Senin, 01 Mei 2017

Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Keterampilan Perawat Dalam Penanganan Kegawatdaruratan Obstetri Di RSUD. Labuan Baji Kota Makassar



BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Undang-undang Nomor 32 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah telah menetapkan bidang kesehatan sebagai salah satu urusan wajib yang harus dilaksanakan oleh kotamadya/kabupaten. Penyelenggaraan urusan wajib oleh daerah merupakan perwujudan otonomi yang bertanggungjawab sebagai pengakuan hak dan kewenangan daerah dalam wujud tugas dan kewajiban yang harus dipikul. Rumahsakit sebagai suatu organisasi yang khusus memberikan pelayanan kesehatan pada masyarakat harus dilihat sebagai suatu institusi yang sangat fital demi kelangsungan hidup manusia. Penanganan kasus gawat darurat pada setiap rumahsakit khususnya obstetri sering menjadi sorotan public sebagai pengguna jasa pelayanan kesehatan yang sering merasa terabaikan dan tidak jarang berakhir pada kematian.
Kematian pada wanita hamil dan bersalin adalah masalah besar di Negara berkembang. Di Negara berkembang sekitar 25% - 50% kematian terjadi pada wanita usia subur. Kematian saat melahirkan biasanya menjadi faktor utama kematian waniata muda pada masa puncak produktivitasnya.
1
 
Angka kematian ibu merupakan tolak ukur untuk menilai keadaan pelayanan obstetri disuatu Negara. Bila AKI masih tinggi berarti pelayanan obstetri masih buruk, sehingga memerlukan perbaikan. System rujukan di Indonesia menjadikan rumah sakit (RS) yang memiliki berbagai fungsi pelayanan obstetri.
Berdasarkan laporan, Angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia tahun 1997 sebesar 334/100.000, tahun 2002 sebesar 307/100.000, tahun 2007 yaitu 228/100.000 kelahiran hidup semantara target rencana pembangunan jangka menengah nasional (RJMN) ada sebesar 226/100.000 dimulai dari tahun 2007 – 2009 dan untuk tahun 2009 – 2015 yang ditargetkan sebesar 102/100.000 kelahiran hidup. Angka ini merupakan tertinggi di kawasan Asia Tenggara. AKI yang masih tinggi menunjukkan bahwa kesehatan repsroduksi para ibu masih memprihatinkan (SDKI, 1994, 1997, 2002/2003, 2007, MDGs dan Bapenas).
World Health Organization (WHO) pada bulan November 1999, melaporkan hampir 600.000 ibu hamil dan bersalin meninggal setiap tahun diseluruh dunia. Peristiwa ini sebagian besar terjadi di Negara berkembang termasuk Indinesia.
Berdasarkan laporan, Angka Kematian Ibu (AKI) di Kota Makassar tahun 2010 angka kematian ibu 11, 6%, tahun 2011 sebesar 11, 48%, tahun 2012 sebesar 8,32%, tahun 2013 sebesar 16,27% dan tahun 2014 adalah 20, 33% sedangkan berdasarkan medical Record RSUD Labuang baji Makassar tahun 2006 angka kematian ibu 34/946 kelahiran hidup dan pada tahun 2007 angka kematian ibu telah menurun 30/1117 kelahiran hidup yang di sebabkan karna pedarahan post partum.
Di tinjau dari Hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT, 2001) diketahui bahwa komplikasi penyebab kematian ibu yang terbanyak adalah perdarahan, eklampsia, infeksi, partus lama dan komplikasi. Penyebab kematian ibu adalah adanya komplikasi obstetri yang sering muncul dan tidak dapat diperkirakan sebelumnya, sehingga tidak tertangani dengan baik dan tepat waktu.
Kematian dan kesakitan ibu sebenarnya dapat dikurangi atau dicegah dengan berbagai usaha perbaikan dalam bidang pelayanan kesehatan obstetri. Pelayanan kesehatan tersebut dinyatakan sebagai bagian integral dari pelayanan dasar yang terjangkau seluruh masyarakat. Kegagalan dalam penanganan kasus kedaruratan obstetri umumnya disebabkan oleh kegagalan mengenal resiko kehamilan, keterlambatan rujukan, kurangnya sarana yang memadai untuk perawatan ibu hamil dengan risiko tinggi maupun pengetahuan tenaga medis, paramedis dan penderita dalam mengenal kehamilan resiko tinggi, secara dini, masalah dalam pelayanan obstetri, maupun kondisi ekonomi. Penyebab utama tingginya angka kematian ibu ialah adanya 3 terlambat (3T) yaitu terlambat mencari pertolongan, terlambat mencapai tempat tujuan dan terlambat memperoleh penanganan yang tepat setelah tiba ditempat tujuan.
Pelayanan gawat darurat bertujuan menyelamatkan kehidupan penderita, sering dimanfaatkan hanya untuk memperoleh pelayanan pertolongan pertama dan bahkan pelayanan rawat jalan. Pelayanan gawat darurat terdiri dari; falsafah dan tujuan, administrasi dan pengelolaan, staf dan pimpinan, fasilitas dan peralatan, kebijakan dan prosedur, pengembangan staf dan program pendidikan, evaluasi dan pengendalian mutu.
Komplikasi kehamilan dan persalinan yang terjadi di berbagai negara berkembang menjadi penyebab utama kematian wanita pada usia reproduksi. Ini berarti Lebih dari satu wanita meninggal setiap menit dari penyebab komplikasi, atau ini berarti 585.000 wanita meninggal setiap tahun. Kurang dari satu persen kematian ini terjadi di negara maju, ini memperlihatkan bahwa wanita dapat menghindari kematian tersebut jika sumber daya dan jasa tersedia. Bertambahnya jumlah tenaga kesehatan yang melayani wanita hamil dan melahirkan ternyata belum menurunkan angka kematian ibu secara bermakna. Kenyataan ini menunjukkan bahwa penyelesaian masalah secara medis teknis bukan merupakan jaminan penyelesaian masalah tingginya mortalitas ibu. Ada faktor lain yang akan menyumbang keberhasilan intervensi medis yaitu dengan ditopang oleh cepatnya pengambilan keputusan ibu atau keluarga untuk mencari pertolongan. Tindakan ini sangat banyak dipengaruhi oleh sikap waspada ibu dan keadaan sosial ekonomi keluarga. Ibu yang telah diberi informasi bahwa kehamilan mungkin berisiko tinggi biasanya lebih waspada bila menghadapi permasalahan selama kehamilan. Sejauh ini informasi yang diberikan terbatas pada ibu dan bersifat umum sehingga kurang terkait dengan anggota keluarga lain. Pada keadaan kritis atau bahaya bukan hanya ibu yang berperan memutuskan untuk mencari pertolongan tetapi seluruh keluarga.
Kesadaran masyarakat akan tanda-tanda bahaya pada kehamilan merupakan upaya meminimalkan kegawat daruratan obstetri, namun banyak kepercayaan tradisional dan penundaan pengambilan keputusan untuk mencari perawatan pada fasilitas kesehatan yang masih dijalankan di masyarakat. Ketiadaan dana dan keterlambatan transportasi yang cepat untuk mencapai fasilitas kesehatan menjadi penyebab faktor kematian. Keterlambatan kegawatdaruratan obstetri lebih lanjut juga dapat disebabkan oleh tidak tersediannya kapasitas untuk melakukan perawatan obstetri di kalangan petugas medis. Kepercayaan tradisional yang dianut masyarakat tertentu akan mempengaruhi pengambilan keputusan oleh suami sebagai kepala keluarga atau orang yang memegang peranan penting di dalam keluarga. Akibatnya jika terjadi kasus kegawatdaruratan pada ibu hamil, melahirkan atau setelah melahirkan harus melibatkan beberapa pihak untuk berembuk. Hal ini akan mengakibatkan terjadinya keterlambatan di dalam pengambilan keputusan yang mengakibatkan kematian pada ibu.
