KARYA TULIS ILMIAH
BAB I I
PENDAHULUANA. Latar Belakang
Tujuan pembangunan kesehatan khususnya di Indonesia tahun 2016 adalah untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan masyarakat, bangsa, dan negara yang optimal beserta derajat kesehatannya, ditandai dengan penduduk yang hidup dalam lingkungan yang sehat, dan juga perilaku yang sepadan dengan kesehatannya itu sendiri. Masyarakat juga diharapkan untuk memiliki kemampuan untuk menjangkau pelayanan kesehatan yang berkualitas secara merata dan adil, serta memiliki derajat kesehatan yang baik di setiap wilayah Negara Indonesia. (Depkes RI, 2016).
Gangguan kesehatan yang sering terjadi pada sistem reproduksi wanita diantaranya adalah kanker serviks, kanker payudara, kista ovarium, gangguan menstruasi, mioma uteri, dan lain sebagainya (Manuaba, 2009).
Bagi manusia kesehatan saat ini hal yang mahal khususnya bagi wanita. Menurut penelitian, wanita lebih rentan terkena berbagai penyakit dari pada laki-laki. Salah satu penyakit yang ditakutkan oleh para wanita adalah penyakit yang berhubungan dengan organ reproduksi wanita salah satunya mioma uteri. (Anonim, 2008).
Menurut (William F, 2001) Mioma atau disebut juga leiomyoma atau fibroid adalah tumor jinak yang berasal dari sel-sel otot polos. Tumor itu mengandung sejumlah jaringan ikat yang berbeda yang mungkin berdiri dari sel-sel otot polos yang telah mengalami degenerasi. Mioma bertumbuh dengan mendorong perbatasan dengan sebuah kapsul palsu, dan bisa tumbuh menjadi sangat besar. Tempat pertumbuhan yang paling adalah didalam korpus uteri.
Berdasarkan penelitian World health organization (WHO) setiap tahun jumlah penderita mioma bertambah mencapai 6,25 juta orang. Dalam 10 tahun mendatang diperkirakan 9 juta orang akan meninggal setiap tahun akibat mioma. Dua pertiga dari penderita mioma di dunia akan berada di Negara-negara yang sedang berkembang (setiati E, 2014).
Insiden mioma uteri ASEAN menunjukkan sekitar 20% - 30% dari seluruh wanita asean. Menurut Uterine Bleeding and Pain Women’s Research Study (UBP-WRS), kejadian mioma uteri adalah 5% - 21%. Kejadian mioma uteri antara ras Caucasian adalah 40% (Parker, 2007). Menurut studi yang dilakukan di Departemen Obstettrics & Gynecology, Zanana Hospital, SMS, Medical College Jaipur ditemukan kejadian mioma utri 508 daripada 7348 kasus ginekologi dalam waktu 18 bulan (Sanjay, 2013).
Berdasarkan angka perbandingan dari kejadian Mioma Uteri di Indonesia ditemukan 2,30-11,7% pada semua penderita ginekologi yang dirawat. Mioma Uteri merupakan tumor pada pelvis yang paling sering dijumpai. Diperkirakan 1 dibanding 4 atau 5 wanita yang berumur lebih dari 35 tahun terdapat mioma uteri. Meskipun umumnya mioma tidak menunjukkan gejala, diperkirakan 60% laparotomy pelvis pada wanita dikerjakan dengan alasan Mioma Uteri. Lesi ini sering ditemukan pada decade 4 atau 5. Umumnya Mioma Uteri tidak akan terdeteksi sebelum masa pubertas dan tumbuh selama masa reproduksi. Jarang sekali Mioma Uteri ditemukan pada wanita berumur 20 tahun atau kurang, paling banyak pada umur 35-45 tahun yaitu kurang dari 25 %. Dan setelah menopause banyak mioma menjadi lisut, hanya 10% saja yang masih dapat tumbuh lebih lanjut. Mioma uteri lebih sering dijumpai pada wanita nullipara atau yang kurang subur (Saifuddin, 1999).
Pertumbuhan mioma dapat mencapai berat lebih dari 5 kg. Mioma jarang ditemukan pada wanita berumur 20 tahun, paling banyak berumur 35-45 tahun (25%). Pertumbuhan mioma diperkirakan memerlukan waktu 3 tahun agar dapat mencapai ukuran sebesar tinja, akan tetapi beberapa kasus ternyata tumbuh cepat. (Sarifuddin, 2011).
Berdasarkan profil kesehatan Sulawesi selatan 2010 angka kejadian mioma uteri sebanyak 6 (11,5 %) penderita. Dari umur 25 – 44 tahun 167 (67,1 %) kasus. penderita dari umur 45 – 64 tahun sebanyak 3 (1,2 %) penderita (Dinkes, 2010).
