BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Undang-undang
Nomor 32 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah telah menetapkan bidang
kesehatan sebagai salah satu urusan wajib yang harus dilaksanakan oleh
kotamadya/kabupaten. Penyelenggaraan urusan wajib oleh daerah merupakan
perwujudan otonomi yang bertanggungjawab sebagai pengakuan hak dan kewenangan
daerah dalam wujud tugas dan kewajiban yang harus dipikul. Rumahsakit sebagai suatu
organisasi yang khusus memberikan pelayanan kesehatan pada masyarakat harus
dilihat sebagai suatu institusi yang sangat fital demi kelangsungan hidup
manusia. Penanganan kasus gawat darurat pada setiap rumahsakit khususnya
obstetri sering menjadi sorotan public sebagai pengguna jasa pelayanan
kesehatan yang sering merasa terabaikan dan tidak jarang berakhir pada
kematian.
Kematian
pada wanita hamil dan bersalin adalah masalah besar di Negara berkembang. Di
Negara berkembang sekitar 25% - 50% kematian terjadi pada wanita usia subur.
Kematian saat melahirkan biasanya menjadi faktor utama kematian waniata muda
pada masa puncak produktivitasnya.
|
Berdasarkan
laporan, Angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia tahun 1997 sebesar 334/100.000,
tahun 2002 sebesar 307/100.000, tahun 2007 yaitu 228/100.000 kelahiran hidup
semantara target rencana pembangunan jangka menengah nasional (RJMN) ada
sebesar 226/100.000 dimulai dari tahun 2007 – 2009 dan untuk tahun 2009 – 2015
yang ditargetkan sebesar 102/100.000 kelahiran hidup. Angka ini merupakan
tertinggi di kawasan Asia Tenggara. AKI yang masih tinggi menunjukkan bahwa
kesehatan repsroduksi para ibu masih memprihatinkan (SDKI, 1994, 1997,
2002/2003, 2007, MDGs dan Bapenas).
World
Health Organization (WHO) pada bulan November 1999, melaporkan hampir 600.000
ibu hamil dan bersalin meninggal setiap tahun diseluruh dunia. Peristiwa ini
sebagian besar terjadi di Negara berkembang termasuk Indinesia.
Berdasarkan
laporan, Angka Kematian Ibu (AKI) di Kota Makassar tahun 2010 angka kematian
ibu 11, 6%, tahun 2011 sebesar 11, 48%, tahun 2012 sebesar 8,32%, tahun 2013
sebesar 16,27% dan tahun 2014 adalah 20, 33% sedangkan berdasarkan medical Record RSUD Labuang baji Makassar
tahun 2006 angka kematian ibu 34/946 kelahiran hidup dan pada tahun 2007 angka
kematian ibu telah menurun 30/1117 kelahiran hidup yang di sebabkan karna
pedarahan post partum.
Di tinjau dari Hasil Survei Kesehatan
Rumah Tangga (SKRT, 2001) diketahui bahwa komplikasi penyebab kematian ibu yang
terbanyak adalah perdarahan, eklampsia, infeksi, partus lama dan komplikasi.
Penyebab kematian ibu adalah adanya komplikasi obstetri yang sering muncul dan
tidak dapat diperkirakan sebelumnya, sehingga tidak tertangani dengan baik dan
tepat waktu.
Kematian
dan kesakitan ibu sebenarnya dapat dikurangi atau dicegah dengan berbagai usaha
perbaikan dalam bidang pelayanan kesehatan obstetri. Pelayanan kesehatan
tersebut dinyatakan sebagai bagian integral dari pelayanan dasar yang
terjangkau seluruh masyarakat. Kegagalan dalam penanganan kasus kedaruratan
obstetri umumnya disebabkan oleh kegagalan mengenal resiko kehamilan,
keterlambatan rujukan, kurangnya sarana yang memadai untuk perawatan ibu hamil dengan
risiko tinggi maupun pengetahuan tenaga medis, paramedis dan penderita dalam
mengenal kehamilan resiko tinggi, secara dini, masalah dalam pelayanan
obstetri, maupun kondisi ekonomi. Penyebab utama tingginya angka kematian ibu
ialah adanya 3 terlambat (3T) yaitu terlambat mencari pertolongan, terlambat
mencapai tempat tujuan dan terlambat memperoleh penanganan yang tepat setelah
tiba ditempat tujuan.
