PENGGUNAAN
VERBA TRANSITIF DALAM NOVEL BULAN
TENGGELAM DI LANGIT AMERIKA KARYA HANUM
SALSABIELA
RAIS DAN RANGGA ALMAHENDRA
Proposal
Diajukan untuk Memenuhi
Salah Satu Syarat guna Mengikuti Ujian Proposal Jurusan Pendidikan Bahasa dan
Sastra Indonesia S.1 Pada Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas
Muhammadiyah Makassar
Oleh:
Nasgito Candra Poneng
105330681211
PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
FAKULTAS
KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS
MUHAMMADIYAH MAKASSAR
2016
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Kata
sastra berasal dari bahasa sansekerta yang berarti tulisan atau bahasa yang
indah,
yakni hasil seni bahasa yang indah.
Yang
dimaksud dengan arti indah adalah yang menimbulkan senang orang melihat dan
mendengarnya. Selain menampilkan unsur keindahan, karya sastra juga cenderung
membuktikan memiliki unsur pengetahuan. Karya sastra lahir sebagai perpaduan
antara hasil renungan, pikiran, dan perasaan seorang pengarang. Keadaan karya sastra yang disajikan
seseorang pengarang ditengah-tengah masyarakat menjadi suatu yang sangat
diharapkan karena merupakan suatu cermin kehidupan yang memantulkan nilai-nilai
yang ada dalam masyarakat.
1
|
Dalam
kaitannya dengan penulisan novel, maka tentu tidak
akan terlepas dari kejelian menangkap
ide, pengawalan novel secara menarik, pemilihan sudut kisah yang cocok,
pemilihan dan pemberian
nama yang inspiratif, penyusunan pesan, pengakhiran novel, pemilihan judul yang
refrensentatif, totalitas cerita yang menarik, dan tentunya pengolahan bahasa
yang memikat, serta pemilihan gaya bahasa yang tepat (Rimang, 2011: 104).
Setiap karya sastra yang berbentuk prosa, bahasa memiliki peranan yang sangat
penting menggambarkan karakter dan alur cerita dalam suatu karya prosa.
Dengan
penggunaan bahasa yang benar dan menarik, maka dengan itu pembaca dapat dengan
mudah memahami maksud karakter dan alur cerita dari karya sastra tersebut. Apabila penggambaran suatu karakter melalui bahasa tidak selaras dengan sosok pelaku yang
ditampilkan akan mengurangi bobot ceritanya. Oleh karena itu, pemilihan bahasa dalam penggambaran karakter sang pelaku
atau tokoh haruslah menarik dan memikat pembacanya.
Kehadiran suatu karya novel tentu untuk dinikmati oleh pembaca. Untuk menikmati
karya sastra secara bersungguh-sungguh diperlukan seperangkat pengetahuan
penggunaan bahasa, tanpa pengetahuan yang cukup, penikmat karya sastra (daya
tarik) pun bersifat dangkal dan sepintas. Penikmat karya sastra dapat
dijumpai dalam aneka ragam, baik ragam bentuk, ragam isi,
maupun ragam bahasa. Oleh karena itu, pengetahuan tentang ragam karya sastra
ini akan membentuk penikmat dalam memahami sebuah karya dalam berbagai bentuk
dan variasinya. Dengan karya
sastra, seseorang dapat menambah
pengetahuanya tentang pola kebahasaan dan kehidupan manusia.
Pada
dasarnya, suatu karya sastra diteliti dan dikaji berdasarkan dua unsur yang mendasarinya.
Unsur tersebut meliputi unsur instrinsik
dan unsur ekstrinsik. Unsur ekstrinsik adalah unsur yang membangun karya sastra
dari luar, seperti masalah sosial, kejiwaan, pendidikan, sejarah, agama, dan
sebagainya, sedangkan unsur intrinsik adalah unsur yang membangun karya sastra
dari dalam, seperti tema, alur, penokohan, gaya bahasa, setting, dan sudut
pandang.
Namun
dalam hal ini, peneliti tidak mengkaji mengenai dua unsur tersebut, dikarenakan
sudah banyak peneliti sebelumnya yang mengkajinya. Dalam hal ini, peneliti
mengkaji lebih dalam lagi mengenai penguasaan struktur bahasa, kalimat, dan
kelas kata yang terdapat dalam prosa fiksi yaitu novel. Struktur bahasa tidak
terlepas dari bahasan mengenai kelas kata.
Munirah,
(2011:77) mengatakan bahwa kelas kata (jenis kata) adalah golongan kata dalam
satuan bahasa berdasarkan kategori bentuk, fungsi, dan makna dalam sistem
gramatikal. (Gorys
Keraf dalam Munirah, 2011: 77) dalam buku
Tata Bahasa Indonesia membagi kelas kata
bahasa Indonesia menjadi empat kelas: kata benda/nomina, kata kerja/verba, kata/adjektiva,
dan kata tugas. Dalam penelitian ini, peneliti akan menguraikan penggunaan
verba transitif yang terdapat dalam
novel.
Dalam menganalisis novel berdasarkan penggunaan verba transitif itu berarti menerangkan tiap kata
kerja, yang terdapat dalam
novel di setiap paragraf atau bahkan di
setiap kalimatnya.
Verba
merupakan hal terpenting serta berpengaruh terhadap unsur-unsur lainnya. Adapun
pemilihan verba dijadikan urutan pertama sebagai kajian didasari bahwa; (1) verba diberi ruang pertama dalam
proses kejadian kata bahasa Indonesia beberapa bentuk tidak dapat dijelaskan
bila tdak menempatkan verba sebagai dasar, (2) verba dijadikan urutan pertama
dalam kelas kata berdasarkan pada pengamatan atas perilaku bahasa pelaku bahasa
Indonesia. (Kridalaksana dalam Munirah, 2011:46).
Novel
Bulan Terbelah di Langit Amerika merupakan
karya Hanum Salsabiela Rais dan Rangga Almahendra. Kisah dalam novel ini
merupakan perpaduan antara berbagai dimensi gendre buku (drama, fakta, sejarah
dan ilmiah, traveling, spiritual,
serta fiksi).
Novel
Bulan Terbelah di Langit Amerika
adalah karya Hanum Salsabiela Rais dan suaminya
Rangga Almahendra yakni mengungkapkan banyak hal, tentang
bagaimana kebencian bangsa Eropa dan Amerika yang semakin menjadi pada
Islam pasca WTC 9/11, tentang beratnya perjuangan kaum
muslim sebagai minoritas di Amerika untuk tetap memegang teguh akidahnya,
berbagai hal janggal seputar tragedi WTC, pandangan para Founding
Fathers Amerika terhadap Islam, bahkan fakta sejarah penemuan Benua
Amerika.
Berdasarkan uraian di atas, maka penulis merasa tertarik untuk
melakukan penelitian mengenai penggunaan kelas kata,
khususnya verba transitif dalam novel Bulan
Terbelah di Langit
Amerika karya Hanum Salsabiela
Rais dan Rangga Almahendra.
Melihat
dari novel, yang saat ini ditayangkan melalui perfilman Indonesia, penulis juga tertarik untuk mengkaji novel Bulan Terbelah di Langit Amerika, karya
Hanum Salsabiela Rais dan Rangga Almahendra lebih dalam mengenai penggunaan
kelas kata, khususnya verba transitif dalam penulisan novel.
Menganalisis
penggunaan verba transitif, peneliti harus membaca novel secara
berulang-ulang. Dari kegiatan membaca novel
secara keseluruhan dan secara berulang-ulang itu, maka peneliti dapat
menemukan verba yang terkandung di dalamnya.
B.
Rumusan
Masalah
Berdasarkan
latar belakang yang dikemukakan, rumusan
masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana bentuk penggunaan verba
transitif dalam novel Bulan
Terbelah di Langit Amerika karya Hanum Salsabiela Rais dan Rangga
Almahendra?.
C.
Tujuan
Penelitian
Penelitian
ini bertujuan untuk mendeskripsikan bentuk verba transitif dalam novel Bulan Terbelah di Langit Amerika karya Hanum Salsabiela
Rais dan Rangga Almahendra.
D.
Manfaat
Penelitian
Berkaitan
dengan tujuan penelitian yang sudah diungkapkan, maka manfaat penelitian ini
dapat dinyatakan sebagai berikut:
1. Memberi
pengetahuan kepada pembaca tentang penggunaan verba, khususnya verba transitif;
2. Mendorong
minat pembaca untuk mendalami karya sastra;
3. Dapat
bermanfaat bagi penelitian sastra terutama dalam bidang pendidikan.
4. Sebagai
bahan pertimbangan bagi penelitian selanjutnya, khususnya dalam hal penggunaan
verba transitif.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR
A.
Kajian
Pustaka
Penelitian
yang baik dan berhasil bergantung pada teori
yang mendasarinya. Teori merupakan landasan suatu penelitian, oleh karena
itu, teori yang digunakan dalam penelitian ini tersebar
di berbagai pustaka yang erat kaitannya dengan masalah yang dibahas. Teori
penelitian ini berhubungan dengan verba yaitu verba transitif.
Sehubungan
dengan uraian di atas, maka aspek teoretis yang akan dipaparkan dalam kajian
pustaka adalah 1) penelitian
yang relevan, 2) hakikat sastra, 3) pengertian novel, 4) pengertian morfologi, 5) kaitan morfologi dengan ilmu
bahasa, 6)
morfem sebagai bentukan linguistik, 7)
kata, akar kata, dan kata dasar, 8)
kelas kata, dan
9)
pengertian verba.
1. Penelitian
yang Relevan
7
|
Sitti Madina (2011), dengan judul “Analisis
Kesalahan Penggunaan Verba dalam Karangan Siswa Kelas V SD Inpres Layang Tua 1
Kecamatan Bontoloa Kota Makassar” mengemukakan bahwa kesalahan penggunaan verba
dalam tulisan atau karangan juga disebabkan kurangnya pemahaman siswa terhadap
bentuk-bentuk verba, di antaranya verba dasar dan verba turunan. Oleh karena
itu perlu diadakan penelitian langsung dalam karangan atau tulisan siswa.
Beberapa penelitian di atas merupakan gambaran yang
diharapkan dapat mewujudkan obsesi penulis dalam melakukan penelitian.
Berdasarkan penelitian sebelumnya di atas, maka peneliti beranggapan bahwa
selama ini sudah banyak yang menganalisis novel dari berbagai aspek terutama
unsur intrinsik dan ekstrinsik, tetapi masih kurang yang menganalisis dari segi
kelas katanya, khususnya verba transitif. Oleh karena itu, penulis berinisiatif
melakukan penelitian dengan judul “Penggunaan Verba Transitif dalam Novel Bulan
Terbelah di Langit Amerika Karya
Hanum Salsabiela Rais dan Rangga Almahendra”.
2.
Hakikat
Sastra
Sastra merupakan bagian dari budaya dan kehidupan
kita sebagai manusia. Oleh karena itu, tidak heran jika masalah kekinian dan
keselaluan tidak hanya berlaku bagi sastra, tetapi juga dalam kehidupan
manusia. Ada hal atau peristiwa yang hanya sekali kita alami dalam kehidupan
ini, tetapi ada pula hal atau peristiwa yang selalu atau berulang-ulang kita
alami.
Sastra adalah pelukisan kehidupan dan pikiran
imajinatif kedalam bentuk dan struktur bahasa. Wilayah sastra meliputi kondisi
insani dan manusia, yaitu kehidupan dengan segala perasaan, pikiran dan
wawasannya. Perlu disadari bahwa pengalaman sastra berdimensi ganda, karena
melibatkan buku dan pembaca (dalam sastra tulis) atau pencerita dan penyimak
(dalam sastra lisan). (Tarigan, 2011: 3).