Di Makassar ditemukan 48 kasus mioma uteri. Dari data yang didapatkan di medical record Dr wahidin sudirohusodo Makassar pada periode januari-desember 2007 ditemukan 1011 kasus ginekologi dimana diantaranya terdapat sekitar 37 (3,66%) kasus mioma uteri dengan rincian pada bulan januari sebanyak 7 orang (18,91%), pebruari 3 orang (8,1%), maret 1 orang (2,7%), april 6 orang (16,21%), mei 4 orang (10,81%), juni 3 orang (8,1%), juli 4 orang (10,81%), September 2 orang (5,4%), oktober 1 orang (2,7%), November 4 orang (10,81%), desember 2 orang (5,4%) (anonym 2011)
Berdasarkan data yang diperoleh dari Medical Record RS yang terdata pada tahun 2015 angka kejadian Mioma Uteri sebanyak 78 orang, selanjutnya pada tahun 2016 angka kejadian Mioma Uteri yang terdata sebanyak 75 orang jumlah mioma uteri menurun dari tahun sebelumnya.
Alasan peneliti memilih tempat ini karena dengan pertimbangan RS T yang terakreditasi dan juga mempunyai fasilitas kesehatan yang cukup memadai, khususnya dalam pemeriksaan perawatan mioma uteri dan selain pada itu RS menerima pasien rujukan dari RS lain, sehingga dari berbagai indikator-indikator tersebut maka saya memilih RS T dijadikan tempat penelitian.
Sehubungan dengan tingginya angka kejadian Mioma Uteri, maka penulis merasa tertarik untuk melakukan penelitian tentang “ Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Mioma Uteri dI RS ”
B. Rumusan Masalah
Masalah penelitian ini difokuskan kemudian untuk menjawab pertanyaan “ Faktor-faktor apa saja yang berhubungan terjadinya mioma uteri ? ”
C. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian mioma uteri di RS.
2. Tujuan khusus
a. Diperolehnya informasi tentang kejadian mioma uteri menurut umur penderita
b. Diperolehnya informasi tentang kejadian mioma uteri menurut paritas penderita
c. Diperolehnya informasi tentang mioma uteri menurut riwayat keluarga penderita
d. Diperolehnya informasi tentang mioma uteri menurut obesitas penderita
e. Diperolehnya informasi tentang mioma uteri menurut kehamilan penderita
D. Manfaat
1. Manfaat program
Diharapkan dapat dijadikan dasar dalam menetapkan dan melaksanakan kebijakan program untuk mengatasi kejadian mioma uteri.
2. Manfaat ilmiah
Diharapkan dapat mengembangkan cakrawala berpikir dan khasanah ilmiah berkaitan dengan masalah mioma uteri.
3. Manfaat bagi institusi
Karya tulis ilmiah ini diharapkan dapat menambah referensi bagi institusi dalam pengembangan di bidang penelitian terutama yang berkaitan dengan masalah mioma uteri.
4. Manfaat bagi penulis
a. Sebagai salah satu persyaratan dalam menyelesaikan pendidikan Diploma III Kebidanan .
b. Merupakan sarana pengembangan ide dan pemikiran penulis dalam mengembangkan potensial pribadi dalam profesi kebidanan.
c. Sebagai tambahan pengalaman bagi penulis dalam mengaplikasi ilmu dan wawasan ilmiahnya.
BAB II
TINJAUANPUSTAKA
A. Tinjauan Umum Tentang Gangguan Sistem Reproduksi
1. Pengertian Sistem Reproduksi
Gangguan reproduksi adalah kegagalan wanita dalam manajemen kesehatan reproduksi. Permasalahan dalam bidang kesehatan reproduksi salah satunya adalah masalah reproduksi yang berhubungan dengan gangguan system reproduksi. Hal ini mencakup infeksi, gangguan menstruasi, masalah struktur, keganasan pada alat reproduksi wanita, infertilitas, dan lain-lain. (Essawibawa, 2011).
2. Macam-Macam Gangguan Sistem Reproduksi
a. Gangguan menstruasi
Menurut varney (2006), gangguan menstruasi terdiri dari :
1) Amenore
Amenore merupakan perubahan umum yang terjadi pada beberapa titik dalam sebagian besar siklus menstruasi wanita dewasa.
2) Dismenorhoe
Menstruasi yang sangat menyakitkan, terutama terjadi pada perut bagian bawah dan punggung serta biasanya terasa seperti kram.
3) Menoragia
Menoragia merupakan salah satu dari beberapa keadaan menstruasi yang pada awalnya berada dibawah label perdarahan uterus disfungsional (dIsfunctional uterine bleeding, DUB).
4) Metroragia
Metroragia adalah apabila menstruasi terjadi dengan interval tidak teratur, atau jika terdapat insiden bercak darah atau perdarahan diantara menstruasi.
5) Oligomenore
Oligomenore adalah aliran menstruasi yang tidak sering atau hanya sedikit.
6) Sindrom pramenstruasi
Perubahan siklik fisik, fisiologi, dan perilaku (misalnya perut menggembung, perubahan suasana hati, perubahan nafsu makan) yang dicerminkan saat siklus menstruasi terjadi hampir pada semua wanita beberapa waktu antara menarche dan menopause
b. Nyeri abdomen dan panggul
Jenis nyeri abdomen dan panggul yaitu
1) Nyeri akut
Kemampuan untuk mengenali dan menangani nyeri abdomen akut secara akurat merupakan keahlian penting dalam perawatan wanita.
2) Nyeri kronis
Wanita yang mengalami nyeri panggul kronis adalah orang yang sering kali mengunjungi pemberi layanan kesehatan dalam jangka waktu yang lama.
c. Inkontinensia Urine
Pengeluaran urine secara tidak sadar merupakan kondisi yang membuat stress dan yang tidak dilaporkan karena berbagai alasan, seperti rasa malu, pengingkaran, dan adanya anggapan bahwa satu-satunya pilihan penanganan adalah pembedahan.
d. Kista Ovarium
Berbagai macam massa ovarium jinak dapat ditemukan oleh bidan baik pada saat pemeriksaan panggul atau dari hasil pemeriksaan ultrasonografi
e. Tumor/kanker pada endometrium
Wanita yang didiagnosis mengalami kanker endometrium setiap tahunnya, tiga kali lipat lebih banyak dibandingkan dengan kanker servik. Kemungkinan terjadi paling sering pada wanita berusia lebih dari 50 tahun.
f. Infeksi saluran genital seperti Candidiasis Vulvovagina.
Pada umumnya disebabkan Oleh Candida Albicans, gambaran klinisnya sendiri adalah adanya rabas berwarna putih, kental, berwarna seperti keju dan dapat juga encer atau bersifat cair yang secara umum disebut keputihan (Flour Albus).
B. Tinjauan Khusus Tentang Mioma Uteri
1. Definisi Mioma Uteri
a. Mioma uteri adalah tumor jinak otot Rahim dengan berbagai komposisi jaringan ikat (Manuaba.I.G, 2001).
b. Mioma uteri adalah penyakit yang berjenis tumor. Berbeda dengan penyakit kanker, mioma tidak, mempunyai kemampuan menyebar keseluruh tubuh (Setiati E, 2009).
c. Mioma uteri adalah tumor jinak otot Rahim disertai jaringan ikatnya, sehingga dapat dalam bentuk padat karena jaringan ikatnya dominan dan lunak serta otot rahimnya dominan. (Manuaba I.G, 2010).
Mioma uteri adalah tumor jinak moimetrium uterus dengan konsistensi padat kenyal, batas jelas, mempunyai pseudo kapsul, tidak nyeri, bisa soliter atau multipel. Tumor ini juga dikenal dengan istilah fibriomioma uteri, leiomyoma uteri, atau uterine fibroid. Mioma uteri bukanlah suatu keganansan dan tidak juga berhubungan dengan keganasan. Uterus miomatosus adalah uterus yang ukurannya lebih besar daripada ukuran uterus yang normal yaitu antara 9-12 cm, dan dalam uterus itu sudah ada mioma uteri yang masih kecil (Suwiyoga skk, 2013).
Mioma uteri, dikenal juga dengan sebutan fibromioma, fibroid, atau leiomyoma merupakan neoplasma jinak yang berasal dari otot polos uterus dan jaringan ikat yang menumpanginya. Mioma uteri berbatas tegas, tidak berkapsul, dan berasal dari otot polos jaringan fibrous sehingga mioma uteri dapat berkonsistensi padat jika jaringan ikatnya dominan, dan berkonsistensi lunak jika otot rahimnya yang dominan.
2. Etiologi
Etiologi pasti belum diketahui, tetapi terdapat korelasi antara pertumbuhan tumor dengan peningkatan reseptor estrogen-progesteron pada jaringan mioma uteri, serta adanya faktor predisposisi yang bersifat heriditer dan faktor hormon pertumbuhan dan human placental lactogen. Para ilmuwan telah mengidentifikasi kromosom yang membawa 145 gen yang diperkirakan berpengaruh pada pertumbuhan fibroid. Beberapa ahli mengatakan bahwa mioma uteri diwariskan dari gen sisi paternal. Mioma biasanya membesar pada saat kehamilan dan mengecil pada saat menopause, sehingga diperkirakan dipengaruhi juga oleh hormon-hormon reproduksi seperti estrogen dan progesteron. Selain itu juga jarang ditemukan sebelum menarche, dapat tumbuh dengan cepat selama kehamilan dan kadang mengecil setelah menopause (Hart, 2010).