Pelayanan
gawat darurat bertujuan menyelamatkan kehidupan penderita, sering
dimanfaatkan hanya untuk memperoleh pelayanan pertolongan pertama dan bahkan
pelayanan rawat jalan. Pelayanan gawat darurat terdiri dari; falsafah dan
tujuan, administrasi dan pengelolaan, staf dan pimpinan, fasilitas dan
peralatan, kebijakan dan prosedur, pengembangan staf dan program pendidikan,
evaluasi dan pengendalian mutu.
Komplikasi
kehamilan dan persalinan yang terjadi di berbagai negara berkembang menjadi
penyebab utama kematian wanita
pada usia reproduksi. Ini berarti Lebih dari satu wanita meninggal setiap menit
dari penyebab komplikasi, atau ini
berarti 585.000 wanita meninggal setiap tahun. Kurang dari satu persen kematian
ini terjadi di negara maju, ini memperlihatkan
bahwa wanita dapat menghindari kematian tersebut jika sumber daya dan jasa
tersedia. Bertambahnya jumlah
tenaga kesehatan yang melayani wanita hamil dan melahirkan ternyata belum
menurunkan angka kematian ibu secara
bermakna. Kenyataan ini menunjukkan bahwa penyelesaian masalah secara medis
teknis bukan merupakan jaminan
penyelesaian masalah tingginya mortalitas ibu. Ada faktor lain yang akan
menyumbang keberhasilan intervensi medis
yaitu dengan ditopang oleh cepatnya pengambilan keputusan ibu atau keluarga
untuk mencari pertolongan. Tindakan
ini sangat banyak dipengaruhi oleh sikap waspada ibu dan keadaan sosial ekonomi
keluarga. Ibu yang telah diberi
informasi bahwa kehamilan mungkin berisiko tinggi biasanya lebih waspada bila
menghadapi permasalahan selama
kehamilan. Sejauh ini informasi yang diberikan terbatas pada ibu dan bersifat
umum sehingga kurang terkait dengan
anggota keluarga lain. Pada keadaan kritis atau bahaya bukan hanya ibu yang
berperan memutuskan untuk mencari
pertolongan tetapi seluruh keluarga.
Kesadaran
masyarakat akan tanda-tanda bahaya pada kehamilan merupakan upaya meminimalkan
kegawat daruratan obstetri, namun banyak kepercayaan tradisional dan penundaan
pengambilan keputusan untuk mencari perawatan pada fasilitas kesehatan yang
masih dijalankan di masyarakat. Ketiadaan dana dan keterlambatan transportasi
yang cepat untuk mencapai fasilitas kesehatan menjadi penyebab faktor kematian.
Keterlambatan kegawatdaruratan obstetri lebih lanjut juga dapat disebabkan oleh
tidak tersediannya kapasitas untuk melakukan perawatan obstetri di kalangan
petugas medis. Kepercayaan tradisional yang dianut masyarakat tertentu akan
mempengaruhi pengambilan keputusan oleh suami sebagai kepala keluarga atau
orang yang memegang peranan penting di dalam keluarga. Akibatnya jika terjadi
kasus kegawatdaruratan pada ibu hamil, melahirkan atau setelah melahirkan harus
melibatkan beberapa pihak untuk berembuk. Hal ini akan mengakibatkan terjadinya
keterlambatan di dalam pengambilan keputusan yang mengakibatkan kematian pada
ibu.
Obstetri merupakan kejadian kegawatdaruratan yang
harus dengan cepat,
cermat dan tepat untuk ditangani. Sesuai dengan KepMenKes
066/MENKES/SK/II/2006
tentang Pedoman Manajemen Kesehatan Sumber Daya Manusia (SDM) Dalam
Penanggulangan Bencana; mengharuskan setiap pelayanan kesehatan memiliki perawat
yang berkompeten dan terstandar di rumah sakit. Perawat adalah seorang professional yang
mempunyai kemampuan, tanggung jawab dan kewenangan melaksanakan pelayanan
asuhan keperawatan pada berbagai jenjang pelayanan keperawatan. Pemenuhan
kepuasaan pasien selama di rumah sakit diperlukan tenaga kesehatan yang harus
mempunyai pengetahuan, keterampilan yang tinggi serta mempunyai sikap
professional dan dapat menunjang pembangunan kesehatan. Pelayanan yang
diberikan akan berkualitas dan dapat memberikan kepuasaan pada pasien sebagai
pelayanan maupun perawat sebagai pemberi pelayanan (Hamid, 2000).
Keterampilan adalah suatu kemampuan
seseorang untuk bertindak setelah menerima pengalaman belajar tertentu dengan
menggunakan anggota badan dan perlatan yang tersedia. Keterampilan merupakan
kelanjutan dari hasil belajar kognitif dan afektif (Notoadmodjo, 1997).
Keterampilan perawat di pengaruhi
oleh beberapa faktor diantaranya pengetahuan, pengalaman, keinginan/motivasi,
dan tingkat pendidikan. Perawat yang berkompeten disini adalah perawat yang
menjunjung
tinggi sifat profesionalisme. Syarat untuk menjadi seorang
perawat
yang profesional dapat dilihat dari tingkat pengetahuannya, karena
pengetahuan
merupakan dasar dan pedoman yang harus dikuasai oleh seorang
perawat
sebelum melakukan tindakan terhadap pasien.
Lindberg (1995) dalam Hamid (2000)
menyatakan bahwa karakteristik keperawatan sebagai profesi antara lain memiliki
pengetahuan yang melandasi keterampilan dan pelayanan serta pendidikan yang
memenuhi standar. Pelayanan keperawatan yang professional haruslah dilandasi
oleh ilmu pengetahuan dan pengalaman yang dimiliki oleh perawat tersebut. Mutu
perawat antara lain juga ditentukan oleh pendidikan keperawatan (Hamid, 2000).
Perawat dengan pendidikan yang cukup baik akan melakukan paraktik keperawatan
yang efektif yang selanjutnya akan menghasilkan pelayanan kesehatan yang
bermutu tinggi.
Pengetahuan merupakan domain yang
sangat penting dalam membentuk perilaku seseorang. Pengetahuan diperlukan
sebagai dorongan pikir dalam menumbuhkan kepercayaan diri maupun dorongan sikap
dan perilaku, sehingga dapat dikatakan bahwa pengetahuan merupakan stimulus
terhadap tindakan seseorang. Di samping itu, perilaku yang dalam pembentukannya
didasari oleh pengetahuan akan bersifat lebih langgeng (Notoatmodjo, 2003).
Tingkat
pendidikan merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi pengetahuan
seseorang. Permata (2002) menyatakan bahwa seseorang. Permata (2002) menyatakan
bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang akan semakin baik pula
tingkat pengetahuan yang dimiliki seseorang dan pengetahuan merupkan faktor
yang sangat berpengaruh terhadap pengambilan suatu keputusan serta domain
penting dalam melakukan tindakan. Faktor yang mempengaruhi tindakan keperawatan
dalam hal ini adalah keterampilan perawat meliputi karakteristik perawat (usia,
jenis kelamin, tingkat pendidikan, lama kerja, status kerja) dan tingkat
pengetahuan (Suliha et al, 2001).
Faktor yang mempengaruhi pengetahuan adalah pendidikan, media, keterpaparan
informasi, pengalaman dan lingkungan (Muliono et al, 2007).
Selain
pengetahuan dan pendidikan keterampilan perawat dipengaruhi oleh pengalaman.
Pengalaman akan memperkuat kemampuan dalam melakukan sebuah tindakan
(keterampilan). Pengalaman ini membanguna seseorang perawat bias melakukan
tindakan-tindakan yang telah diketahui pada langkah pertama.
Berdasarkan hasil kajian
WHO-Direktorat Pelayanan Keperawatan (2000), menunjukkan bahwa 70,9% tenaga
keperawatan dalam kurun waktu 3 tahun terakhir tidak pernah mengikuti
pelatihan. Permasalahan yang sering dirasakan dalam pemberian pelayanan gawat
darurat dan bencana adalah terbatasnya kemampuan tenaga kesehatan dalam
penanganan kasus gawat darurat, sehingga waktu tanggap melebihi standar yang
ditentukan. Perawat sebagai tenaga kesehatan dengan proporsi terbesar kurang
lebih 40%, dan 67% nya bekerja di rumah sakit mempunyai kontribusi cukup besar
terhadap keberhasilan penanganan kasus gawat darurat.
Penanganan yang dilakukan oleh
perawat di Instalasi Gawat Darurat (IGD) merupakan tindakan yang bertujuan
untuk menyelamatkan jiwa penderita dengan cepat, tepat dan benar. Penanganan
yang dilakukan saat terjadi cedera kepala adalah menjaga jalan nafas penderita,
mengontrol pendarahan dan mencegah syok, imobilisasi penderita, mencegah
terjadinya komplikasi dan cedera sekunder. Setiap keadaan yang tidak normal dan
membahayakan harus segera diberikan tindakan resusitasi pada saat itu juga (Hardi,
(2008) cit Wahjoepramono, (2005)).
Bertolak dari hal diatas, jelas
bahwa obstetri adalah insidensi yang sudah menelan banyak korban dengan
berbagai prognosa bahkan diantaranya meninggal dunia. Ini semua tidak lepas
dari peran perawat dalam melakukan penanganan kegawatdarurat obstetri itu
sendiri dan dilandasi oleh pengetahuan perawat dalam penatalaksanaan
keperawatan obstetri. Untuk itu perawat harus meningkatkan mutu, kualitas dan
pengetahuannya. Karena tugas pokok perawat adalah merawat pasien untuk
mempercepat penyembuhan pasien. Dalam hubungan dengan pencapaian keserasian dan
kebahagiaan hidup bersama, sumber daya manusia yang berkualitas baik akan
senantiasa berusaha untuk mencapai keberhasilan seoptimal mungkin dan
meningkatkan produktivitasnya.
Berdasarkan uraian di atas, maka
peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “ Faktor-Faktor Yang
Berhubungan Dengan Keterampilan Perawat Dalam Penanganan Kegawatdaruratan
Obstetri Di RSUD. Labuan Baji Kota Makassar ”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas
permasalahan yang akan dirumuskan adalah sebagai berikut:
1.
Apakah tingkat pendidikan perawat berpengaruh terhadap
penanganan kegawatdaruratn obstetri di RSUD Labuan Baji Kota Makassar?
2.
Apakah tingkat pengetahuan perawat berpengaruh terhadap
penanganan kegawatdaruratn obstetri di RSUD Labuan Baji Kota Makassar?
3.
Apakah pengalaman perawat berpengaruh terhadap penanganan
kegawatdaruratn obstetri di RSUD Labuan Baji Kota Makassar?
C. Tujuan Penelitian
1.
Tujuan Umum
Untuk mengetahui faktor-faktor yang
berhubungan keteramiplan perawat/bidan dalam penanganan kegawatdaruratan
obstetric di RSU Labuan Baji Kota Makassar.
2.
Tujuan Khusus
a.
Untuk mengetahui tingkat pendidikan perawat dalam penanganan
kegawatdarutan obstetri yang berada di IGD RSU Labuang Baji Kota Makassar.
b.
Untuk mengetahui tingkat pengetahuan perawat dalam
penanganan kegawatdarutan obstetri yang berada di IGD RSU Labuang Baji Kota
Makassar.
c.
Untuk mengetahui pengalaman perawat dalam penanganan
kegawatdarutan obstetri yang berada di IGD RSU Labuang Baji Kota Makassar.
D. Manfaat Penelitian
Penyusunan karya tulis ilmiah
diharapkan dapat memberikan manfaat, di antaranya :
1.
Bagi profesi
Karya tulis ilmiah ini dapat
dijadikan sebagai bahan referensi dalam penanganan keperawatan pada pasien kegawatdaruratan
obstetric, sehingga dapat dilakukan tindakan yang segera untuk mengatasi
masalah yang terjadi pada pasien dengan obstetri.
2.
Bagi pembaca
Memberikan pengertian, pengetahuan
dan pengambilan keputusan yang tepat kepada pembaca. Khususnya dalam menyikapi
dan mengatasi jika ada penderita obstetri.
3.
Bagi penulis
Diharapkan penulis dapat menambah
pengetahuan dan pengalaman yang lebih mendalam dan upaya dalam memberikan
asuhan keperawatan khususnya pada pasien kegawadaruratan obstetri.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar