Rabu, 03 Mei 2017

PERSEPSI MASYARAKAT TERHADAP HUTAN KEMASYARAKATAN DI DESA GUNUNG SILANU KECAMATAN BANGKALA KABUPATEN JENEPONTO



I.     PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
 Hutan merupakan sumberdaya alam yang tidak ternilai manfaatnya karena di dalamnya terdapat keanekaragaman hayati sebagai sumber plasma nutfah, sumber hasil hutan kayu dan non-kayu, pengatur tata air, pencegah banjir dan erosi serta kesuburan tanah, perlindungan alam hayati untuk kepentingan ilmu pengetahuan, kebudayaan dan rekreasi.
Pemanfaatan hutan dan perlindungan telah di atur dalam UUD 45, UU No. 5 tahun 1990, UU No. 23 tahun 1997, UU No. 41 tahun 1999, PP No 28 tahun 1985 dan beberapa keputusan Menteri Kehutanan serta beberapa keputusan Dirjen PHPA dan Dirjen Pengusahaan Hutan, namun gangguan terhadap  sumberdaya hutan terus berlangsung bahkan intensitasnya makin meeningkat. Kerusakan hutan tahun 2012 di Indonesia mencapai 300 ribu ha per tahun. Sedang kurun waktu 2006-2010 kerusakan hutan di Indonesia mencapai 2 juta ha per tahunnya.
Penurunan kondisi sumberdaya alam ini terutama karena terjadinya kerusakan hutan. Kerusakan hutan yang meliputi kebakaran hutan, penebangan liar dan merupakan salah satu bentuk gangguan yang makin sering terjadi. Dampak negatif  yang ditimbulkan oleh kerusakan hutan cukup besar mencakup kerusakan ekologis, menurunnya keanekaragaman hayati, merosotnya nilai ekonomi hutan dan produktivitas tanah serta  perubahan iklim mikro maupun global. Dimana kerusakan hutan disebabkan oleh adanya pengembalaan liar.
Hutan kemasyarakatan merupakan hutan rakyat yang dibangun di atas lahan milik Negara khususnya di atas kawasan hutan Negara. Dalam hal ini hak pengelolaan atas bidang kawasan ini diberikan kepada sekelompok warga masyarakat biasanya berbentuk kelompok tani hutan atau koperasi sebuah proses perubahan yang mengarah pada keterlibatan masyarakat yang lebih luas dalam pengelolaan hutan. Hutan kemasyarakatan tidak memiliki sistem atau definisi yang baku dan berkembang sesuai dengan kebutuhan, kondisi masyarakat dan sistem sosial ekonomi, serta kesepakatan diantara pihak-pihak yang terlibat.
Aktivitas masyarakat di dalam dan di sekitar Hutan Kemasyarakatan Desa Gunung Silanu Kecamatan Bangkala Kabupten Jeneponto adalah bersawah, berkebun, beternak, dan sebagian masyarakat melakukan kegiatan pemanfaatan hasil hutan kayu dan bukan kayu seperti kayu bakar.
Beberapa penelitian persepsi masyarakat terhadap hutan dan keberadaan serta persepsi masyarakat terhadap pengelolaan hutan, salah satu diantaranya adalah hasil penelitian oleh Awaluddin (1990), tentang Persepsi Masyarakat Terhadap Pengelolaan Hutan Lindung Di Kompleks Hutan Balang Pesoang, untuk mengetahui persepsi masyarakat terhadap pengelolaan hutan lindung. Dengn hasil penelitian bahwa tingkat pendidikan memiliki ikatan yang cukup erat dengan persepsi terhadap kegiatan pembangunan hutan lindung di Kompleks Hutan Balang Pesoang. Selain itu, penelitian tentang Studi Persepsi Masyarakat Terhadap Hutan Dan Keberadaan Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung di Kelurahan Balleangin, Kecamatan Balocci Kabupaten Pangkep oleh Salmunius Salle (2006) dengan hasil penelitian bahwa ada beberapa faktor yang mempengaruhi persepsi masyarakat terhadap hutan dan keberadaan Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung misalnya tingkat pendidikan, status sosial, dan luas lahan.
Oleh karena itu penulis tertarik untuk meneliti tentang Persepsi Masyarakat Terhadap Hutan Kemasyarakatan Di Desa Gunung Silanu Kecamatan Bangkala Kabupaten Jeneponto.
1.2. Rumusan Masalah
Rumusan masalah pada penelitian ini adalah bagaimana Persepsi Masyarakat Terhadap Hutan Kemasyarakatan di Desa Gunung Silanu Kecamatan Bangkala Kabupaten Jeneponto.
1.3. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui Persepsi Masyarakat Terhadap Hutan Kemasyarakatan di Desa Gunung Silanu Kecamatan Bangkala Kabupaten Jeneponto.
1.4. Kegunaan Penelitian
Hasil penelitian ini di harapkan dapat berguna sebagai berikut :
1.      Sebagai bahan pertimbangan dalam pengelolaan hutan kemasyarakatan  dimasa yang akan datang.
2.      Sebagai bahan informasi bagi peneliti selanjutnya.



II.       TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Persepsi
Menurut Ruch (1967), Persepsi adalah suatu proses tentang petunjuk-petunjuk inderawi (sensory) dan pengalaman masa lampau yang relevan diorganisasikan untuk memberikan kepada kita gambaran yang terstruktur dan bermakna pada suatu situasi tertentu.
Beberapa hal yang mempengaruhi persepsi adalah :
1.        Pelaku persepsi, bila seorang individu memandang pada suatu target dan mencoba menafsirkan apa yang dilihatnya, penafsiran itu sangat dipengaruhi oleh karakteristik-karakteristik pribadi dari pelaku persepsi, antara lain sikap, motif kebutuhan individu, suasana hati, pengalaman masa lalu, prestasi belajar sebelumnya dan pengharapan.
2.      Target yang akan diamati, karakteristiknya dapat mempengaruhi apa yang di persepsikan.
3.      Situasi yaitu unsur-unsur dalam lingkungan sekitar dapat mempengaruhi persepsi (Robins, 1996).
Menurut Saptorini (1989), persepsi adalah suatu proses mental yang rumit dan melibatkan berbagai kegiatan untuk menggolongkan stimulus yang masuk sehingga menghasilkan tanggapan untuk memahami stimulus tersebut. Persepsi dapat terbentuk setelah melalui berbagai kegiatan, yakni proses fisik (penginderaan), fisiologis (pengiriman hasil penginderaan ke otak melalui saraf sensoris) dan psikologis (ingatan, perhatian, pemrosesan informasi di otak). Sedangkan persepsi menurut Jalaluddin (1998), adalah pengalaman tentang objek, peristiwa, atau hubungan-hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan.
Melalui persepsi, seseorang terus menerus melakukan hubungan dengan lingkungan dan orang lain. Hubungan ini dilakukan lewat inderanya, yaitu indera penglihat, pendengar, peraba, perasa dan penciuman. Persepsi tiap-tiap individu tentang sesuatu akan berbeda-beda karena persepsi seseorang terhadap sesuatu akan mempengaruhi pikirannya. Persepsi akan memungkinkan manusia memberi penilaian terhadap suatu kondisi tertentu karena rangsangan (stimulus) yang diberikan. Penilaian seseorang mengenai rangsangan tersebut dilakukan melalui proses kognitif. Menurut Desmita (2009), “proses kognitif yaitu proses mental yang memugkinkan seseorang mengevaluasi, memaknai, dan menggunakan informasi yang diperoleh melalui inderanya”. Proses kognitif ini yang mengarahkan pola pikir dan reaksi-reaksi kognitif seseorang sehingga memberi perbedaan persepsi dari masing-masing individu.
Persepsi merupakan salah satu aspek kognitif manusia yang sangat penting. Hal ini memungkinkan manusia untuk mengetahui dan memahami dunia sekelilingnya. Persepsi diawali melalui sebuah penginderaan dari stimulus yang diterima seseorang, stimulus tersebut dilanjutkan sebagai sebuah proses persepsi untuk kemudian diinterpretasikan. Dengan persepsi, manusia dapat menangkap dan memaknai berbagai fenomena, informasi atau data yang senantiasa mengitarinya. Riset mengenai persepsi menunjukkan bahwa individu yang berbeda dapat melihat hal yang sama namun dapat memahaminya secara berbeda.
 Stephen P. Robbins (1999), yang menyatakan bahwa karakteristik sasaran yang diobservasi dapat mempengaruhi apa yang dipersepsikan. Persepsi dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor dari setiap individu. Sikap, kepribadian, motif, kepentingan pribadi, pengalaman masa lalu, harapan merupakan beberapa faktor dari individu yang bisa membentuk sekaligus membiaskan persepsi selain itu karakteristik dari sasaran yang diobservasi juga dapat menjadi faktor yang berpengaruh besar terhadap persepsi.
2.2. Masyarakat
 Masyarakat secara etimologi berasal dari bahasa Arab dengan akar kata syarakayang berarti ikut serta atau berperan serta. Sedangkan dalam bahasa Inggris di sebut juga dengan society yang berasal dari bahasa latin Socius yang berarti kawan. Nugraha dan Nututujo (2005), mendefenisikan masyarakat sebagai suatu kehidupan ummat manusia yang berintraksi sesuai dengan sistem adat tertentu yang sifatnya berkesinambungan dan terkait oleh satu rasa identitas bersama.
 Menurut Betrand dalam Wisadirana (2004),  masyarakat merupakan hasil dari suatu periode perubahan budaya dan akumulasi budaya. Jadi masyarakat bukan hanya  sekedar jumlah penduduk saja, melainkan sebagai suatu sistem yang dibentuk dari hubungan antara mereka, sehingga menampilkan suatu realita tertentu yang mempunyai cirri-ciri tersendiri. Dimana dari hubungan antara mereka ini terbentuk suatu kumpulan manusia yang kemudian menghasilkan suatu kebudayaan. Jadi masyarakat adalah sekumpulan orang yang hidup bersama dan menghasilkan suatu kebudayaan. Sekelompok orang yang mempunyai suatu kebudayaan yang sama atau setidaknya mempunyai sebuah kebudayaan bersama yang dapat dibedakan dari yang dipunyai oleh sekelompok lainnya dan yang tinggal disatu daerah wilayah tertentu mempunyai perasaan akan adanya persatuan diantara anggotanya dan menganggap diri mereka sebagai satu kesatuan yang berbeda dari lainnya.
Masyarakat sekitar hutan adalah masyarakat yang tinggal disekitar hutan baik yang memanfaatkan hasil hutan tersebut secara langsung maupun tidak langsung. Banyak sekali masyarakat Indonesia meskipun jumlahnya tidak diketahui secara pasti tinggal didalam atau dipinggir hutan yang hidupnya bergantung pada hutan. Pada pertengahan tahun 2000 Departemen Kehutanan menyebutkan bahwa 30 juta penduduk secara langsung mengandalkan hidupnya pada sektor kehutanan meskipun tingkat ketergantungannya tidak didefenisikan. Sebagian besar masyarakat hutan hidup dengan berbagai strategi ekonomi tradisional yakni menggabungkan perladangan dan berburu, seperti kayu dan hasil hutan lainnya (Hardjasoemantri, 1985).
            Masyarakat yang tinggal disekitar hutan sesungguhnya dapat menjadi pilar bagi terciptanya pengelolaan hutan secara lestari. Perilaku mereka merupakan perilaku yang paling kruisal dalam berinteraksi dengan hutan akan mengarah pada terciptanya pengeksploitasian dan pemanfaatan secara tidak bertanggung jawab yang berujuung pada kerusakan hutan yang pada akhirnya juga akan berdampak buruk terhadap kehidupan mereka sendiri.
          Berdasarkan pasal 69 dan 70 Undang-undang No 41 tahun 1999 tentang Kehutanan disebutkan bahwa masyarakat berkewajiban ikut serta dalam menjaga hutan dari gannguan perusakan, berperan aktif dalam rehabilitasi, turut berperan serta dalam pembangunan kehutanan dan pemerintah wajib mendorong peran serta masyarakat yang terkait langsung dengan berbagai upaya dalam rangka penyelamatan maupun pemanfaatan hutan dan lahan sehingga lestari dan berkesinambungan.
2.3. Persepsi Masyarakat
            Pengertian persepsi berasal dari bahasa Inggris perseption yang artinya persepsi, penglihatan, tanggapan yaitu proses seseorang menjadi sadar akan segala sesuatu dalam lingkungannya melalui indera-indera yang dimilikinya atau pengetahuan lingkungan yang diperoleh melalui data indera (Kartono & Gulo, 1987). Melalui persepsi individu dapat menyadari tentang keadaan diri individu yang bersangkutan.
Pakar organisai bernama Robbins (2001), mengungkapkan bahwa Persepsi dapat didefinisikan sebagai proses dengan individu-individu mengorganisasikan  dan menafsirkan kesan indera mereka agar memberi makna kepada lingkungan mereka. Persepsi meliputi juga kognisi (pengetahuan), yang mencakup penafsiran objek. Tanda orang dari sudut pengalaman yang bersangkutan (Gibson, 1986).
Persepsi masyarakat dapat disimpulkan sebagai tanggapan atau pengetahuan lingkungan dari kumpulan individu-individu yang saling bergaul dan berinteraksi karena mempunyai nilai-nilai, norma-norma, cara-cara dan prosedur merupakan kebutuhan bersama berupa suatu sistem adat istiadat tertentu yang bersifat kontiniu yang terikat oleh suatu identitas bersama yang diperoleh dari interprentasi data indera. 
Beberapa defenisi diatas secara umum, dibuat kesimpulan tentang persepsi adalah penafsiran berdasarkan data-data yang diperoleh dari lingkungan yang diserap oleh indera manusia sebagai pengambilan inisiatif dari proses komunikasi.
2.4. Hutan Kemasyarakatan
Hutan Kemasyarakatan (HKm) menjadi salah satu kebijakan yang dikeluarkan oleh Kementerian Kehutanan untuk menekan laju deforestasi di Indonesia dengan melibatkan masyarakat, di samping Hutan Desa dan Hutan Tanaman Rakyat. Banyak pihak memandang kebijakan ini sebagai pengakuan negara terhadap pengelolaan hutan oleh rakyat yang selama ini terabaikan, namun mampu menjaga kelestarian alam dan memberikan kesejahteraan bagi masyarakat. Bagi masyarakat, hutan tak hanya memiliki makna ekologis, tetapi juga sosial, budaya dan ekonomi.Selain mengulas tentang kerangka kebijakan dan prosedur perizinan Hutan Kemasyarakatan (HKm), Peran hutan kemasyarakatan dalam memperkuat hak kelola rakyat dan mengurangi konflik kehutanan serta tantangan dalam pelaksanaannya. Artikel ini diharapkan mampu menjadi jendela informasi bagi masyarakat sekitar hutan untuk memperoleh hak kelolanya dan sekaligus mendorong percepatan pencapaian target pengembangan Hutan Kemasyarakatan di Indonesia.


A.   Kerangka Kebijakan Hutan Kemasyarakatan (HKm)
Hutan Kemasyarakatan (HKm) adalah hutan negara yang pemanfaatan utamanya ditujukan untuk memberdayakan masyarakat di dalam dan sekitar kawasan hutan. Pemberdayaan masyarakat dilihat sebagai upaya meningkatkan kemampuan dan kemandirian masyarakat agar mereka mendapatkan manfaat sumberdaya hutan secara optimal dan adil melalui pengembangan kapasitas dan pemberian akses dalam rangka kesejahteraan masyarakat. HKm hanya diberlakukan di kawasan hutan lindung dan hutan produksi yang tidak dibebani hak atau izin dalam pemanfaatan hasil hutan dimana kawasan tersebut menjadi sumber mata pencaharian masyarakat setempat. Izin Usaha Pemanfaatan Pengelolaan HKm (IUPHKm) diberikan untuk jangka waktu 35 tahun dan diperpanjang sesuai dengan hasil evaluasi setiap 5 tahun. HKm diperuntukkan bagi masyarakat miskin yang tinggal di dalam dan sekitar kawasan hutan serta menggantungkan penghidupannya dari memanfaatkan sumberdaya hutan. Adapun kerangka kebijakan tentang aturan Hutan Kemasyarakatan adalah :
a.    Penetapan yang dilakukan oleh Pemerintah Pusat (Kementerian   Kehutanan).
b.    Perizinan yang di lakukan oleh pemerintah daerah Bupati, Walikota, atau Gubernur.
c.    Pengelolaan di lapangan yang dilakukan oleh kelompok masyarakat
d.   Pemegang Izin Usaha Pemanfaatan Hutan Kemasyarakatan.


B.  Prosedur Perizinan Dan Pengelolaan Hutan Kemasyarakatan (HKm)
Untuk melaksanakaan HKm ada empat tahapan perizinan yang dibutuhkan   yaitu :
a.    Permohonan Izin Usaha Pemanfaatan Hutan Kemasyarakatan (IUPHKm)
b.    Penetapan Area Kerja HKm
c.    Pemberian Izin Usaha Pemanfaatan Hutan Kemasyarakatan (IUPHKm)
d.   Pemberian Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu dalam HKm (IUPHHKHKm).
Hutan Kemasyarakatan diselenggarakan dengan berpedoman kepada tiga asas, yaitu:
a.       Manfaat dan lestari secara ekologi, ekonomi, sosial dan budaya,
  1. Musyawarah mufakat, dan
  2. Keadilan.
Selain itu, penyelenggaraan Hutan Kemasyarakatan juga berpedoman kepada prinsip-­prinsip berikut:
a.       Tidak mengubah status dan fungsi kawasan hutan,
  1. Pemanfaatan hasil hutan kayu hanya dilakukan dari kegiatan penanaman,
  2. Mempertimbangkan keanekaragaman hayati dan keanekaragaman budaya,
  3. Menumbuhkembangkan keanekaragaman komoditas dan jasa,
  4. Meningkatkan kesejahtaraan masyarakat yang berkelanjutan,
  5. Memerankan masyarakat sebagai pelaku utama,
  6. Adanya kepastian hukum,
  7. Transparansi dan akuntabilitas publik,
i.      Partisipatif dalam pengambilan keputusan.
C.  Hak Kelola Rakyat dan Penyelesaian Konflik pada Hutan Kemasyarakatan
Saat ini terdapat lebih 50 juta penduduk miskin Indonesia yang tinggal di dalam dan sekitar kawasan hutan yang menggantungkan penghidupannya akan sumberdaya hutan. Karenanya, kebijakan HKm selain bertujuan untuk pemberdayaan masyarakat juga untuk mengatasi masalah kemiskinan dengan membuka akses dan ruang kawasan hutan bagi masyarakat.
            Dengan keberadaan Hutan Kemasyarakatan, ada beberapa manfaat yang diperoleh bagi masyarakat, pemerintah dan terhadap fungsi hutan yaitu :
1.      Bagi masyarakat Hutan Kemasyarakatan
a.       Memberikan kepastian akses untuk turut mengelola kawasan hutan
b.      Mencari sumber mata pencarian
c.       Ketersediaan air yang dapat dimanfaatkan untuk rumah tangga dan pertanian terjaga
d.      Hubungan yang baik antara pemerintah dan pihak terkait lainnya.
2.      Bagi pemerintah Hutan Kemasyrakatan
a.       Sambungan tidak langsung dari masyarakat melalui rehabilitasi yang dilakukan secara swadaya dan swadana
b.      Kegiatan Hutan Kemasyarakatan berdampak kepada pengamanan hutan.
3.      Bagi fungsi hutan dan restorasi habitat Hutan Kemasyarakatan
a.       Mendorong terbentuknya keanekaragaman tanaman
b.      Terjaganya fungsi ekologis dan hidrologis, melalui pola tanam campuran dan teknis konservasi lahan yang diterapkan.
c.       Menjaga kekayaan flora dan fauna yang telah ada sebelumnya.
Selain itu, HKm diharapkan mampu mengubah paradigma pengelolaan hutan yang sentralistik, dan telah menimbulkan deforestasi, marginalisasi hak-­hak masyarakat, keterpinggiran budaya dan kemiskinan. Melalui HKm diharapkan perencanaan dan penetapan kawasan hutan dapat dilakukan dari bawah yaitu berdasarkan fakta lapangan yang memperhatikan keberadaan masyarakat yang hidup di dalam dan sekitar kawasan hutan.
Keberadaan HKm diharapkan mampu menyelesaikan konflik-­konflik kehutanan dengan memberikan akses dan hak mengelola terkait klaim masyarakat dalam penguasaan kawasan hutan. Dalam konteks tersebut, HKm diharapkan dapat menjamin keberlanjutan dan transformasi ekonomi dan budaya masyarakatdi dalam dan sekitar kawasan hutan yang membutuhkan pengakuan dan kepastian tenurial.
D.  Hutan Kemasyarakatan Gunung Silanu
Pola penggunaan lahan di Areal Kerja HKm Sumber Bahagia sangat bervariasi, mulai dari pemanfaatan lahan untuk keperluan kebun/tegalan, alang-alang/semak belukar dan hutan. Masyarakat yang berdiam di sekitar kawasan Areal Kerja HKm Sumber Bahagia yaitu masyarakat Dusun Bira-bira Desa Gunung Silanu yang memiliki ketergantungan yang tinggi pada kawasan ini. Hal ini disebabkan karena dari dulu, sebelum adanya penetapan sebagai hutan lindung,  orang tua  mereka sangat menggantungkan hidupnya pada areal ini. Sejak ditetapkan sebagai hutan lindung, masyarakat kehilangan areal kelola. Hal ini akan menjadi problem tersendiri dengan semakin bertambahnya jumlah penduduk. HKm Gunung Silanu mempunyai luas lahan sebesar 259 ha.
Secara geografis Kabupaten Jeneponto terletak antara 5°23'12’’ - 5°421'1,2’’ LS dan antara 119°29’12'' - 119°56’44,9'' BT. Kabupaten Jeneponto memiliki Luas wilayah sebesar 747,79 km².
Sedangkan Jika dilihat dari letak geografisnya Desa Gunung Silanu merupakan dataran tinggi yang dikelilingi gunung dengan luas wilayah 12,50 Km2. Desa Gunung Silanu dihuni oleh 801KK yang terdiri dari 3.176 jiwa dengan perbandingan laki-laki 1.458 jiwa sedangkan perempuan 1.728 jiwa (sesuai dengan hasil sensus 2007)  Menurut pembagian Administrasi kawasan Areal Kerja HKm Sumber Bahagia terletak di Dusun Bira-bira. Dusun Bira-bira  adalah Salah Satu Dusun yang terletak di Desa Gunung Silanu yang memiliki wilayah yang cukup terpencil yakni Dusun Bira-bira (Parangbenrong) yang belum bisa terjangkau kendaraan roda empat, khususnya pada musim hujan karena kondisi jalanan yang belum stabil, selain itu sarana dan jaringan komunikasi yang masih terbatas, wilayah tersebut berbatasan dengan: Sebelah utara berbatasan dengan Kabupaten Gowa, selatan dengan Dusun Parang Boddong, Sebelah Timur dengan Desa Gunung Silanu dan sebelah Barat berbatasan dengan Kec. Bangkala Barat.
Beberapa Kelompok Tani Hutan Kemasyarakatan Gunung Silanu berdasarkan Surat Keputusan Bupati Jeneponto adalah sebagai berikut :
1.    Kelompok Tani Sumber Bahagia Nomor/186 tahun 2010 Tentang Izin Usaha Pemanfaatan Hutan Kemasyarakatan ( IUPHKm) dengan luas lahan 55 hektar dan jumlah anggota 33 orang.
2.    Kelompok Tani Minasa Te’ne Pa’mai Nomor/187 tahun 2010 Tentang Izin Usaha Pemanfaatan Hutan Kemasyarakatan (IUPHKm) dengan luas lahan 84 hektar dan jumlah anggota 31 orang.
3.    Kelompok Tani Jihad Nomor/188 tahun 2010 Tentang Izin Usaha Pemanfaatan Hutan Kemasyarakatan (IUPHKm) dengan luas lahan 75 hektar dan jumlah anggota 30 orang.
4.    Kelompok Tani Abbulo Sibatang Nomor/189 tahun 2010 Tentang Izin Usaha Pemanfaatan Hutan Kemasyarakatan (IUPHKm) dengan luas lahan 45 hektar dan jumlah anggota 23 orang.











2.5.Kerangka Pikir
Berdasarkan uraian pada kerangka teoritis, melalui penelitian ini akan diungkapkan kondisi masyarakat di dalam dan sekitar Areal Hutan Kemasyarakatan Di Desa Gunung Silanu Kecamatan Bangkala Kabupaten Jeneponto. Untuk lebih jelasnya kerangka pikir penelitian ini dapat dilihat pada gambar 1.


 





















Gambar 1. Kerangka pikir Penelitian Persepsi Masyarakat Terhadap Hutan Kemasyarakatan
III.   METODE PENELITIAN
3.1. Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilaksanakan di Desa Gunung Silanu Kecamatan Bangkala Kabupaten Jeneponto.
Penelitian ini dilaksanakan dalam waktu kurang lebih 2 (dua) bulan, dimana penelitian awal dimulai dari bulan Mei-Juni 2015.
3.2. Objek dan Alat Penelitian
1.    Objek Penelitian
Objek di penelitian ini adalah masyarakat yang terlibat dalam PengelolaanHutan Kemasyarakatan di Desa Gunung Silanu Kecamatan Bangkala Kabupaten Jeneponto.
2.      Alat Penelitian
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
a.       Daftar pertanyaan ( Kuisioner ).
b.      Alat tulis untuk mencatat setiap informasi responden.
c.       Buku tally sheet, digunakan untuk rekapitulasi hasil data responden.
d.      Kamera (foto), untuk dokumentasi.
3.3.Teknik Penentuan Responden
Responden yang menjadi sasaran dalam penelitian ini adalahmasyarakat  yang terlibat langsung dalam pengelolaan kawasan hutan kemasyarakatan di Desa Gunung Silanu Kecamatan Bangkala Kabupaten Jeneponto dari 4 kelompok tani masing-masing anggota kelompok tani diambil sebanyak 10 orang sehingga jumlah responden sebanyak 40 orang.
3.4. Teknik Pengumpulan Data
Dalam hal ini teknik pengambilan data dilakukan dalam pengambilan data primer. Adapun cara pengambilan data sebagai berikut:
a.       Observasi adalah teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara mengadakan pengamatan secara langsung terhadap objek yang akan diteliti. Adapun objek yang diteliti adalah Masyarakat yang terlibat dalam pengelolaan hutan kemasyarakatan.
b.      Kuisioner, yaitu teknik pengumpulan data dengan cara menyusun daftar pertanyaan yang harus dijawab responden, disusun secara sistematis sehingga dapat berfungsi intervew schedule dalam penelitian.
3.5. Jenis Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi:
a.       Data primer dikumpulkan melalui wawancara masing-masing responden , yang meliputi: Data identitas responden, pengetahuan dasar Masyarakat tentang HKm, aspek ekonomi, sosial dan ekologi Terhadap Hutan Kemasyarakatan di Desa Gunung Silanu Kecamatan Bangkala Kabupaten Jeneponto.
b.      Data sekunder diperoleh dariKantor Desa Gunung Silanu, Kantor Kecamatan Bangkala dan Kantor Dinas Kehutanan Kabupaten Jeneponto.

3.6. Analisis Data
Proses analisis data dimulai dengan menelaah seluruh data yang diperoleh dengan kuesioner baik wawancara, maupun di isikan oleh masyarakat kemudian dideskripsikan dengan menghitung persentase jawaban yang diberikan responden.
Data yang dikumpulkan dari penelitian ini terutama data yang diperoleh dari rekapitulasi responden kemudian dianalisa secara deskriptif kuantitatif. Analisa data untuk menjawab pertanyaan adalah analisa pengukuran terhadap indicator pengamatan dengan menggunakan “Ratin Scale” atau skala nilai (Sangarimbun dan Effendi, 1999), dengan ketentuan
1.      Sangat sering : 3
2.      Sering : 2
3.      Tidak pernah :1
Jadi kategori adalah sebagai berikut:
1.         Tinggi: 2,34-3,00
2.         Sedang: 1,67-2,33
3.         Rendah: 1,00-1,66






3.7.Defenisi Operasional
Batasan-batasan operasional yang digunakan dalam penelitian ini mencakup beberapa istilah :
1.         Hutan Kemasyarakatan adalah hutan negara dengan sistem pengelolaan hutan yang bertujuan untuk memberdayakan masyarakat setempat tanpa mengganggu fungsi pokoknya.
2.         Persepsi adalah tanggapan masyarakat disekitar hutan kemasyarakatan (HKm) di Desa Gunung Silanu Kecamatan Bangkala Kabupaten Jeneponto. Di dalam penelitian ini yang dimaksud persepsi adalah tahap pelaksanaannya.
3.         Masyarakat adalah masyarakat yang terlibat langsung dalam kegiatan hutan kemasyarakatan (HKm)
4.         Respon adalah pendapat, tanggapan, pandangan dan penerimaan responden terhadap pengelolaan hutan kemasyarakatan berdasarkan pengalaman, pengetahuan, dan kemampuan berfikir.
5.         Responden adalah masyarakat yang berada didaerah kawasan Hutan Kemasyarakatan untuk dimintai keterangan dalam penelitian ini.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

PENGARUH REKRUTMEN, SELEKSI DAN PENEMPATAN KERJA TERHADAP KINERJA TENAGA KEPENDIDIKAN (TENDIK) NON-PNS

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manajemen sumber daya manusia merupakan satu bidang manajemen yang khusus mempelajari hubunga...