Awal mulanya pembentukan tumor adalah terjadinya mutasi somatik dari sel-sel miomatrium. Mutasi ini mencakup rentetan perubahan kromosom baik secara persial maupun keseluruhan. Aberasi kromosom ditemukan pada 23-50% dari mioma uteri yang diperiksa dan yang terbanyak (36,6%) ditemukan pada kromosom.
Hal yang mendasari tentang penyebabmioma uteri belum diketahui secara pasti, diduga merupakan penyakit multifaktorial. Dipercaya bahwa mioma merupakan sebuah tumor monoclonal yang dihasilkan dari mutasi somatik dari sebuah sel neoplastic tunggal yang berada diantara otot polos miometrium. Sel-Sel mioma mempunyai abnormalitas kromosom. Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan mioma, disamping faktor predisposisi genetic, adalah beberapa hormon seperti estrogen, progesterone, dan human growth hormon. Dengan adanya stimulasi estrogen, menyebabkan terjadinya proliferasi di uterus, sehingga menyebabkan perkembangan yang berlebihan dari garis endometrium, sehingga terjadilah pertumbuhan mioma (Thomason, 2008).
Analisis sitogenetik dari hasil pembelahan mioma uteri telah meghasilkan penemuan yang baru. Diperkirakan 40% mioma uteri memiliki abnormalitas kromosom non random. Abnormalitas ini dapat dibagi menjadi 6 subgrup sitogenik yang utama termasuk translokasi antara kromosom 12 dan 14, trisomy 12, penyusunan kembali lengan pendek kromosom 6 dan lengan panjang kromosom 10 dan delesi kromosom 3 dan 7. Penting untuk diketahui mayoritas mioma uteri memiliki kromosom yang normal.
Pengaruh-pengaruh hormon dalam pertumbuhan dan perkembangan mioma:
a. Estrogen
Mioma uteri dijumpai setelah menarche. Seringkali terdapat pertumbuhan tumor yang cepat selama kehamilan dan terapi estrogen eksogen. Mioma uteri akan mengecil pada saat menopause dan pengangkatan ovarium. Mioma uteri banyak ditemukan bersamaan dengan anovulasi ovarium dan wanita dengan sterilitas. Selama fase sekretorik, siklus menstruasi dan kehamilan, jumlah reseptor estrogen dapat ditemukan sepanjang siklus menstruasi, tetapi ekskresi reseptor tersebut tertekan selama kehamilan.
b. Progesteron
Reseptor progesterone terdapat di myometrium dan mioma sepanjang siklus menstruasi dan kehamilan. Progesterone merupakan antagonis natural dari estrogen. Progesterone menghambat pertumbuhan mioma dengan dua cara yaitu: mengaktifkan 17-Beta hidroxydesidrogenase dan menurunkan jumlah reseptor estrogen pada mioma.(Llewellyn, 2001).
c. Hormon pertumbuhan
Level hormon pertumbuhan menurun selama kehamilan, tetapi hormone yang mempunyai struktur dan aktivitas biologik serupa, terlihat pada periode ini memberi kesan bahwa pertumbuhan yang cepat dari mioma selama kehamilan mungkin merupakan hasil dari aksi sinergistik antara hormon pertumbuhan dan esterogen (Djuwantono, 2012).
3. Faktor predisposisi
a. Umur
Frekuensi kejadian mioma uteri paling tinggi antara usia 35-50 tahun yaitu mendekati angka 40%, sangat jarang ditemukan pada usia dibawah 20 tahun. Sedangkan pada usia reproduksi, serta akan turun pada usia menopause. Ada wanita menopause mioma uteri ditemukan sebesar 10% (Jodosapoetro, 2010).
b. Riwayat keluarga
Wanita dengan garis keturunan tingkat pertama dengan penderita mioma uteri mempunyai 2,5 kali kemungkinan untuk menderita mioma dibandingkan dengan wanita tanpa garis keturunan penderita mioma uteri.
c. Obesitas
Obesitas juga berperan dalam terjadinya mioma uteri. Hal ini mungkin berhubungan dengan konversi hormon androgen menjadi estrogen oleh enzim aromatase di jaringan lemak. Hasilnya terjadi peningkatan jumlah estrogen tubuh, dimana hal ini dapat menerangkan hubungannya dengan peningkatan prevalensi dan pertumbuhan mioma uteri.
d. Paritas
Wanita yang sering melahirkan lebih sedikit kemungkinannya untuk terjadinya perkembangan mioma ini dibandingkan wanita yang tidak pernah hamil atau satu kali hamil. Statistic menunjukkan 60% mioma uteri berkembang pada wanita yang tidak pernah hamil atau hanya hamil satu kali.
e. Kehamilan
Angka kejadian mioma uteri bervariasi dari hasil penelitian yang pernah dilakukan ditemukan sebesar 0,3%-7,2% selama kehamilan. Kehamilan dapat mempengaruhi mioma uteri karena tingginya kadar estrogen dalam kehamilan dan bertambahnya vaskularisasi ke uterus (Scott, 2002). Kedua keadaan ini ada kemungkinan dapat mempercepat pembesaran mioma uteri (Manuaba, 2012).
