Senin, 01 Mei 2017

PROPOSAL PENELITIAN GAMBARAN PETUGAS PENYULUHAN TERHADAP PENGENDALIAN HIV/AIDS PADA MASYARAKAT DI PUSKESMAS MANGASA KOTA MAKASSAR



BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Dewasa ini, tujuan pembangunan kesehatan dititikberatkan pada upaya peningkatan kesehatan termasuk kesehatan penyakit HIV/AIDS yang banyak dikeluhkan masyarakat. Human Immunodeficiency Virus (HIV) merupakan virus yang menyerang system kekebalan tubuh. Perjalanan infeksi HIV di dalam tubuh menyerang sel Cluster of Differentiation 4 (CD4) sehingga terjadi penurunan sistem pertahanan tubuh. Replikasi virus yang terus menerus mengakibatkan semakin berat kerusakan sistem kekebalan tubuh dan semakin rentan terhadap infeksi oportunistik (IO) sehingga akan berakhir dengan kematian (Bruner & Suddarth, 2010:16).
Accuired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) merupakan sekumpulan gejala yang timbul akibat menurunnya sistem kekebalan tubuh manusia, yang disebabkan oleh HIV. AIDS merupakan tahap akhir dari infeksi HIV, dimana perjalanan HIV akan berlanjut menjadi AIDS membutuhkan waktu sekitar 10 sampai 13 tahun (Bruner & Suddarth, 2010:16).
1
 
Penyebaran HIV/AIDS sangat cepat di dunia, berdasarkan hasil laporan epidemic HIV/AIDS, didapatkan dalam tahun 2007 terdapat 27 juta infeksi baru dan 2 juta kematian akibat HIV/AIDS. Secara estimasi diperkirakan terdapat 33 juta orang yang hidup dengan HIV/AIDS didunia (Depkes, 2008).
Berdasarkan data Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan Kemenkes RI 17 Oktober 2014, yang dilaporkan sejak pertama kali ditemukan tahun 1987 sampai dengan  30 September 2014, jumlah kumulatif pengidap HIV sebanyak 150.296 orang dan penderita AIDS sebanyak 55.799 orang (PP & PL Kemenke, 2014). Dalam pandangan masyarakat, penyakit ini dianggap sebagai penyakit yang kotor, karena orang yang terinveksi HIV/AIDS biasanya adalah para pemakai narkotika atau pekerja seks komersial.
Data dari Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) Kota Makassar, jumlah penderita HIV dan AIDS untuk Provinsi Sulawesi Selatan sampai dengan Juni 2013 sebanyak 6.748 kasus dengan jumlah HIV sebanyak 4482 kasus dan AIDS sebanyak 2.266 kasus, sedangkan Kota Makassar sebanyak 5.527 kasus dengan jumlah HIV sebanyak 3.854 kasus dan AIDS sebanyak 1.673 kasus. HIV dan AIDS tidak hanya mempengaruhi kesejahteraan fisik seorang individu tetapi juga kualitas hidup secara keseluruhan mereka yang terinfeksi (Komisi Penanggulangan AIDS, 2013).
HIV-AIDS menjadi masalah global dan merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat di Indonesia. Program pengendalian HIV-AIDS di Indonesia sejalan dengan mempunyai tujuan menurunkan infeksi baru HIV, menurunkan diskriminasi dan menurunkan kematian karena AIDS, yang di kalangan internasional dikenal dengan Three Zeros, yaitu Zero New HIV Infections, Zero Discrimination and Zero AIDS Related Death.
Tantangan pelaksanaan Program Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan di masa yang akan datang semakin berat, keberhasilannya ditentukan oleh kerjasama berbagai pihak, Pemerintah Pusat, Daerah, LSM, Swasta, Peran Serta Masyarakat serta pihak-pihak terkait lainnya.
Berbagai kebijakan dan program penanggulangan HIV/AIDS telah dilakukan namun, penyakit yang mematikan itu terus berkembang. Untuk itu memerlukan perhatian semua pihak, Salah satu cara untuk mengatasinya adalah dengan peningkatkan pemahaman mengenai HIV/AIDS dikalangan masyarakat termasuk mereka yang bekerja di unit-unit pelayanan kesehatan salah satunya adalah peran petugas kesehatan di Puskesmas.
Petugas kesehatan memegang peranan penting dalam pengendalian penyakit HIV/AIDS ini. Peran seorang petugas kesehatan Puskesmas sebagai penyuluhan kesehatan sangat besar pengaruhnya untuk mengurangi gejala penyakit HIV/AIDS melalui penyuluhan. Untuk itu sebagai sebuah organisasi, Puskesmas dituntut mampu menyelengarakan pelayanan kesehatan kepada masyarakat dengan memanfaatkan semua sumber daya yang ada secara optimal, efesien, dan efektif dengan harapan agar pelayanan yang diberikan bias memenuhi kebutuhan masyarakat.
Standar Pelayanan Minimal (SPM) adalah standar dengan batas-batas tertentu untuk mengukur kinerja penyelenggaraan kewenangan wajib daerah yang berkaitan dengan pelayanan dasar kepada masyarakat, mencakup jenis pelayanan, indikator dan nilai. Prinsip-prinsip SPM adalah: menjamin akses dan kualitas pelayanan dasar kepada masyarakat, diperlakukan untuk seluruh daerah Kabupaten atau kota, merupakan indikator kinerja, bersifat dinamis, dan ditetapkan dalam rangka penyelenggaraan pelayanan dasar pada kewenangan kewajiban. Keputusan Menteri Kesehatan RI No 1457/ Menkes/ SK/ X/ 2004 tentang Standar Pelayanan Minimal (SPM) Bidang Kesehatan Kabupaten Kota. Prinsip-prinsip SPM adalah: menjamin akses dan kualitas pelayanan dasar kepada masyarakat, diperlakukan untuk seluruh daerah Kabupaten atau kota, merupakan indikator kinerja, bersifat dinamis, dan ditetapkan dalam rangka penyelenggaraan pelayanan dasar pada kewenangan kewajiban.
Kriteria menetapkan Kewenangan Wajib bidang kesehatan adalah : merupakan pelayanan, prioritas tinggi karena melindungi hak-hak masyarakat,melindungi kepentingan nasional,merupakan komitmen nasional dan merupakan penyebab utama kematian dan kesakitan.,terukur,dan dilakukan terus menerus. Menkes RI Kebijakan Dasar Pusat Kesehatan Masyarakat, Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 128/Menkes/SK/2004 Jakarta 2004. Pemerintah menentukan SPM : secara jelas dan konkrit,sesederhana mungkin,tidak terlalu banyak dan mudah diukur serta untuk sebagai pedoman oleh setiap unit organisasi yang melaksanakan kewenangan daerah. Standar Pelayanan Minimal Promosi Kesehatan yang merupakan acuan Kabupaten Kota adalah Rumah Tangga Sehat (65%), ASI Eklusif (80%) Desa dengan program garam beryodium (90%) dan Posyandu Purnama (40%) . Pemerintah Kota Makassar telah menetapkan Standar Pelayanan Minimal bidang kesehatan berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 828/Menkes/SK/IX/2008 dengan harapan agar puskesmas sebagai Unit Pelaksana.
Tehnis (UPT) dari Dinas Kesehatan dapat meningkatkan kualitas program dan kegiatan tehnis agar dapat lebih terarah dan terpadu disamping juga pembenahan manajemen dan penyediaan pendanaan yang memadai dalam mendukung terlaksananya program kegiatan tersebut. Dinkes Kota Makassar 2009.
Berdasarkan pencapaian Program Pomosi Kesehatan di Dinas Kesehatan Kota Makassar pencapaian target program belum maksimal, karena Standar Pelayanan Maksinal (SPM) yang ditargetkan oleh Dinas Kesehatan Kota belum terpenuhi, Capaian tahun 2010 kegiatan kegiatan PHBS 40%, ASI Ekslusif 56 %, Desa dengan program garam beryodium 75% posyandu purnama 25%. Keberhasilan program promosi kesehatan tergantung dari kinerja petugas promosi kesehatan dalam melaksanakan peran dan fungsinya secara profesional. Selama ini petugas promosi kesehatan hanyalah sebatas penyuluh kesehatan yang bertugas memberikan informasi. Padahal seorang petugas promosi kesehatan bukan hanya memberikan informasi tetapi dapat berperan sebagai pendidik, penjaja (agen perubahan), pendamping, penasehat, dan melakukan advokasi.  Hubungan yang erat antara petugas pelayanan kesehatan dan masyarakat sangat penting dan harus merupakan proses dua arah. Petugas kesehatan harus tanggap terhadap kebutuhan masyarakat yang mereka layani.
Profesionalisme kinerja petugas Promosi kesehatan dipengaruhi oleh pendidikan dan pelatihan yang pernah diikuti yaitu untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan kemampuan dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawab. Pelatihan yang diterima selama ini hanya 1 (satu) kali, tetapi jarang dilakukan monitoring dan evaluasi program pelatihan yang mereka lakukan, sehingga memungkinkan kurangnya kemampuan petugas dalam mengaplikasikan program promosi kesehatan sebagaimana yang diharapkan. Kinerja suatu organisasi tidak hanya dipengaruhi oleh sumber daya manusia didalamnya, tetapi juga oleh sumber daya lainnya seperti dana, bahan, peralatan, teknologi, dan mekanisme kerja yang berlangsung dalam organisasi.
Banyak faktor yang mempengaruhi kinerja seorang petugas kesehatan dalam mencapai keberhasilan suatu program. Menurut Gibson ada 3 faktor yang berpengaruh terhadap kinerja seseorang antara lain : Faktor individu: kemampuan dan keterampilan ( intelektual dan fisik), pengalaman kerja, latar belakang keluarga, tingkat sosial ekonomi, dan demografi yaitu ; Umur, jenis kelamin, etnis ras, masa jabatan. Faktor psikologis: persepsi, peran, sikap, kepribadian, motivasi dan kepuasan kerja. Faktor organisasi : struktur organisasi, desain pekerjaan, kepemimpinan, sistem penghargaan (reward system).
Kendala yang dihadapi petugas penyuluhan kesehatan adalah masih terbatasnya sarana, prasarana dan kurangnya informasi kesehatan di daerah. Sehingga kegiatan penyuluhan kesehatan masyarakat Puskesmas seperti pameran, pemutaran film, penyuluhan melalui media tradisional dan kampanye tidak bias dilaksanakan secara optimal, sedangkan kegiatan lain yang sarana dan prasarana tersedia seperti penyuluhan kelompok, siaran keliling, pembuatan poster, penyuluhan melalui gedung bioskop, radio spot dan pemasangan sepandunk dapat dilaksanakan sesuai dengan program yang direncanakan.
Adanya penurunan strata pada beberapa Puskesmas, kemungkinan disebabkan masih adanya pola bekerja berdasarkan proyek dan kurangnya keterpaduan lintas program dimana setiap program bekerja secara sendiri-sendiri. Walaupun di dalam setiap program pelayanan kesehatan, pendidikan kesehatan masyarakat selalu berperan, sehingga hampir setiap petugas kesehatan, apapun fungsi dan tugasnya, terutama yang harus menangani langsung pelayanan kesehatan kepada masyarakat, harus merangkap juga sebagai pendidik atau penyuluhan kesehatan. Sehingga banyak petugas kesehatan masyarakat yang bekerja sekedarnya tanpa mengikuti prosedur yang ada (Budioro B, 2000). Hal ini memungkinkan disebabkan oleh karakteristik petugas PKM Puskesmas sendiri, sehingga hasilnya kurang optimal.
Salah satu solusi bagi petugas penyuluhan kesehatan, sebaiknya sebelum ke masyarakat seorang petugas kesehatan selain mendapatkan informasi tentang masalah-masalah kesehatan, perawatan, pencegahan dan penanggulangan dari petugas kesehatan, juga harus mandapatkan informasi tentang bagaimana penyuluhan itu dilakukan supaya informasi yang disampaikan dapat diterima oleh masyarakat.
Hasil pendahuluan yang dilakuakan peneliti memperlihatakan bahwa terdapat beberapa hal yang berhubungan dengan praktek petugas kesehatan dalam menjalankan tugasnya, yaitu tingkat pengetahuan, tingkat pendidikan serta sikap terhadap kegiatan penyuluhan, pengakuan dari pimpinan, hubungan antar rekan kurang harmonis karena belum selaras/terpadu dalam programnya karena masing-masing program masih bekerja sendiri-sendiri, kurangnya pelatihan petugas dalam penyuluhan serta kurangnya pengawasan pimpinan bagi peugas dalam melakukan kegiatan penyuluhan yang sering menyesuaikan kegiatan di masyarakat.
Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan di Puskesmas Mangasa Kecamatan Tamalate Kota Makassar di temukan masyarakat yang mengalami penyakita HIV/AIDS pada tahun 2013 sebanyak 2 orang, sedangkan pada tahun 2014 sebanyak 1orang dan tahun 2015 belum ditemukan masyarakat yang mengalmi penyakit HIV/AIDS.
Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “ Peran Petugas Penyuluhan Terhadap Pengendalian Penyakit HIV/AIDS di Puskesmas Mangasa Kota Makassar ”.
B.     Rumusan Masalah
1.      Apakah tingkat pengetahuan petugas penyuluhan berpengaruh terhadap pengendalian penyakit HIV/AIDS pada masyarakat di Puskesmas Mangasa Kota Makassar?
2.      Apakah tingkat pendidikan petugas penyuluhan berpengaruh terhadap pengendalian penyakit HIV/AIDS pada masyarakat di Puskesmas Mangasa Kota Makassar?
3.      Apakah pelatihan petugas penyuluhan berpengaruh terhadap pengendalian penyakit HIV/AIDS pada masyarakat di Puskesmas Mangasa Kota Makassar?
C.    Tujuan Penelitian
1.      Tujuan Umum
Untuk mengetahui peran petugas penyuluhan berpengaruh terhadap pengendalian penyakit HIV/AIDS pada masyarakat di Puskesmas Mangasa Kota Makassar
2.      Tujuan Khusus
a.       Untuk mengetahui tingkat pengetahuan petugas penyuluhan berpengaruh terhadap pengendalian penyakit HIV/AIDS pada masyarakat di Puskesmas Mangasa Kota Makassar.
b.      Untuk mengetahui tingkat pendidikan petugas penyuluhan berpengaruh terhadap pengendalian penyakit HIV/AIDS pada masyarakat di Puskesmas Mangasa Kota Makassar.
c.       Untuk mengetahui peran pelatihan petugas penyuluhan berpengaruh terhadap pengendalian penyakit HIV/AIDS pada masyarakat di Puskesmas Mangasa Kota Makassar.


D.    Manfaat Penelitian
1.      Sebagai bahan masukan data kinerja petugas penyuluhan terhadap pengendalian penyakit HIV/AIDS pada masyarakat di Puskesmas Mangasa Kota Makassar.
2.      Sebagai bahan masukan bagi perencana petugas kesehatan di Puskesmas Mangasa Kota Makassar.
3.      Sebagai bahan masukan bagi petugas penyuluhan kesehatan di Puskesmas untuk meningkatkan kinerja.
4.      Sebagai bahan masukan bagi masyarakat di Puskesmas Mangasa Kota Makassar tentang pengendalian penyakit HIV/AIDS.
5.      Sebagai referensi peneliti lain untuk dapat melakukan peneliti lebih lanjut.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

PENGARUH REKRUTMEN, SELEKSI DAN PENEMPATAN KERJA TERHADAP KINERJA TENAGA KEPENDIDIKAN (TENDIK) NON-PNS

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manajemen sumber daya manusia merupakan satu bidang manajemen yang khusus mempelajari hubunga...