Obstetri  merupakan kejadian kegawatdaruratan yang harus dengan cepat, cermat dan tepat untuk ditangani. Sesuai dengan KepMenKes 066/MENKES/SK/II/2006 tentang Pedoman Manajemen Kesehatan Sumber Daya Manusia (SDM) Dalam Penanggulangan Bencana; mengharuskan setiap pelayanan kesehatan memiliki perawat yang berkompeten dan terstandar di rumah sakit. Perawat adalah seorang professional yang mempunyai kemampuan, tanggung jawab dan kewenangan melaksanakan pelayanan asuhan keperawatan pada berbagai jenjang pelayanan keperawatan. Pemenuhan kepuasaan pasien selama di rumah sakit diperlukan tenaga kesehatan yang harus mempunyai pengetahuan, keterampilan yang tinggi serta mempunyai sikap professional dan dapat menunjang pembangunan kesehatan. Pelayanan yang diberikan akan berkualitas dan dapat memberikan kepuasaan pada pasien sebagai pelayanan maupun perawat sebagai pemberi pelayanan (Hamid, 2000).
Keterampilan adalah suatu kemampuan seseorang untuk bertindak setelah menerima pengalaman belajar tertentu dengan menggunakan anggota badan dan perlatan yang tersedia. Keterampilan merupakan kelanjutan dari hasil belajar kognitif dan afektif (Notoadmodjo, 1997).
Keterampilan perawat di pengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya pengetahuan, pengalaman, keinginan/motivasi, dan tingkat pendidikan. Perawat yang berkompeten disini adalah perawat yang menjunjung tinggi sifat profesionalisme. Syarat untuk menjadi seorang perawat yang profesional dapat dilihat dari tingkat pengetahuannya, karena pengetahuan merupakan dasar dan pedoman yang harus dikuasai oleh seorang perawat sebelum melakukan tindakan terhadap pasien.
Lindberg (1995) dalam Hamid (2000) menyatakan bahwa karakteristik keperawatan sebagai profesi antara lain memiliki pengetahuan yang melandasi keterampilan dan pelayanan serta pendidikan yang memenuhi standar. Pelayanan keperawatan yang professional haruslah dilandasi oleh ilmu pengetahuan dan pengalaman yang dimiliki oleh perawat tersebut. Mutu perawat antara lain juga ditentukan oleh pendidikan keperawatan (Hamid, 2000). Perawat dengan pendidikan yang cukup baik akan melakukan paraktik keperawatan yang efektif yang selanjutnya akan menghasilkan pelayanan kesehatan yang bermutu tinggi.
Pengetahuan merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk perilaku seseorang. Pengetahuan diperlukan sebagai dorongan pikir dalam menumbuhkan kepercayaan diri maupun dorongan sikap dan perilaku, sehingga dapat dikatakan bahwa pengetahuan merupakan stimulus terhadap tindakan seseorang. Di samping itu, perilaku yang dalam pembentukannya didasari oleh pengetahuan akan bersifat lebih langgeng (Notoatmodjo, 2003).
Tingkat pendidikan merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi pengetahuan seseorang. Permata (2002) menyatakan bahwa seseorang. Permata (2002) menyatakan bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang akan semakin baik pula tingkat pengetahuan yang dimiliki seseorang dan pengetahuan merupkan faktor yang sangat berpengaruh terhadap pengambilan suatu keputusan serta domain penting dalam melakukan tindakan. Faktor yang mempengaruhi tindakan keperawatan dalam hal ini adalah keterampilan perawat meliputi karakteristik perawat (usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan, lama kerja, status kerja) dan tingkat pengetahuan (Suliha et al, 2001). Faktor yang mempengaruhi pengetahuan adalah pendidikan, media, keterpaparan informasi, pengalaman dan lingkungan (Muliono et al, 2007).
Selain pengetahuan dan pendidikan keterampilan perawat dipengaruhi oleh pengalaman. Pengalaman akan memperkuat kemampuan dalam melakukan sebuah tindakan (keterampilan). Pengalaman ini membanguna seseorang perawat bias melakukan tindakan-tindakan yang telah diketahui pada langkah pertama.
Berdasarkan hasil kajian WHO-Direktorat Pelayanan Keperawatan (2000), menunjukkan bahwa 70,9% tenaga keperawatan dalam kurun waktu 3 tahun terakhir tidak pernah mengikuti pelatihan. Permasalahan yang sering dirasakan dalam pemberian pelayanan gawat darurat dan bencana adalah terbatasnya kemampuan tenaga kesehatan dalam penanganan kasus gawat darurat, sehingga waktu tanggap melebihi standar yang ditentukan. Perawat sebagai tenaga kesehatan dengan proporsi terbesar kurang lebih 40%, dan 67% nya bekerja di rumah sakit mempunyai kontribusi cukup besar terhadap keberhasilan penanganan kasus gawat darurat.
Penanganan yang dilakukan oleh perawat di Instalasi Gawat Darurat (IGD) merupakan tindakan yang bertujuan untuk menyelamatkan jiwa penderita dengan cepat, tepat dan benar. Penanganan yang dilakukan saat terjadi cedera kepala adalah menjaga jalan nafas penderita, mengontrol pendarahan dan mencegah syok, imobilisasi penderita, mencegah terjadinya komplikasi dan cedera sekunder. Setiap keadaan yang tidak normal dan membahayakan harus segera diberikan tindakan resusitasi pada saat itu juga (Hardi, (2008) cit Wahjoepramono, (2005)).
Bertolak dari hal diatas, jelas bahwa obstetri adalah insidensi yang sudah menelan banyak korban dengan berbagai prognosa bahkan diantaranya meninggal dunia. Ini semua tidak lepas dari peran perawat dalam melakukan penanganan kegawatdarurat obstetri itu sendiri dan dilandasi oleh pengetahuan perawat dalam penatalaksanaan keperawatan obstetri. Untuk itu perawat harus meningkatkan mutu, kualitas dan pengetahuannya. Karena tugas pokok perawat adalah merawat pasien untuk mempercepat penyembuhan pasien. Dalam hubungan dengan pencapaian keserasian dan kebahagiaan hidup bersama, sumber daya manusia yang berkualitas baik akan senantiasa berusaha untuk mencapai keberhasilan seoptimal mungkin dan meningkatkan produktivitasnya.
Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “ Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Keterampilan Perawat Dalam Penanganan Kegawatdaruratan Obstetri Di RSUD. Labuan Baji Kota Makassar ”.
B.     Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas permasalahan yang akan dirumuskan adalah sebagai berikut:
1.      Apakah tingkat pendidikan perawat berpengaruh terhadap penanganan kegawatdaruratn obstetri di RSUD Labuan Baji Kota Makassar?
2.      Apakah tingkat pengetahuan perawat berpengaruh terhadap penanganan kegawatdaruratn obstetri di RSUD Labuan Baji Kota Makassar?
3.      Apakah pengalaman perawat berpengaruh terhadap penanganan kegawatdaruratn obstetri di RSUD Labuan Baji Kota Makassar?


C.    Tujuan Penelitian
1.      Tujuan Umum
Untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan keteramiplan perawat/bidan dalam penanganan kegawatdaruratan obstetric di RSU Labuan Baji Kota Makassar.
2.      Tujuan Khusus
a.       Untuk mengetahui tingkat pendidikan perawat dalam penanganan kegawatdarutan obstetri yang berada di IGD RSU Labuang Baji Kota Makassar.
b.      Untuk mengetahui tingkat pengetahuan perawat dalam penanganan kegawatdarutan obstetri yang berada di IGD RSU Labuang Baji Kota Makassar.
c.       Untuk mengetahui pengalaman perawat dalam penanganan kegawatdarutan obstetri yang berada di IGD RSU Labuang Baji Kota Makassar.
D.    Manfaat Penelitian
Penyusunan karya tulis ilmiah diharapkan dapat memberikan manfaat, di antaranya :
1.      Bagi profesi
Karya tulis ilmiah ini dapat dijadikan sebagai bahan referensi dalam penanganan  keperawatan pada pasien kegawatdaruratan obstetric, sehingga dapat dilakukan tindakan yang segera untuk mengatasi masalah yang terjadi pada pasien dengan obstetri.
2.      Bagi pembaca
Memberikan pengertian, pengetahuan dan pengambilan keputusan yang tepat kepada pembaca. Khususnya dalam menyikapi dan mengatasi jika ada penderita obstetri.
3.      Bagi penulis
Diharapkan penulis dapat menambah pengetahuan dan pengalaman yang lebih mendalam dan upaya dalam memberikan asuhan keperawatan khususnya pada pasien kegawadaruratan obstetri.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

PENGARUH REKRUTMEN, SELEKSI DAN PENEMPATAN KERJA TERHADAP KINERJA TENAGA KEPENDIDIKAN (TENDIK) NON-PNS

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manajemen sumber daya manusia merupakan satu bidang manajemen yang khusus mempelajari hubunga...