f. Usia Menarche
Usia menarche pada setiap wanita berpariasi lebar yaitu antara 10-16 tahun. Estrogen memegang peranan penting untuk terjadinya mioma uteri, hal ini dikaitkan dengan : mioma tidak pernah ditemukan sebelumnya. Menurut Parker 2007 dalam penelitian Cahyaningtyas pada tahun 2010, mengatakan bahwa menarche dini (<10 tahun) meningkatkan risiko kejadian mioma uteri (1,24 kali).
g. Status haid
Wanita dengan status haid tidak teratur bukan merupakan faktor resiko terjadinya mioma submukosum namun merupakan risiko mangalami mioma subserosum maupun intramural. (Linda, 2012).
4. Jenis dan gambaran klinis
Sarang mioma di uterus dapat berasal dari servik uteri (1-3%) dan selebihnya adalah dari korpus uteri. Menurut tempatnya di uterus dan menurut arah pertumbuhannya, maka mioma uteri dibagi 4 jenis antara lain:
a. Mioma submukosa
Berada di bawah endometrium dan menonjol ke dalam rongga uterus. Jenis ini dijumpai 6,1% dari seluruh kasus mioma. Jenis lain meskipun besar mungkin belum memberikan keluhan perdarahan, tetapi mioma submukosa, walaupun kecil sering memberikan keluhan gangguan perdarahan. Mioma submukosa umumnya dapat diketahui dengan tindakan kuretase, dengan adanya benjolan waktu kuret, dikenal sebagai currete bump dan dengan pemeriksaan histeroskopi dapat diketahui posisi tangkai tumor.
Tumor jenis ini sering mengalami infeksi, terutama pada mioma submukosa pedinkulata. Mioma submukosa yang mempunyai tangkai. Tumor ini dapat keluar dari rongga Rahim ke vagina, dikenal dengan nama mioma geburt atau mioma yang dilahirkan, yang mudah mengalami infeksi, ulserasi, dan infark. Pada beberapa kasus penderita akan mengalami anemia dan sepsis karena proses di atas.
b. Mioma intramural
Terdapat di dinding uterus di antara serabut myometrium. Karena pertumbuhan tumor, jaringan otot sekitarnya akan terdesak dan terbentuk sampai yang mengelilingi tumor. Bila di dalam dinding Rahim dijumpai banyak mioma, maka uterus akan mempunyai bentuk yang berbenjol-benjol dengan konsistensi yang padat. Mioma yang terletak pada dinding depan uterus, dalam pertumbuhannya akan menekan dan mendorong kandung kemih ke atas, sehingga dapat menimbulkan keluhan miksi.
c. Mioma Subserosa
Apabila mioma tumbuh keluar dinding uterus sehingga menonjol pada permukaan uterus diliputi oleh serosa. Mioma subserosa dapat tumbuh di antara kedua lapisan ligamentum latum menjadi mioma intraligamenter.
d. Mioma Intraligamenter
Mioma subserosa yang tumbuh menempel pada jaringan lain, misalnya ke ligamentum atau omentum dan kemudian membebaskan diri dari uterus sehingga disebut mondering/parasitic fibroid.
Jarang sekali ditemukan satu macam mioma saja dalam satu uterus. Mioma pada serviks dapat menonjol ke dalam satu saluran servik sehingga ostium uteri eksternum berbentuk bulan sabit.
Apabila mioma dibelah maka akan tampak bahwa mioma terdiri dari berkas otot polos dan jaringan ikat yang tersusun sebagai kumparan (whorle like pattem) dengan pseudokapsul yang terdiri dari jaringan ikat longgar yang terdesak karenan pertumbuhan sarang mioma ini.
5. Gejala Mioma Uteri
Keluhan yang diakibatkan oleh mioma uteri sangat tergantung dari lokasi, arah pertumbuhan, jenis,besar dan jumlah mioma. Hanya dijumpai pada 20-50% saja mioma uteri menimbulkan keluhan, sedangkan sisanya tidak mengeluh apapun. Hipermenore, menometrogia adalah merupakan gejala klasik dari mioma uteri. Dari penelitian multisenter yang dilakukan pada 114 penderita ditemukan 44% gejala perdarahan, yang paling sering adalah jenis dismenore, nyeri perut bagian bawah, serta nyeri pinggang. Tergantung dari lokasi dan arah pertumbuhan mioma, maka kandung kemih, ureter, dan usus dapat terganggu, dimana peneliti melaporkan keluhan disuri (14%), keluhan obstipasi (13%). Mioma uteri sebagai penyebab infertilitas terjadi sebagai akibat obstruksi mekanis tuba falopii, abortus spontan dapat terjadi bila mioma uteri menghalangi pembesaran uterus, dimana menyebabkan kontraksi uterus yang abnormal, dan mencegah terlepas atau tertahannya uterus di dalam panggul.
Beberapa gejala lain dari mioma uteri diantaranya sebagai berikut:
a. Massa di perut bawah
Penderita mengeluhkan merasakan adanya massa atau benjolan di perut bagian bawah.
b. Perdarahan abnormal
Diperkirakan 30% wanita dengan mioma uteri mengalami kelainan menstruasi, menoragia atau menstruasi yang lebih sering. Tidak ditemukan bukti yang menyatakan perdarahan ini berhubungan dengan peningkatan luas permukaan endometrium atau karena meningkatnya insidens disfungsi ovulasi. Teori yang menjelaskan perdarahan yang disebabkan mioma uteri menyatakan terjadi perubahan struktur vena pada endometrium dan miomatrium yang menyebabkan terjadinya venule ectasia.
Miometrium merupakan wadah bagi faktor endokrin dan parakin dalam mengatur fungsi endometrium. Aposisi kedua jaringan ini dan aliran darah langsung dari myometrium ke endometrium memfasilitasi interaksi ini. Growth factor yang merangsang stimulasi angiogenesis atau relaksasi tonus veskuler dan yang memiliki reseptor pada mioma uteri dapat menyebabkan perdarahan uterus abnormal dan menjadi target terapi potensial. Sebagai pilihan, berkurangnya angiogenik inhibitory factor atau vasoconsticting factor dan reseptornya pada mioma uteri dapat juga menyebabkan perdarahan uterus yang abnormal.
c. Nyeri perut
Gejala nyeri tidak khas untuk mioma, walaupun sering terjadi. Hal ini timbul karena gangguan sirkulasi darah pada sarang mioma yang disertai dengan nekrosis setempat dan peradangan. Pada pengeluaran mioma submukosa yang akan dilahirkan, pada pertumbuhannya yang menyempitkan kanalis servikalis dapat menyebabkan dismenorrhoe. Dapat juga rasa nyeri disebabkan karena torsi mioma uteri yang bertangkai. Dalam hal ini sifatnya akut, disertai dengan rasa nek dan muntah-muntah. Pada mioma yang sangat besar, rasa nyeri dapat disebabkan karena tekanan pada urat syaraf yaitu pleksus uterovaginalis, menjalar ke pinggang dan tungkai bawah.
d. Pressure Effects (Efek Tekanan)
Pembesaran mioma dapat menyebabkan adanya efek tekanan pada organ-organ disekitar uterus. Gejala ini merupakan gejala yang tak biasa dan sulit untuk dihubungkan langsung dengan mioma. Penekanan pada kandung kencing, pollakisuria dan dysuria. Bila berlarut-larut dapat menyebabkan hydroureteronephrosis. Tekanan pada rectum tidak begitu besar, kadang-kadang menyebabkan konstipasi atau nyeri saat defekasi.
e. Penurunan kesuburan dan abortus
Hubungan antara mioma uteri sebagai penyebab penurunan kesuburan masih belum jelas. Dilaporkan sebesar 27-40% wanita dengan mioma uteri mengalami infertilitas. Penurunan kesuburan dapat terjadi apa bila sarang mioma menutup atau menekan pars infertilitas tuba, sedangkan mioma submukosa dapat memudahkan terjadinya abortus karena distorsi rongga uterus. Perubahan bentuk kavum uteri karena adanya mioma dapat menyebabkan disfungsi reproduksi. Gangguan implantasi embrio dapat terjadi pada keberadaan mioma akibat perubahan histologi endometrium dimana terjadi atrofi karena kompresi massa tumor. Apabila penyebab lain infertilitas sudah disingkirkan dan mioma merupakan penyebab infertilitas tersebut, maka merupakan suatu indikasi untuk dilakukan miomektomi.
6. Perubahan Sekunder Mioma Uteri
a. Atrofi
Tanda-tanda dan gejala berkurang dan menghilang karena ukuran mioma uteri berkurang saat menopause atau setelah kehamilan.
b. Degenerasi Hialin
Perubahan ini sering terutama pada penderita usia lanjut disebsbkan karena kurangnya suplai darah. Jaringan fibrous berubah menjadi hialin dan serabut otot menghilang. Mioma kehilangan struktur aslinya menjadi homogen. Dapat meliputi sebagian besar atau hanya sebagian kecil daripadanya seolah-olah memisahkan satu kelompok serabut otot dari kelompok lainnya.
c. Degenerasi Kistik
Dapat meliputi daerah kecil maupun luas, dimana sebagian dari mioma menjadi cair, sehingga terbentuk ruangan-ruangan yang tidak teratur berisi agar-agar, dapat juga terjadi pembengkakan yang luas dan bendungan limfesehingga menyerupai limfangiioma. Dengan konsistensi yang lunak tumor ini sukar dibedakan dari kista ovarium atau suatu kehamilan.
d. Degenerasi membatu (calsireus degeneration)
Terutama terjadi pada wanita usia lanjut oleh karena adanya gangguan dalam sirkulasi. Dengan adanya pengendapan garam kapur pada sarang mioma maka mioma menjadi keras dan memberikan bayangan pada foto rontgen.
e. Degenerasi merah
Perubahan ini terjadi pada kehamilan nifas. Pathogenesis: diperkirakan karena suatu nekrosis subakut sebagai gangguan vaskulerisasi. Pada pembelahan dapat dilihat sarang mioma seperti daging mentah berwarna merah disebabkan pigmen hemosiderin dan hemofusin. Degenerasi merah tampak khas apabila terjadi pada kehamilan muda disertai emesis, haus, sedikit demam, kesakitan, tumor pada uterus membesar dan nyeri pada perabaan. Penampilan klinik ini seperti pada putaran tungkai tumor ovarium atau mioma bertangkai.
f. Degenerasi lemak
Jarang terjadi, merupakan kelanjutan degenerasi hialin. Pada mioma yang sudah lama dapat berbentuk degenerasi lemak. Di permukaan irisannya berwarna kuning homogen dan serabut ototnya berisi titik lemak dan dapat ditunjukkan dengan pengecetan khusus untuk lemak.
7. Diagnosis Mioma Uteri
a. Anamnesis
Dalam anamnesis dicari keluhan utama serta gejala klinis mioma lainnya, faktor resiko serta kemungkinan komplikasi yang terjadi. Biasanya teraba massa menonjol keluar dari jalan lahir yang dirasakan bertambah panjang serta adanya riwayat pervaginam terutama pada wanita usia 40-an. Kadang juga dikeluhkan perdarahan kontak.
b. Pemeriksaan Fisik
Mioma uteri mudah ditemukan melalui pemeriksaan bimanual rutin uterus. Diagnosis mioma uteri menjadi jelas bila dijumpai gangguan kontur uterus oleh salah satu atau lebih massa seperti ini adalah bagian dari uterus.
c. Pemeriksaan penunjang
1) Temuan laboratorium
Anemia merupakan akibat paling sering dari mioma. Hal ini disebabkan perdarahan uterus yang banyak dan habisnya cadangan zat besi. Kadang-kadang mioma menghasilkan eritropoetin yang pada beberapa kasus menyebabkan polisitemia. Adanya hubungan antara polisitemia dengan penyakit ginjal diduga akibat penekanan mioma terhadap ureter yang menyebabkan peninggian tekanan balik ureter dan kemudian menginduksi pembentukan erittropoetin ginjal.
2) Imaging
a) Pemeriksaan dengan USG (Ultrasonografi)
Transabdominal dan transvaginal bermanfaat dalam menetapkan adanya mioma uteri. Ultrasonografi transvaginal terutama bermanfaat pada uterus yang kecil. Uterus atau massa yang paling besar baik diobservasi melalui ultrasonografi transabdominal.nnmioma uteri secara khas menghasilkana gambaran ultrasonografi yang mendemonstrasikan irregularitas kontur maupun pembesaran uterus.
b) Histeroskopi digunakan untuk melihat adanya mioma uteri submukosa, jika mioma kecil serta bertangkai. Mioma tersebut sekaligus dapat diangkat.
c) MRI (Magnetic Resonance Imaging) sangat akurat dalam menggambarkan jumlah, ukuran, dan likasi mioma tampak sebagai massa gelap berbatas tegas dan dapat dibedakan dari myometrium normal. MRI dapat mendateksi lesi sekecil 3 mm yang dapat dilikalisasi dengan jelas, termasuk mioma.
8. Penatalaksnaan
a. Konservatif
Penderita dengan mioma kecil dan tanpa gejala tidak memerlukan pengobatan, tetapi harus diawasi perkembangan tumornya. Jika mioma lebih besar dari kehamilan 10-12 minggu, tumor yang berkembang cepat, terjadi torsi pada tangkai, perlu diambil tindakan operasi.
b. Medikamentosa
Terapi yang dapat memperkecil volume atau menghentikan pertumbuhan mioma uteri secara menetap belum tersedia pada saat ini. Terapi medikamentosa masih merupakan terapi tambahan atau terapi pengganti sementara dari operatif.
c. Operatif
Pengobatan operatif meliputi miomektomi, histerektomi dan embolisasi arteri uterus.
1) Miomektomi, adalah pengambilan sarang mioma saja tanpa pengangkatan uterus. Tindakan ini dapat dikerjakan misalnya pada mioma submukosa pada mioma geburt dengan cara ekstirpasi lewat vagina.
2) Histerektomi, adalah pengangkatan uterus, yang umumnya tindakan terpilih. Histerektomi total umumnya dilakukan dengan alasan mencegah akan timbulnya karsinoma servisis uteri.
3) Embolisasi Arteri Uterus (Uterin Artery Embolization/UAE), adalah injeksi arteri uterine dengan butiran polyvinyl alkohol melalui kateter yang nantinya akan menghambat aliran darah ke mioma dan menyebabkan nekrosis. Nyeri setelah UAE lebih ringan dari pada setelah pembedahan mioma dan pada UAE tidak dilakukan insisi serta waktu penyembuhannya yang cepat (Swine, 2010 ;34).
d. Radiasi dengan radioterapi
Radioterapi dilakukan untuk menghentikan perdarahan yang terjadi pada beberapa kasus.
9. Komplikasi Mioma Uteri
a. Degenerasi ganas
Mioma uteri yang menjadi leiomiosarkoma uterus. Keganasan umumnya baru ditemukan pada pemeriksaan histologi uterus yang telah diangkat. Kecurigaan akan keganasan uterus apabila mioma uteri cepat membesar dan apabila terjadi pembesaran sarang mioma dalam menopause.
b. Torsi (putaran tangkai)
Sarang mioma yang bertangkai dapat mengalami, timbul gangguan sirkulasi akut sehingga mengalami nekrosis. Dengan demikian terjadilah sindrom abdomen akut. Jika torsi terjadi perlahan-lahan, gangguan akut tidak terjadi.
C. Kerangka Konsep
Kerangkap konsep merupakan uraian kerangka yang menjelaskan hubungan dan keterkaitan antar variabel penelitian (Riyanto, 2011).
1. Variabel Independen
Variabel independen adalah variabel yang menjadi sebab perubahan variabel dependen (Saryono, 2010). Variabel independen dalam penelitian ini adalah Paritas, Obesitas, Riwayat Keluarga, Kehamilan, usia menarche, status haid.
2. Variabel Dependen
Variabel dependen adalah variabel yang dipengaruhi oleh variabel independen(Saryono, 2010). Variabel dependen dalam penelitian ini adalah mioma uteri.
3. Bagan Yang Di teliti
Paritas
|
Riwayat Keluarga
|
Mioma Uteri |
Kehamilan
|
Usia menarche
|
Status haid
|
Ket.:
: Variabel Independen
: Variabel Dependen
: Arah variabel yang diteliti
D. Definisi Operasional Dan Kriteria Objektif
Adapun definisi Operasional dan Kriteria Objektif sebagai berikut :
1. Mioma Uteri
Mioma Uteri adalah sebuah tumor jinak otot Rahim disertai jaringan ikatnya, sehingga dapat dalam bentuk padat kerana jaringan ikatnya dominan dan lunak serta otot rahimnya dominan.
Kriteria Objektif
Ya : apabila merupakan mioma uteri
Tidak : apabila bukan mioma uteri
2. Paritas
Mioma lebih sering terjadi pada wanita nullipara atau wanita yang hanya 1 mempunyai anak (Llewellyn, 2001). Parker mengemukakan bahwa semakin meningkatnya jumlah kehamilan maka akan menurunkan insidensi mioma uteri.
Kriteria Objektif
Resiko rendah : wanita yang sudah melahirkan lebih dari 1
kali
Resiko tinggi : wanita yang hanya melehirkan 1 kali atau
tidak pernah melahirkan.
3. Riwayat keluarga
Wanita dengan garis keturunan tingkat pertama dengan penderita mioma uteri mempunyai 2,5 kali kemungkinan untuk menderita mioma dibandingkan dengan wanita tanpa garis keturunan penderita mioma uteri (parker, 2007).
Kriteria Objektif
Resiko rendah : wanita tanpa garis keturunan penderita mioma
uteri.
Resiko tinggi : wanita yang mempunyai garis keturunan
penderita mioma uteri
4. Kehamilan
Kehamilan dapat mempengaruhi mioma uteri karena tingginya kadar estrogen dalam kehamilan dan bertambahnya vaskularisasi ke uterus (Scott, 2002).
Kriteria Objektif
Resiko rendah : jika tidak sedang hamil
Resiko tinggi : jika sedang hamil
5. Usia menarche
Wanita dengan usia menarche dini mempunyai resiko 2 kali lebih besar mengalami mioma submukosa dibandingkan dengan wanita dengan usia menarche normal.
Kriteria Objektif:
Resiko rendah : jika wanita dengan usia menarche normal
(>10 tahun)
Resiko tinggi : jika wanita dengan usia menarche dini
(<10 tahun)
6. Status haid
Wanita dengan status haid tidak teratur bukan merupakan faktor resiko terjadinya mioma submukosa namun merupakan resiko mengalami mioma subserosa maupun intramural.
Kriteria Objektif:
Resiko rendah : jika wanita siklus haidnya teratur
Resiko tinggi : jika wanita siklus haidnya tidak teratur.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar