjutnya dalam rangka menambah khasanah akademik sehingga berguna untuk pengembangan ilmu, khususnya bidang Ilmu Administrasi Publik.

2.         Manfaat Praktis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memperluas dan meningkatkan pengetahuan penulis serta wawasan penulis mengenai pengaruh kecerdasan intelektual dan kecerdasan emosional terhadap kinerja pegawai.





BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

 

 

A.      Kinerja Pegawai

1.    Pengertian Kinerja Pegawai

Arti kata kinerja berasal dari kata job performance dan di sebut juga actual performance atau prestasi kerja atau prestasi sesungguhnya yang telah di capai oleh seseorang pegawai (Moeherionto, 2012:69).

Sedangkan kinerja menurut Scriber, Bantam. English Dictionary menjelaskan. Kinerja berasal dari kata to perform dengan beberapa entitas yaitu . (1) melakukan, menjelaskan, melaksseseorangan (to do or carry of a execute). (2) memenuhinatau melaksakan kewajiban atau nazar (to do discharge of fulfil as vow). (3) melaksseseorangan atau menyempurnakan tanggung jawab (to execute or complete of an undrestan king). (4) melakuakn sesuatu yang di harapkan oleh seseorang atau mesin (to do what is expected of a person machine) (Moeheriano, 2012:95).

Menurut Mangkunegara (2005:67) kinerja ialah hasil kerja baik secara kualitas maupun kuantitas yang dicapai oleh seorang pegawai dalam melakukan tugas sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya. Sedangkan Rivai (2009:532) kinerja diartikan kesediaan seseorang atau kelompok orang untuk melakukan suatu kegiatan, dan menyempurnakannya sesuai tanggung jawabnya dengan hasil seperti yang diharapkan.

Aspek-aspek kinerja pegawai dapat dilihat sebagai berikut: a) hasil kerja, bagaimana seseorang itu mendapatkan sesuatu yang dikerjakannya. b) kedisiplinan yaitu ketepatn dalam menjalankan tugas, bagaimana seseorang menyelesikan pekerjaannya sesuai dengan tuntutan waktu yng dibutuhkan. c) tanggung jawab dan kerja sama, bagaimana seseorng bisa bekerja dengan baik walaupun dalam dengan ada dan tidaknya pengawasan. Aspek-aspek diatas sejalan dengan.

Sutrisno (2011:170-172) dalam bukunya mengutip beberapa pengertian dari beberpa ahli, antara lain:

a.    Lawler dan porter (1967) mendefinisikan kinerja sebagai kesuksesan seseorang dalam melaksseseorangan tugas.

b.    Prawirosentono (1999) mengemukakan kinerja adalah hasil kerja yang dicapai oleh seseorng, sekelompok orang dalam organisasi, sesuai dengan wewenang dan tanggung jawab masing-masing dalam rangka upaya mencai tujuan organisasi bersangkutan secar legal, tidak melanggar hukum dan sesuai dengan moral maupun etika.

c.    Minner (1990) kinerja adalah bagian seseorang diharapkan dapat berfungsi dan berperilaku sesuai dengan tugas yang telah diberikan kepadanya.

d.   Irianto (2001) mendefinisikan kinerja adalah prestasi yang di peroleh seseorang dalam melakukan tugas.

e.    Ccormick & tiffin (1980) kinerja adalah kuantitas, dan waktu yang di gunakan dalam menjalankan tugas, waktu kerja adalah jumlah absen, keterlambatan dan lamanya masa kerja.

Dari berbagai uraian diatas dapat di tegaskan bahwa kinerja pegawai adalah, perbandingan hasil kerja yang dicapai oleh pegawai dengan standar yang telah ditentukan. Kinerja juga berarti hasil yang dicapai oleh seseorang, baik kuantitas maupun kualitas dalam suatu organisasi sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya.

2.    Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kinerja

Kinerja seseorang di pengaruhi oleh beberapa faktor, berikut ini faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja menurut beberapa ahli.

Kinerja seseorang di pengaruhi oleh banyak faktor yang dapat di golongkan pada 3 (tiga) kelompok yaitu kompensasi individu orang yang bersangkutan, dukungan organisasi, dan dukungan manejemen. Simanjuntak (2011:11).

a.    Kompensasi individu

Kompensasi individu adalah kemampuan dan keterampilan melakukan kerja. Kompensasi setiap orang mempengaruhi oleh beberapa faktor yang dapa di kelompokkan dalam 6 (enam) golongan yaitu:

1)   Kemampuan dan keterampilan kerja.

2)   Keahlian, yang menggambarkan tentang kerja pegawai berdasarkan sejauh mana pengetahuan tentang hal yang mereka tangani lebih baik dari pada dari pada orang yang lain di bidang yang sama.

3)   Kebutuhan yang menggambarkan tentang kinerja pegawai berdasarkan pada hal-hal yang menggerakkan pegawai pada aktivitas-aktivitas dan menjadi dasar alasan berusaha.

4)   Tanggung jawab yang menggambarkan tentang kinerja pegawai berdasarkan keadaan wajib menanggung terhadap tugas-tugasnya.

5)   Latar belakang, yang menggambarkan tentang kinerja pegawai dilihat dari titik tolk masa lalunya yamg memberikan pemahaman kepada pekerjaannya apa yang ingin dia lakukan.

6)   Etos kerja, yang menggambarkan kinerja pegawai berdasarkan sikap yang muncul atsas kehendak dan kesadaran sendiri yang didasari oleh sistem organisasi orientasi nilai budaya terhadap kinerja.

b.    Faktor Dukungan Organisasi

Kondisi dan syarat kerja. setiap seseorang juga tergantung pada dukungan organisasi dalam bentuk pengorganisasian, penyediaan sarana dan prasarana kerja, kenyamanan lingkungan kerja, serta kondisi dan syarat kerja.

Pengorganisasian yang di maksud disini adalah untuk memberi kejelasan bagi setiap unit kerja dan setiap orang tentang sasaran tersebut. Sedangkan penyediaan sarana dan alat kerja langsung mempengaruhi kinerja setiap orang, penggunaan peralatan dan teknologi maju sekarang ini bukan saja dimaksudkan untuk meningkatkan kinerja, akan tetapi juga dipandang untuk memberikan kemudahan dan kenyamanan kerja pada para pegawai.

c.    Faktor Psikologis

Kinerja perusahaan/instansi dan kinerja setiap perorangan juga sangat tergantung pada kemampuan psikologis seperi persepsi, sikap dan motivasi. (Sesilia Dwi Rini Waryanti, 2011:26). Sedangkan menurut pandangan Mangkuenegara (2005:14) kinerja (performance) di pengaruhi oleh tiga faktor: (1) faktor individual yang terdiri dari kemampuan dan keahlian, latar belakang, demografi. (2) faktor psikologis, terdiri dari persepsi attitude (sikap), personality, pembelajaran, motivasi. (3) faktor organisasi, terdiri dari sumber daya, kepemimpinan, pengkargaan, struktur job desaign.

Menurut Gibson, et al. dalam (Sesilia Dwi Rini Waryanti, 2011:27) ada tiga perangkat variabel yang mempengaruhi perilaku dan prestasi kerja tau kinerja, yaitu:

a.    Variabel Individual, terdiri dari:

1)   Kemampuan dan keterampilan mental dan fisik.

2)   Latar belakang : keluarga, tingkat sosial, penggajian.

3)   Demografis: umur, asal-usul, jenis kelamin.

b.    Variabel organisasional, terdiri dari:

1)   Sumber daya.

2)   Kepemimpinan.

3)   Imbalan.

4)   Struktur.

5)   Desain pekerjaan.

c.    Variabel psikologis, terdiri dari:

1)  Persepsi.

2)  Sikap.

3)  Kepribadian.

4)  Belajar.

5)  Motivasi.

3.    Penilaian dan Pengukuran Kinerja

Kinerja dapat di ukur dan di ketahui jika individu atu sekelompok pegawai telah mempunyai kriteria atau standart keberhasilan tolak ukur yang telah di tetapkan oleh organisasi/instansi. Oleh karena itu jika tanpa tujuan dan target yang di tetapkan dalam pengukuran, maka pada seseorang atau kinerja organisasi/instansi tidak mungkin dapat di ketahui bila tidak ada tolak ukur keberhasilan.

Pengukurn atau penilaian kinerja (performance measurement) mempunyai pengertian suatu proses penilaian tentang suatu kemajuan pekerjaan terhadap tujuan dan sasaran dalam pengelolaan sumber daya manusia untuk menghasilkan barang dan jasa termasuk informasi atas efisiensi serta efektifitas tindakan dalam mencapai tujuan organisasi/instansi (Moehariano, 2012:95).

Menurut Gaspersz dalam (Sesilia Dwi Rini Waryanti, 2011:31), karakteristik yang biasa digunakan oleh organisasi kelas dunia dalam menerapkan balanced scorecard untuk mengevaluasi sistem pengukuran kinerja mereka adalah:

1.    Biaya yang dikeluarkan untuk pengukuran kinerja tidak lebih besar daripada manfaat yang diterima.

2.    Pengukuran harus dimulai pada permulaan program balanced scorecard. Berbagai masalah yang berkaitan dengan kinerja beserta kesempatan-kesempatan untuk meningkakannya harus dirumuskan secara jelas.

3.    Pengukuran harus terkait langsung dengan tujuan-tujuan strategis yang dirumuskan kisi strategis dan harus memiliki paling sedikit satu pengukuran.

4.    Pengukuran harus sederhana serta memunculkan data yang mudah untuk digunakan, mudah dipahami, dan mudah melaporkannya.

5.    Pengukuran harus dapat diulang terus-menerus, sehingga dapat diperbandingkan.

6.    Pengukuran harus dilakukan pada sistem secara keseluruhan, yang menjadi ruang lingkup balanced scorecard.

7.    Pengukuran harus dapat digunakan untuk menetapkan target, mengarah ke peningkatan kinerja di masa mendatang.

8.    Ukuran-ukuran kinerja dalam program balanced scorecard yang diukur itu seharusnya telah dipahami secara jelas oleh semua individu yang terlibat.

9.    Pengukuran seharusnya melibatkan semua individu yang berada dalam proses terlibat dengan program balanced scorecard.

10.     Pengukuran harus akurat, dapat diandalkan, dapat diverifikasi sehingga dapat diterima dan dipercaya sebagai sahih (valid) oleh mereka yang akan menggunakannya.

11.     Pengukuran harus berfokus pada tindakan korektif dan peningkatan, bukan sekadar pada pemantau (monitoring) atau pengendalian.

4.    Dimensi Kinerja

Menurut Hersey, Blanchard dalam (Sesilia Dwi Rini Waryanti, 2011:32) terdapat tiga dimensi kinerja yaitu:

a.    Kemampuan

Kemampuan yang dimiliki seseorang dalam bekerja seperti kemampuan memahami pekerjaan, kemampuan mengerjakan, kemampuan memanfaatkan sumber daya serta kemampuan menyesuaikan diri.

b.    Motivasi

Motivasi diartikan suatu sikap (attitude) pimpinan dan pegawai terhadap situasi kerja (situation) di lingkungan organisasinya. Mereka yang bersikap negatif (kontra) terhadap situasi kerjanya akan menunjukkan motivasi kerja yang rendah. Situasi kerja yang dimaksud mencakup antara lain hubungan kerja, fasilitas kerja, iklim kerja, dan kebijakan pimpinan.

 

c.    Hasil Kerja

Hasil kerja diartikan sebagai hasil yang dicapai pegawai sesuai dengan kuantitas dan kualitas pekerjaan yang dihasilkan.

Menurut Syamsir Torang (dalam Tri Afriska, 2017:36) terdapat tiga dimensi kerja yaitu:

a.    Individual (kemampuan, motivasi dan latar belakang pendidikan).

b.    Psikologis (attitude dan personality).

c.    Organisasi (kepemimpinan, reward dan pembagian peran).

B.       Kecerdasan Intelektual

1.    Pengertian Kecerdasan Intelektual

Kecerdasan intelektual lazim disebut dengan inteligensi pada awalnya menjadi perhatian utama bagi kalangan psikologi pendidikan. Wechler dalam (Dartisah, 2013:13) mendifinisikan intelegensi merupakan totalitas kemampuan seseorang untuk bertindak dengan tujuan tertentu, berfikir secara rasional, serta menghadapi lingkungan dengan efektif.

Binet dan Simon dalam (Azwar, 2006: 5) mendefinisikan Kecerdasan Intelektual sebagai 1) kemampuan untuk mengarahkan pikiran atau mengarahkan tindakan, 2) kemampuan untuk mengubah arah tindakan bila tindakan tersebut telah dilaksseseorangan dan 3) kemampuan untuk mengeritik diri sendiri atau melakukan autocritism.

Stoddard dalam (Azwar, 2006 : 6), mendefinisikan intelegensi sebagai bentuk kemampuan untuk memahami yang bercirikan :

a.    Mengandung kesukaran.

b.    Kompleks yaitu mengandung bermacam jenis tugas yang harus diatsi dengan baik dalam arti bahwa individu yang inteligen mampu menyerap kemampuan baru dan memadukannya dengan kemampuan yang sudah dimiliki untuk kemudian digunakan dalam menghadapi masalah.

c.    Abstrak, yaitu mengandung simbol-imbol yang memerlukan analisis dan interprestasi.

d.   Ekonomis, yaitu dapat diselesaikan dengan menggunakan proses mental yang efesien dari segi pengguna waktu,

e.    Diarahkan pada satu tujuan, yaitu bukan dilakukan tanpa maksud melainkan mengikuti suatu arah atau target yang jelas.

f.     Mempunyai nilai sosial yaitu cara dan hasil pemecahan masalah yang dapat diterima oleh nilai dan norma social.

g.    Berasal dari sumber yaitu pola fikir yang membangkitkan kreativitas untuk menciptakan sesuatu yang baru.

Menurut Weschler dalam (Milfayetty, 2015: 57) mendefenisikan intelegensi sebagai kumpulan atau totalitas kemampuan seseorang untuk bertindak dengan tujuan tertentu, berpikir secara rasional, serta menghadapi lingkungan dengan efektif.

Menurut Walters dan Gardner dalam (Milfayetty, 2015: 57) mendefenisikan intelegensi sebagai suatu kemampuan atau serangkaian kemampuan yang memungkinkan individu memecahkan masalah atau produk sebagai konsekuensi eksistensi suatu budaya tertentu.

2.    Komponen-komponen Kecerdasan Intelektual

Komponen-komponen kecerdasan Intelektual menurut Stenberg dalam (Dwijayanti, 2009:58) adalah sebagai berikut:

a.    Kemampuan Memecahkan Masalah

Kemampuan memcahkan masalah yaitu kemampuan menunjukan pengetahuan mengenai masalah yang dihadapi, mengambil keputusan tepat, menyelesaikan masalah secara optimal, menunjukan pikiran jernih.

b.    Intelegensi Verbal

Intelegensi verbal yaitu kosa kata baik, membaca dengan penuh pemahaman, ingin tahu secara intelektual, menunjukan keingintahuan.

c.    Inteligensi Praktis

Intelegensi praktis yaitu secara situasi, tahu cara mencapai tujuan, sadar terhadap dunia sekeliling, menunjukan minat terhadap dunia luar.

3.    Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kecerdasan Intelektual

Menurut Sternbeg dalam (Azwar, 2006: 8) menemukan bahwa konsepsi orang awam mengenai intelegensi mencakup tiga faktor kemampuan utama, yaitu a) kemampuan memecahkan masalah-masalah praktis yang berciri utama adanya kemampuan berfikir logis, b) kemampuan verbal (lisan) yang berciri utama adanya kecakapan berbicara dengan jelas dan lancar, dan c) kompetensi sosial yang berciri utama adanya kemampuan untuk menerima orang lain sebagaimana adanya. Sedangkan menurut Djaali (2012: 74) inteligensi/kecerdasan orang satu dengan yang lainnya cenderung berbeda-beda. Hal ini karena adanya beberapa faktor yang mempengaruhinya. Adapun faktor yang mempengaruhinya sebagai berikut:

a.    Faktor bawaan, dimana faktor ini ditentukan oleh sifat yang di bawa sejak lahir. Batas kesanggupan atau kecakapan seseorang dalam pemecahan masalah antara lain ditentukan oleh faktor bawaan.

b.    Faktor minat dan pembawaan yang khas, dimana minat mengarahkan perbuatan kepada suatu tujuan dan merupakan dorongan bagi perbuatan itu. Dalam diri manusia terdapat dorongan atau motif yang mendorong manusia untuk berinteraksi dengan dunia luar, sehingga apa yang diminati oleh manusia dapat memberikan dorongan untuk berbuat lebih giat dan lebih baik.

c.    Faktor pembentukan, dimana pembentukan adalah segala keadaan di luar diri seseorang yang mempengaruhi perkembangan inteligensi. Faktor pembentukan disini dibedakan antara pembentukan sengaja, seperti yang dilakukan disekolah dan pembentukan tidak disengaja, seperti pengaruh alam disekitarnya.

d.   Faktor kematangan, dimana tiap organ dalam tubuh manusia mengalami pertumbuhan dan perkembangan. Setiap organ manusia baik fisik maupun psikis dapat dikatakan telah matang jika ia telah tumbuh dan berkembang hingga mencapai kesanggupan menjalankan fungsinya masing-masing. Oleh karena itu, tidak mengherankan bila anak-anak belum mampu mengerjakan atau memecahkan soal-soal matematika, karena soal-soal itu masih terlalu sukar baginya. Organ tubuhnya dan fungsi jiwanya masih belum matang untuk menyelesaikan soal tersebut dan kematangan berhubungan erat dengan umur.

e.    Faktor kebebasan, yang berarti manusia dapat memilih metode tertentu dalam memecahkan masalah yang dihadapi. Disamping kebebasan memilih metode juga bebas dalam memilih masalah yang sesuai dengan kebutuhannya.

Menurut Purwanto (2013:55-56), kecerdasan intelektual manusia dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu :

a.    Pembawaan

Pembawaan ditentukan sifat-sifat dan ciri-ciri yang dibawa sejak lahir, yakni dapat tidaknya memecahkan suatu soal, pertama tama di tentukan oleh pembawaan kita.

b.    Kematangan

Setiap organ di tubuh manusia mengalami pertumbuhan dan perkembangan. Setiap organ (fisik maupun psikis) dapat dikatakan telah matang jika telah mencapai kesanggupan menjalankan fungsinya masing masing. Seseorang seseorang tidak dapat memecahkan soal-soal tertentu karena soal itu terlampau sukar.

4.    Indikator Kecerdasan Intelektual

Wiramiharja dalam (Fabiola, 2005:17) mengemukakan indikator-indikator dari kecerdasan intelektual :

a.    Kemampuan figur merupakan pemahaman dan nalar dibidang bentuk.

b.    Kemampuan verbal yang merupakan pemahaman dan nalar dibidang bahasa.

c.    Kemampuan numerik merupakan pemahaman dan nalar dibidang angka.

Penelitian yang dilakukan oleh Wiramiharja ini menunjukan hasil korelasi positif yang signifikan untuk semua hasil tes dari indikator kecerdasan terhadap prestasi kerja dan variable kemauan, baik itu kecerdasan figur, kecerdasan verbal, maupun kecerdasan numerik

Ada tujuh dimensi indikator menurut Robbins (2006: 58) adalah sebagai berikut :

a.    Kecerdasan angka; merupakan kemampuan untuk menghitung dengan cepat dan tepat.

b.    Pemahaman verbal; merupakan kemampuan memahami apa yang dibaca dan didengar.

c.    Kecepatan persepsi; merupakan kemampuan mengenali kemiripan dan beda visual dengan cepat dan tepat.

d.   Penalaran induktif; merupakan kemampuan mengenali suatu urutan logis dalam suatu masalah dan kemudian memecahkan masalah itu.

e.    Penalaran deduktif; merupakan kemampuan menggunakan logika dan menilai implikasi dari suatu argumen.

f.     Visualilsasi spasial; merupakan kemampuan membayangkan bagaimana suatu obyek akan tampak seandainya posisinya dalam ruang dirubah.

g.    Daya ingat; merupakan kemampuan menahan dan mengenang kembali pengalaman masa lalu.

Dunia kerja erat kaitannya dengan kecerdasan intelektual yang dimiliki oleh seseorang. Seorang pekerja yang memiliki IQ yang tinggi diharapkan dapat menghasilkan kinerja yang lebih baik dibandingkan mereka yang memiliki IQ rendah. Hal ini karena mereka yang memiliki IQ tinggi lebih mudah menyerap ilmu yang diberikan sehingga kemampuannya dalam memecahkan masalah yang bekaitan dengan pekerjaannya akan lebih baik.

5.    Cara Meningkatkan Kecerdasan Intelektual

Menurut Sastradipoera (2002: 51), pengembangan sumber daya manusia mencakup pendidikan yang meningkatkan pengetahuan umum dan pemahaman lingkungan keseluruhan maupun pelatihan yang menambah keterampilan dalam melaksanakan tugas yang spesifik. Pendidikan (education) sumber daya manusia merupakan proses pengembangan jangka panjang yang mencakup pengajaran dan praktek sistematik yang menekankan pada konsep-konsep teoritis dan abstrak. Sedangkan pelatihan (training) adalah salah satu jenis proses belajar untuk memperoleh dan meningkatkan keterampilan diluar sistem pendidikan yang berlaku dalam waktu yang relatif singkat dan dengan metode yang lebih mengutamakan praktek dari pada teori.

Menurut Soeprihanto sebagaimana dikutip Mangkunegara pendidikan adalah suatu kegiatan untuk memperbaiki kemampuan pegawai dengan cara meningkatkan pengetahuan dan memperbaiki kemampuan pegawai dengan cara meningkatkan pengetahuan dan pengertian tentang pengetahuan umum dan pengetahuan ekonomi pada umumnya, termasuk peningkatan penugasan teori pengambilan keputusan dalam menghadapi persoalan-persoalan organisasi. Sedangkan latihan adalah kegiatan untuk memperbaiki kemampuan pegawai dengan cara meningkatkan pengetahuan dan keterampilan operasional dalam menjalankan suatu pekerjaan.

Pendidikan dan pelatihan adalah upaya mengembangkan sumber daya manusia terutama untuk mengembangkan kemampuan intelektual dan kepribadian manusia. Pendidikan dan pelatihan adalah proses belajar dalam rangka meningkatkan kemampuan sumber daya manusia dalam melaksanakan tugasnya. Sedangkan yang dimaksud dengan tugas adalah menunjukkan kedudukan, tanggungjawab, wewenang dan hak seseorang dalam organisasi. Pelatihan yang dimaksud adalah upaya untuk mentransfer keterampilan dan pengetahuan kepada para peserta pelatihan sedemikian rupa sehingga peserta menerima dan melakukan pelatihan pada saat melaksanakan pekerjaan.

Pengetahuan dan keterampian yang dikembangkan haruslah yang spesifik dan latihan harus diarahkan pada perubahan perilaku yang telah diidentifikasikan. Pelatihan juga harus mempelajari keterampilan atau teknik khusus yang dapat diobservasi pada tempat tugasnya (Mangkunegara, 2005: 85).

C.      Kecerdasan Emosional

1.    Pengertian Kecerdasan Emosional

Istilah kecerdasan emosional muncul secara luas pada pertengahan tahun 1990-an. Sebelumnya Goleman (2009:51-53) mengemukakan 8 kecerdasan pada manusia (kecerdasan majemuk). Menurut Goleman (2009:50) menyatakan bahwa kecerdasan majemuk yang dikemukakan oleh Gardner adalah manisfestasi dari penolakan akan pandangan intelektual quotient (IQ). (Goleman, 2009:57), menempatkan kecerdasan pribadi dari Gardner sebagai definisi dasar dari kecerdasan emosional. Kecerdasan yang dimaksud adalah kecerdasan antar pribadi dan kecerdasan intrapribadi. Kecerdasan emosi dapat menempatkan emosi individu pada porsi yang tepat, memilah kepuasan dan mengatur suasana hati. Koordinasi suasana hati adalah inti dari hubungan sosial yang baik.

Pengertian lain disampaikan oleh Gottman (2003: 2), menurutnya kecerdasan emosi mencakup kemampuan untuk mengendalikan dorongan hati, menunda pemuasan, memberi motivasi diri mereka sendiri, membaca isyarat sosial orang lain, dan menangani naik turunnya kehidupan.

Menurut Agustian dalam (Yeni Sugena Putri, 2016: 4), kecerdasan emosional adalah serangkaian kecakapan untuk melapangkan jalan di dunia yang penuh liku-liku permasalahan sosial. Ari Ginanjar dalam (Yeni Sugena Putri, 2016:4), juga menyimpulkan bahwa kecerdasan emosional adalah sebuah kemampuan untuk “mendengarkan” bisikan emosi, dan menjadikannya sebagai sumber informasi maha penting untuk memahami diri sendiri dan orang lain demi mencapai sebuah tujuan. Sikap kreatif, konsisten, berani mengambil keputusan dan memiliki tekad yang tangguh adalah sikap yang dipelajari dalam kecerdasan emosional.

Kecerdasan emosi menurut Efendi dalam (Irham Ma’rifattullah, 2016:587), merupakan kemampuan mengenali perasaan diri kita sendiri dan perasaan orang lain, kemampuan memotivasi diri sendiri, dan kemampuan mengelola emosi dengan baik pada diri sendiri dalam hubungannya dengan orang lain. Kecerdasan emosi adalah kemampuan merasakan, memahami dan secara efektif menerapkan daya dan kepekaan emosi sebagai alternatif hubungan, sumber energi, emosi, dan pengaruh yang bersifat manusiawi dengan ciri-ciri, individu yang mampu memahami emosi individu lain, dapat bersikap dan mengambil keputusan dengan tepat tanpa menimbulkan dampak yang merugikan individu lain. (Irham Ma’rifattullah, 2016: 587-588).

Menurut Wibowo dalam (Fakhrur Arifin Nasution, 2009:13), kecerdasan emosional adalah kecerdasan untuk menggunakan emosi sesuai dengan keinginan, kemampuan untuk mengendalikan emosi sehingga memberikan dampak yang positif. Kecerdasan emosional dapat membantu membangun hubungan dalam menuju kebahagiaan dan kesejahteraan.

Dari beberapa pendapat di atas dapatlah dikatakan bahwa kecerdasan emosional menuntut diri untuk belajar mengakui dan menghargai perasaan diri sendiri dan orang lain dan untuk menanggapinya dengan tepat, menerapkan dengan efektif energi emosi dalam kehidupan dan pekerjaan sehari-hari.

2.    Aspek-aspek Kecerdasan Emosional

Sampai sekarang belum ada alat ukur yang dapat digunakan untuk mengukur kecerdasan emosi seseorang. Walaupun demikian, ada beberapa ciri-ciri yang mengindikasi seseorang memiliki kecerdasan emosional. Goleman (2009:45) menyatakan bahwa secara umum ciri-ciri seseorang memiliki kecerdasan emosi adalah mampu memotivasi diri sendiri, bertahan menghadapi frustasi, mengendalikan dorongan hati dan tidak melebih-lebihkan kesenangan, mengatur suasana hati dan menjaga agar beban stres tidak melumpuhkan kemampuan berfikir serta berempati dan berdoa. Lebih lanjut Goleman (2009:58) merinci lagi aspek-aspek kecerdasan emosi secara khusus sebagai berikut:

a.    Mengenali emosi diri, yaitu kemampuan individu yang berfungsi untuk memantau perasaan dari waktu ke waktu, mencermati perasaan yang muncul. Ketidakmampuan untuk mencermati perasaan yang sesungguhnya menandakan bahwa orang berada dalam kekuasaan emosi. Kemampuan mengenali diri sendiri meliputi kesadaran diri.

b.    Mengelola emosi, yaitu kemampuan untuk menghibur diri sendiri, melepas kecemasan, kemurungan atau ketersinggungan dan akibat-akibat yang timbul karena kegagalan ketrampilan emosi dasar. Orang yang buruk kemampuan dalam ketrampilan ini akan terus menerus bernaung melawan perasaan murung, sementara mereka yang pintar akan dapat bangkit kembali jauh lebih cepat. Kemampuan mengelola emosi meliputi kemampuan penguasaan diri dan kemampuan menenangkan kembali.

c.    Memotivasi diri sendiri, yaitu kemampuan untuk mengatur emosi merupakan alat untuk mencapai tujuan dan sangat penting untuk memotivasi dan menguasai diri. Orang yang memiliki keterampilan ini cenderung jauh lebih produktif dan efektif dalam upaya apapun yang dikerjakannya. Kemampuan ini didasari oleh kemampuan  mengendalikan emosi, yaitu menahan diri terhadap kepuasan dan mengendalikan dorongan hati. Kemampuan ini meliputi: pengendalian dorongan hati, kekuatan berfikir positif dan optimis.

d.   Mengenali emosi orang lain, kemampuan ini disebut empati, yaitu kemampuan yang bergantung pada kesadaran diri emosional, kemampuan ini merupakan ketrampilan dasar dalam bersosial. Orang empatik lebih mampu menangkap sinyal-sinyal sosial tersembunyi yang mengisyaratkan apa yang dibutuhkan orang atau dikehendaki orang lain.

e.    Membina hubungan. Seni membina hubungan sosial merupakan keterampilan mengelola emosi orang lain, meliputi ketrampilan sosial yang menunjang popularitas, kepemimpinan dan keberhasilan hubungan antar pribadi.

Sedikit berbeda dengan pendapat Goleman, menurut Tridhonanto, dalam (Yeni Sugena Putri, 2016:15) aspek kecerdasan emosi adalah:

a.    Kecakapan pribadi, yakni kemampuan mengelola diri sendiri.

b.    Kecakapan sosial, yakni kemampuan menangani suatu hubungan.

c.    Keterampilan sosial, yakni kemampuan menggugah tanggapan yang

dikehendaki orang lain.

Kecerdasan emosional pada hakekatnya dapat di tingkatkan, dan untuk meningkatkan kecerdasan emosional seorang Claude Stainer menjelaskan tiga langkah utama diantaranya (Nggermanto, 2001: 100-102):

a.    Membuka hati. Simbol pusat emosi adalah hati yang dapat merasakan nyaman setidaknya sehingga individu dapat memulai dengan membebaskan pusat perasaan tersebut dari impuls dan pengaruh yang membatasi untuk menunjukkan cinta satu sama lain.

b.    Menjelajahi daratan emosi. Setelah membuka hati, kemudian melihat kenyataan dan menentukan peran emosi dalam kehidupan sehingga dapat menjadi lebih bijak dalam menanggapi perasaan diri sendiri dan orang lain.

c.    Mengambil tanggung jawab. Dalam menaggapi permasalahan, harus berani mengakui kesalahan yang terjadi dengan membuat suatu perbaikan dan memutuskan bagaiman mengubah segala sesuatunya.

3.    Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kecerdasan Emosional

Kecerdasan emosi tidak ditentukan sejak lahir tetapi dapat dilakukan melalui proses pembelajaran. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi kecerdasan emosi individu menurut Goleman, (2009:267-282), yaitu:

a.    Lingkungan Keluarga

Kehidupan keluarga merupakan sekolah pertama dalam mempelajari emosi. Peran serta orang keluarga sangat dibutuhkan karena keluarga adalah subyek pertama yang perilakunya diidentifikasi, diinternalisasi yang pada akhirnya akan menjadi bagian dari kepribadian seseorang. Kecerdasan emosi ini dapat diajarkan pada saat seseorang masih bayi dengan contoh-contoh ekspresi. Kehidupan emosi yang dipupuk dalam keluarga sangat berguna bagi seseorang kelak di kemudian hari, sebagai contoh: melatih kebiasaan hidup disiplin dan bertanggung jawab, kemampuan berempati, kepedulian, dan sebagainya. Hal ini akan menjadikan seseorang menjadi lebih mudah untuk menangani dan menenangkan diri dalam menghadapi permasalahan, sehingga dapat berkonsentrasi dengan baik dan tidak memiliki banyak masalah tingkah laku seperti tingkah laku kasar dan negatif.

b.    Lingkungan Non Keluarga

Dalam hal ini adalah lingkungan masyarakat dan lingkungan penduduk. Kecerdasan emosi ini berkembang sejalan dengan perkembangan fisik dan mental seseorang. Seseorang berperan sebagai individu di luar dirinya dengan emosi yang menyertainya sehingga ia akan mulai belajar mengerti keadaan orang lain. Pengembangan kecerdasan emosi dapat ditingkatkan melalui berbagai macam bentuk pelatihan diantaranya adalah pelatihan asertivitas, empati dan masih banyak lagi bentuk pelatihan yang lainnya.

4.    Ciri-ciri Individu yang Memiliki Kecerdasan Emosional yang Tinggi

Menjadi individu yang memiliki kecerdasan emosional yang tinggi memiliki, ciri atau tanda tertentu yang dapat dilihat. Menurut Goleman (2009:291) dikemukakan ciri-ciri individu yang memiliki kecerdasan emosi tinggi, yaitu:

a.    Memiliki kemampuan untuk memotivasi diri sendiri dan dapat bertahan dalam menghadapi frustasi.

b.    Dapat mengendalikan dorongan-dorongan hati sehingga tidak melebih-lebihkan suatu kesenangan.

c.    Mampu mengatur suasana hati dan dapat menjaganya agar beban stress tidak melumpuhkan kemampuan berfikir seseorang.

d.   Mampu berempati terhadap orang lain dan tidak lupa berdoa.

Memiliki kecerdasan emosional yang tinggi, setiap individu dalam mendapatkannya tentu memiliki cara yang berbeda-beda. Menurut Mangkunegara (2008:184), terdapat 4 aspek utama untuk pencapaian sukses pribadi dan kerja. 4 aspek tersebut antara lain:

a.    Perseverance

Ketekunan atau keteguhan hati merupakan kemampuan seseorang menghadapi tantangna dan menganalisis untuk menentukan keputusan terbaik.

b.    Managing Uncertainty

Bagi kebanyak orang ketidakpastian sangat mengganggu keharmonisan diri. Sebenarnya jika kita mampu mengelola keberadaan ketidakpastian, hal tersebut dapat menjadi rahmat dan anugrah. Caranya kita mau berdisiplin diri untuk mengubah cara berpikir dna bertanggung jawab terhadap kemungkinan kejadian dari ketidakpastian tersebut.

c.    Endurance

Kesabaran atau ketabahan merupakan kekuatan pengendalian diri yang luar biasa.

d.   Handling Frustration

Menangani frustasi dalam upaya peningkatan kecerdasan emosi, yaitu:

1)   Tetaplah terpusat pada masalahnya bukan pada orangnya.

2)   Bertanggung jawablah atas kesalahan anda sendiri.

3)   Carilah pemecahan yang adil, penuh pertimbangan dan empati.

4)   Ceritakanlah penderitaan anda tanpa menuduh dan menyalahkan orang lain.

5)   Denganrkan pendapat orang lain dan berusahalah untuk mengikhlaskan persoalan yang telah terjadi.

6)   Memperkuat jati diri dan pengendalian diri serta berusahalah untuk mengambil hikmah terhadap kejadian pahit tersebut.

 

D.      Kerangka Pikir

Berdasarkan uraian dari tinjauan pustaka diatas, maka kerangka pemikiran teoritis yang dikembangkan dalam penelitian ini dapat dilihat pada gambar dibawah ini:

Kecerdasan Intelektual (X2)

Kecerdasan Emosional (X1)

 

Kinerja Pegawai (Y)

 

 

 

 

 

 


Gambar 2.1 Kerangka Pikir Penelitian

 

E.       Hipotesis Penelitian

Berdasarkan permasalahan di atas, maka hipotesis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

Ha : Kecerdasan intelektual dan kecerdasan emosional berpengaruh terhadap kinerja pegawai di Kantor Kecamatan.

H0 : Kecerdasan intelektual dan kecerdasan emosional tidak berpengaruh terhadap kinerja pegawai di Kantor Kecamatan.

 


 BAB III

METODE PENELITIAN

  

A.      Jenis dan Desain Penelitian

Adapun jenis penelitian yang digunakan untuk melakukan penelitian terhadap permasalahan ini adalah jenis penelitian kuantitatif. Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian berupa survey. Data dikumpulkan secara Cross Sectional yaitu untuk mengetahui hubungan antara variabel, karena pengukuran variabel tersebut dilakukan pada waktu yang bersamaan.

Dalam Penelitian ini desain yang digunakan untuk penelitian adalah korelasi untuk mengetahui pengaruh kecerdasan intelektual dan kecerdasan emosional terhadap kinerja pegawai di Kantor Kecamatan. Penelitian ini dilakukan dilapangan dengan dua variabel untuk mendapat hasil yang mudah difahami dan akurat, diantaranya : variabel bebas (independent) yaitu kecerdasan intelektual dan kecerdasan emosional, sedangkan variabel terikat (dependent) yaitu kinerja pegawai.

B.       Lokasi dan Waktu Penelitian

Lokasi pelaksanaan penelitian ini adalah Kantor Kecamatan. Penelitian ini dilakukan dalam jangka waktu dua bulan, yaitu bulan Oktober sampai dengan Desember 2018.

C.      Populasi dan Sampel

1.    Populasi

Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek dan subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang diterapkan peneliti untuk mempelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2011: 117). Populasi dari penelitian ini adalah sebanyak 50 orang pegawai Kantor Kecamatan .

2.    Sampel

Sampel adalah bagian dari jumah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut (Sugiyono, 2011:118).

Penentuan sampel menggunakan teknik acak sederhana (simple random sampling). Sugiyono berpendapat bahwa pada teknik sampel random sederhana, apabila subjek penelitian jumlahnya kurang dari 100 lebih baik diambil semua sehingga penelitiannya merupakan penelitian populasi. Selanjutnya jika subjeknya besar dapat diambil antara 10-15%, atau 20-25% atau lebih, sehingga jumlah sampel ditentukan sebanyak 10% dari jumlah populasi. Dengan demikian sampel yang digunakan dalam penelitian ini semua pegawai Kantor Kecamatan yakni sebanyak 50 orang.

D.      Jenis dan Sumber Data

Adapun jenis dan sumber data yang penulis perlukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

a.    Data primer, yaitu data yang diperoleh langsung dari responden yang berhubungan dengan objek penelitian, yaitu kecerdasan intelektual dan kecerdasan emosional serta kinerja pegawai pada Kantor Kecamatan .

b.    Data sekunder yaitu data dan informasi dalam bentuk jadi yang telah dimiliki oleh Kantor Kecamatan. Seperti data-data pegawai, sejarah singkat, Visi dan Misi, struktur organisasi dan aktivitas pegawai dll.

E.       Definisi Operasional Variabel dan Pengukuran

Variabel penelitian ini terdiri dari tiga variabel, yaitu dua variabel bebas dan satu variabel terikat. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah kecerdasan intelektual (X1) dan kecerdasan emosional (X2), sedangkan variabel terikat adalah kinerja pegawai (Y).

Pengembangan instrumen ditempuh melalui beberapa langkah, yaitu: mendefinisikan operasional variabel penelitian, menyusun indikator variabel penelitian, dan menyusun instrumen (kuesioner penelitian), yang selengkapnya dapat dijelaskan pada tabel dibawah ini.

Tabel 3.1 Definisi Operasional Variabel dan Pengukuran

No.

Variabel

Definisi Operasional

Indikator

Skala Pengukuran

1.

Kecerdasan Intelektual

Kemampuan kognitif secara global yang dimiliki oleh individu agar bias bertindak secara terarah dan berfikir secara bermakna sehingga dapat memecahkan masalah.

-    Kemampuan Figur

-    Kemampuan Verbal

-    Kemampuan Numerik

 

Skala

likert

1 s.d 5

2.

Kecerdasan Emosional

Kemampuan untuk menggunakan emosi secara efektif dalam mengelola diri sendiri dan mempengaruhi hubungan dengan orang lain secara positif.

-    Kesadaran diri.

-    Pengaturan diri.

-    Motivasi diri.

-    Empati.

-    Keterampilan sosial.

Skala

likert

1 s.d 5

3.

Kinerja Pegawai

Kinerja adalah hasil kerja yang dicapai oleh pegawai dalam melaksanakan tugas yang diberikan kepadanya.

-    Kuantitas kerja

-    Kualitas kerja

-    Ketepatan waktu

Skala

likert

1 s.d 5

F.       Metode Pengumpulan Data

Data dan informasi yang diperlukan dalam penyusunan proposal ini digunakan metode studi kasus (case study method), serta pengumpulan data dilakukan melalui penelitian sebagai berikut :

1.    Penelitian pustaka (library research), yaitu penelitian yang dilakukan sebagai bahan pustaka, serta karangan ilmiah yang erat kaitannya dengan jalan mengadakan telah secara langsung terhadap beberapa buku masalah yang di atas.

2.    Penelitian lapang (field research), yaitu penelitian yang di lakukan dengan jalan mengadakan kunjungan secara langsung kepada objek penelitian yang telah di tetapkan.

Adapun mengumpulkan data lapangan yang di  perlukan menggunakan tehnik/metode sebagai berikut :

a.    Observasi

Observasi digunakan untuk tujuan mengumpulkan data dengan jalan mengamati dan mencatat hasil pengamatan di Kantor Kecamatan .

b.    Kuesioner

Teknik ini dilakukan untuk pengumpulkan informasi atau data melalui formulir-formulir yang berisi pertanyaan yang diajukan secara tertulis pada seseorang responden untuk mendapatkan jawaban atau tanggapan responden tentang variabel yang diteliti yakni kecerdasan intelektual, kecerdasan emosional dan kinerja pegawai di Kantor Kecamatan Tamalate Kota Makassar.

c.    Dokumentasi

Dokumentasi adalah teknik pengumpulan data yang digunakan untuk menunjang penelitian dalam memproses suatu data.

G.      Teknik Analisis Data

1.    Uji Instrumen Penelitian

a.    Uji Validitas

Uji validitas digunakan untuk mengukur sah atau valid tidaknya suatu kuesioner. Suatu kuesioner dikatakan valid jika pertanyaan pada kuesioner mampu untuk mengungkapkan sesuatu yang akan diukur oleh kuesioner tersebut (Ghozali, 2013: 52). Untuk melakukan uji validitas dilihat dari tabel Item-Total Statistics. Nilai tersebut dibandingkan dengan nilai r hitung > r tabel maka dikatakan valid.

b.    Uji Reliabilitas

Reliabilitas merupakan alat untuk menguji kekonsistenan jawaban responden atas pertanyaan di kuesioner. Suatu kuesioner dikatakan reliabel jika jawaban seseorang terhadap pertanyaan adalah konsisten atau stabil dari waktu ke waktu. (Ghozali, 2013: 47).

Untuk mengukur reliabel dari instrumen penelitian dilakukan dengan Cronbach's Alpha. Uji reliabilitas dilakukan dengan metode one shot dimana pengukuran dilakukan hanya satu kali dan kemudian hasilnya dibandingkan dengan pertanyaan lain atau mengukur korelasi antara jawaban. Dalam pengukurannya one shot akan dilakukan dengan analisis Cronbach's Alpha. (Ghozali, 2013:238) mengklasifikasikan nilai Cronbach's Alpha sebagai berikut:

a.    Nilai Cronbach's Alpha antara 0,00 – 0,20 dikatakan kurang reliabel.

b.    Nilai Cronbach's Alpha antara 0,21 – 0,40 dikatakan agak reliabel.

c.    Nilai Cronbach's Alpha antara 0,41 – 0,60 dikatakan cukup reliabel.

d.   Nilai Cronbach's Alpha antara 0,61 – 0,80 dikategorikan reliabel.

e.    Nilai Cronbach's Alpha antara 0,81 – 1,00 dikatakan sangat reliabel.

2.    Analisis Regresi Berganda

Metode analisis regresi berganda dipilih dengan alasan untuk memprediksi hubungan antar variabel dependen dengan dua variabel independen. Dalam penelitian ini variabel independen terdiri dari kecerdasan intelektual (X1) dan kecerdasan emosional (X2), sedangkan variabel dependen adalah Kinerja Pegawai (Y).

Y = a + β1 X1 + β2 X2 + e

Hubungan antar Variabel dapat diperlihatkan melalui rumus regresi berganda sebagai berikut:

Keterangan:

Y    =  Kinerja Pegawai

X1   =  Kecerdasan Intelektual

X2   =  Kecerdasan Emosional

a     =  Konstanta

β1     =  Koefisien regresi variabel X1

β2     =  Koefisien regresi variabel X2

e    =  Standar Eror

3.    Uji Hipotesis

Untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh variabel bebas terdapat variabel terikat, maka dilakukan pengujian terhadap hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini. Metode pengujian terhadap hipotesis yang diajukan, dilakukan pengujian secara parsial menggunakan uji t, dan pengujian koefisien determinasi (R2).

a.    Uji t (Uji Secara Parsial)

Uji t yaitu suatu uji untuk mengetahui signifikasi dari pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen secara individual dan menganggap dependen yang lain konstan. Apabila nilai thitung > ttabel maka variabel independen mempengaruhi variabel dependen, sebaliknya jika nilai thitung < ttabel maka variabel independen secara individual tidak mempengaruhi variabel dependen t. (Sugiono, 2011: 108).

b.    Uji Koefisien Determinasi ( R2)

Koefesien determinasi (R²) digunakan untuk mengetahui persentase variable independen secara bersama sama dapat menjelaskan variabel dependen. Nilai koefesien determinasi adalah diantara nol dan satu.  Jika koefesien determinasi (R²) = 1, artinya variabel independen  memberikan semua informasi yang dibutuhkan untuk memprediksi variasi-variabel dependen. Jika koefesien determinasi (R²) = 0, artinya variabel independen tidak mampu menjelaskan variasi variabel dependen. (Sugiono, 2011: 102).




Tidak ada komentar:

Posting Komentar

PENGARUH REKRUTMEN, SELEKSI DAN PENEMPATAN KERJA TERHADAP KINERJA TENAGA KEPENDIDIKAN (TENDIK) NON-PNS

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manajemen sumber daya manusia merupakan satu bidang manajemen yang khusus mempelajari hubunga...