Menurut Wellek dan Warren (dalam Rimang, 2011: 1),
sastra adalah suatu kegiatan kreatif, sederetan karya seni. Selanjutnya, (Andre Lafever dalam Rimang, 2011: 2) berpendapat bahwa sastra
(termasuk fiksi) adalah deskripsi pengalaman kemanusiaan yang memiliki
dimensi individual dan sosial kemasyarakatan
sekaligus, oleh karena itu pengalaman dan pengetahuan kemanusiaan tidaklah sekedar
menghadirkan dan memotret begitu saja, melainkan secara substansial menyarankan
bagaimana proses kreasi aktif pengarang dalam mengekspresikan gagasan-gagasan
keindahannya. Melalui karya sastra, pengarang mengungkapkan gagasan tertentu
dalam karyanya berdasarkan lingkungan tertentu, budaya tertentu, pendidikan
tertentu dalam situasi tertentu yang mempengaruhi cara berpikirnya. Hasil
pengaruh itu merupakan faktor kurangnya pendidikan yang terdapat di kalangan
masyarakat menengah. Pentingnya
pendidikan tehadap seorang penulis dapat
meningkatkan mutu sastra yang ingin dicapai.
3.
Pengertian
Novel
Novel adalah
serita (narration) yang didalamnya ada pencerita, masalh yang diceritakan,
dimana, kapan dan dalam suasana apa masalah itu terjadi, siapa saja pelaku
ceritanya, dan bagaimana cerita itu disusun. Jadi, disana ada manusia (tokoh),
yang sedang berhadapan dengan sesuatu (tema), pada saat dan ditempat tertentu
(latar) dan bagaimana rangkaian peristiwa itu terjadi (alur). (Mahayana, 2015:91).
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, (2010:432) novel
adalah tulisan berupa karangan prosa yang panjang dan menceritakan seluruh
kisah. Selanjutnya, menurut (Aziz,
dkk 2011: 123), novel adalah karangan prosa yang panjang, yang mengandung satu
rangkaian cerita kehidupan seseorang dengan orang-orang sekelilingnya, dengan
menonjolkan watak, dan sifat setiap pelakunya.
Pendapat di atas dapat dijabarkan bahwa novel berisi
tentang cerita kehidupan tokoh yang diciptakan secara
fiktif, namun dinyatakan sebagai suatu yang nyata. Nyata yang dimaksudkan dalam
hal ini bukanlah hal yang merujuk pada fakta yang sebenarnya, melainkan nyata
dalam arti sebagai suatu kebenaran
yang
dapat diterima secara logis hubungan antara sesuatu peristiwa dengan peristiwa lain dalam cerita itu
sendiri, dan merupakan alat untuk memberikan informasi kepada peminat sastra.
Novel juga diartikan sebagai karangan prosa yang panjang mengandung rangkaian
cerita kehidupan seseorang dengan orang-orang disekelilingnya dengan
menonjolkan watak dan sifat setiap pelaku (Depdikbud, 1993: 694).
Berdasarkan uraian di atas maka dapat disimpulkan
bahwa novel merupakan cerita berbentuk prosa dalam ukuran luas yang menyajikan
lebih dari objek berdasarkan stuktur
tertentu. Dengan
demikian, novel sangat penting dipelajari dan dikaji untuk mendapatkan pengetahuan
tentang hal yang diungkapkan pengarang.
4.
Pengertian
Morfologi
Kata morfologi merupakan kata serapan dari bahasa
Inggris, morphology. Morf berarti „wujud‟ atau „ bentuk kongkret‟
atau susunan fonemis dari morfem. Logy (logos) berarti „ilmu‟. Morfologi
adalah ilmu bahasa yang mempelajari seluk beluk bentuk morfem (Kridalaksana
dalam Muliyono, 2013: 1). Batasan lain yang
tertuang
dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia berbunyi bahwa morfologi adalah cabang
linguistik tentang morfem dan
kombinasinya. Secara populer, morfologi dibatasi dengan cabang ilmu
bahasa yang mempelajari seluk-beluk bentuk kata.
Ketiga batasan di atas tidak ada yang dapat
disisihkan. Semuanya dapat diterima. Batasan yang pertama dan kedua berangkat
dari bentuk objek studi bahasa yang paling kecil, yakni morfem. Jika morfem itu
bekombinasi terjadilah kata
berimbuhan, kata berulang, dan kata majemuk. Batasan yang ketiga memberikan
penekanan terhadap frasa, seluk-beluk bentuk kata sebagai objek studi
morfologi.
Ungkapan seluk beluk bentuk kata dalam batasan yang
terakhir memiliki maksud
yang cukup luas, yakni mencakup bentuk kata, perubahan bentuk kata, serta
pengaruh perubahan tersebut terhadap jenis dan makna kata. Misalnya, pokok
kata baca. Pokok kata ini bisa berubah bentuk yang akan
berpengaruh terhadap jenis dan maksudnya. Pokok kata tersebut bisa berubah
menjadi bacaan, dibaca, terbaca, keterbacaan, membacakan, membaca-baca, lomba
baca, baca tulis, contoh kalimat “Hobinya membaca-baca berbagai media di
perpustakaan”. Contoh tersebut menunjukkan bahwa kata-kata dalam bahasa Indonesia
misalnya, pokok kata baca bisa berubah bentuk dengan arti yang
diperlukan pengguna bahasa.
5.
Kaitan
Morfologi dengan Ilmu Bahasa
Objek studi bahasa mencakup tiga hal yang pokok,
yakni fonologi, morfologi, dan sintaksis. Ketiga cabang studi bahasa tersebut
memiliki kaitan yang erat, bahkan yang satu dengan yang lainnya tidak bisa
dipisahkan dengan yang lainnya.
a. Keterkaitan
Fonologi dengan Morfologi
Fonologi
adalah bagian dari ilmu bahasa yang menyelidiki bunyi-bunyi bahasa secara umum
bagaimana bunyi bahasa itu dihasilkan oleh alat ucap manusia. Fonologi terbagi
atas dua bagian, yaitu fonetik dan fonemik.
1)
Fonetik
Fonetik adalah ilmu
yang mempelajari bunyi-bunyi bahasa dalam tuturan, serta mempelajari bagaimana
bunyi-bunyi bahasa itu dihasilkan oleh alat ucap manusia. Misalnya, bunyi /e/
dilafalkan [e] jika berada dalam suku kata terbuka seperti dalam se-rong, so-re, be-sok, dan dilafalkan [€] jika berada dalam suku kata
tertutup seperti dompet, loket, dan
tokek artinya, bunyi /e/ memiliki dua jenis alofon.
2) Fonemik
Fonemik adalah ilmu
yang mempelajari bunyi-bunyi bahasa yang berfungsi membedakan arti. Bunyi-bunyi
bahasa yang berfungsi membedakan arti kata disebut fonem. Dengan begitu fonemik
(phonemics) dapat diartikan penyelidikan
mengenai sistem fonem suatu bahasa. Misalnya, dalam bahasa Indonesia terdapat
fonem /k/ karena ada kata batu dan batuk. Perbedaan arti tersebut menunjukkan bahwa dalam
bahasa Indonesia ada fonem /k/ (Mulyono, 2013: 3).
Morfofonemik yaitu mempelajari perubahan-perubahan
fonem yang timbul sebagai akibat pertemuan morfem dengan morfem lain. Morfem
ber_ misalnya, terdiri dari tiga fonem, ialah /b, Ə, r/.
akibat pertemuan fonem itu dengan morfem ajar,
fonem /r/ berubah menjadi /l/, hingga pertemuan morfem ber_ dengan morfem ajar
menghasilkan kata belajar.
Demikianlah disini terjadi proses morfofonemik yang berupa perubahanfonem.
Ialah perubahan fonem /r/ pada ber_
menjadi /l/. (Ramlan, 1987:83).
Gejala
pergantian bunyi merupakan peristiwa fonologi, namun gejala tersebut terjadi
akibat peristiwa morfologi. Muncullah ilmu yang mempelajari perubahan-perubahan
bunyi akibat gabungan dua morfem atau lebih. Ilmu tersebut disebut morfofonemik
(mophofonemics).
Dalam
ilmu morfofonemik juga mengkaji kesalahan yang terdapat di dalamnya.
(Junus dan Fatimah 2009:
93), menguraikan kesalahan morfofonemik di antaranya: 1) morfofonemik
prefiks di-; 2) morfofonemik sufiks –kan; 3) morfofonemik sufiks –i; dan 4)
morfofonemik sufiks –an.
a)
Morfofonemik
prefiks di-
Prefiks di-digabung dengan dasar mana pun;
Prefiks di-tidak mengalami perubahan bentuk; dan dirangkaikan
dengan kata yang mengikutinya.
Contoh:
Salah Benar
di tulis _ditulis
di baca _dibaca
Prefiks di_ menyatakan pekerjaan, sedangkan preposisi atau kata
depan dimenunjukkan tempat. Preposisi
dipisahkan dengan kata yang mengikutinya. Contoh di sekolah, di atas, disana.
b) Morfofonemik sufiks –kan
Sufiks –kan tidak
mengalami perubahan jika ditambahkan pada dasar kata mana pun.
Contoh:
Salah Benar
tarikan _tarikkan
tembakan _tembakkan
kata bentukan
tarikan (tarik+ -an) dan sejenisnya juga benar jika yang dimaksud adalah kata bentukan
nomina, contoh tarikannya sangat kuat (menyatakan
nomina).
c) Morfofonemik sufiks –i
Seperti halnya dengan
sufiks –kan, sufiks
–i juga tidak mengalami perubahan
jika ditambahkan pada dasar kata. Kata dasar yang berakhir dengan fonem /i/
tidak dapat diikuti dengan sufiks –i.
Dengan demikian, tidak ada kata seperti memberii, mengisii, mencarii.
Contoh:
-jalan -jalani
-marah -marahi
d) Morfofonemik sufiks –an
Sufiks–an tidak mengalami perubahan bentuk
jika digabungkan dengan dasar kata mana pun. Jika fonem akhir suatu dasar
adalah /a/ maka dalam tulisan, fonem itu dijejerkan saja dengan sufiks –an.
Contoh:
-sama _bersamaan
-kata _perkataan
b. Keterkaitan
Morfologi dengan Sintaksis
Struktur
kalimat menentukan struktur kata atau bisa juga dikatakan sebaliknya, bahwa
struktur kalimat ditentukan oleh struktur kata. Karena erat kaitannya antara
ilmu tentang bentuk kata atau morfologi dan ilmu tentang kalimat atau sintaksis maka lahir istilah
morfosinttaksis (morphosyintax).
6.
Morfem
sebagai
Bentukan Linguistik
a. Morfem
Dalam pembahasan
tentang linguistik dikemukakan tentang unsur-unsur terkecil dari kalimat, pada hari ini anak-anak sekolah tidak
mengenakan pakaian seragam. Unsur
terkecil dari kalimat tersebut adalah
pada, hari, ini, anak reduplikasi (R), sekolah, tidak, kena, men, kan,
pakai, -an,
ragam, dan se. Unsur-unsur tersebut merupakan bentukan linguistik yang terkecil karena
tidak terdiri atas unsu-unsur yang lebih kecil lagi. Bentukan-bentukan yang terkecil
itulah disebut morfem.
Menurut Ramlan (1987:21) morfologi ialah bagian dari ilmu
bahasa yang membicarakan atau yang mempelajari seluk-beluk
bentuk kata serta pengaruh
perubahan-perubahan bentuk kata terhadap golongan dan arti kata, atau dengan
kata lain dapat dikatakan bahwa morfologi mempelajari seluk-beluk bentuk kata
serta fungsi perubahan-perubahan bentuk kata itu, baik fungsi gramatik maupun
fungsi semantik.
b. Morf
Morf
adalah wujud kongkret dari sebuah morfem. Dengan perkataan lain, morf adalah
struktur fonologis atau susunan fonem dari sebuah morfem. Wujud- i dalam warnai adalah morf. Afiks- i merupakan sebuah morfem. Begitu
pula wujud warna merupakan morf. Dengan begitu maka warna merupakan sebuah
morfem. Jadi bentukan warnai terdiri atas dua buah morf, yakni morf warna dan
morf –i .
c. Alomorf
Alomorf
adalah konsep dasar ketiga yang diperlukan untuk analisis morfologis. Dengan
perkataan lain alomorf adalah perwujudan kongkret (di dalam pertuturan) dari
sebuah morfem. Jadi, morfem tentu mempunyai alomorf entah satu, dua, atau tiga.
Sehubungan dengan alomorf me-, mem-, men-, meny-, meng-, dan menge- dari morf tersebut, melihat, merasa, membawa,
membantu, mendengar, menyanyi. Dengan
demikian dapat dikatakan bahwa morf adalah nama untuk semua bentuk yang belum
diketahui statusnya, sedangkan alomorf adalah nama untuk bentuk tersebut yang
sudah diketahui status morfemnya.
7.
Kata,
Akar Kata, dan Kata Dasar
a. Kata
Bentukan
terkecil kita, datang, pura-pura merupakan bentuk morfologis yang disebut morfem. Bentukan-bentukan
tersebut memiliki sifat bebas. Artinya, bentukan itu bisa hadir secara mandiri
dalam tuturan biasa. Bentukan bebas seperti itu termasuk kata yang terdiri atas
satu morfem. Demikian pula bentukan kata pelajaran, kemudian, terpelajar.
Bentukan-bentukan ini terdiri atas lebih dari satu morfem yang memiliki sifat
bebas. Maka bentukan-bentukan tersebut juga termasuk ke dalam kata. Jadi, kata
adalah bentuk morfologis, baik yang terdiri atas satu morfem atau lebih yang
memiliki sifat bebas.
b. Akar
Kata
Akar kata merupakan
istilah lingistik. Akar kata adalah istilah bentuk yang tidak dapat dianalisis
lebih lanjut, apakah dalam kaitannya dengan morfologi, derivasional maupun
morfologi infensional. Akar kata adalah bagian suatu bentuk kata yang tersisa
apabila semua afiks dibuang. Selanjutnya, akar kata merupakan bagian mendasar
yang selalu hadir dalam suatu leksem.
c. Kata
Dasar
Kata
dasar adalah semua kata (bentuk bebas) yang belum mengalami proses morfologi
baik afiksasi, reduplikasi, maupun komposisi. Kata-kata pohon,
benda,
kunci, bagus, dan duduk, merupakan kata dasar yang bisa juga disebut bentuk
dasr dari bentukan pohon-pohon,
terkunci, sebagus-bagusnya dan duduki; sementara itu morfem, dari, pada, belum, akan dll tidak tergolong kata dasar. Bentuk-bentuk
tersebut tergolong bentuk asal (Muliyono
2013: 13-15).
8.
Kelas
Kata
Kelas kata atau jenis kata adalah golongan kata
dalam satuan bahasa berdasarkan kategori bentuk, fungsi, dan makna dalam sistem
gramatikal. Untuk menyusun kalimat yang baik dan benar dengan berdasarkan polo-pola kalimat baku, pemakai harus
mengenal jenis kelas kata. Menurut
Gorys
keraf (dalam Munirah, 2011: 77) dalam bukunya
Tata Bahasa Indonesia membagi kelas kata bahasa Indonesia menjadi empat
kelas: kata benda, kata kerja, kata sifat, dan kata tugas.
Pada
penelitian ini dipaparkan enam jenis kata bahasa Indonesia yang terdiri
atas verba, adjektiva, nomina, pronomina, numeralia, dan preposisi.
a. Verba
atau kata kerja
Kata
kerja adalah semua kata yang menyatakan perbuatan atau tingkah laku. Contoh: ada, berada,
ialah, adalah, menjadi, merupakan, mandi, menari, berpikir,
mendengarkan, dll. Contoh dalam kalimat
baginya pertandingan itu merupakan
pertandingan yang terakhir.
(Muliyono, 2013: 19).
b. Adjektiva
atau kata sifat
Kata
sifat adalah kata yang menyatakan sifat atau keadaan sesuatu atau benda tertentu.
Contoh: bagus, besar, panjang, tipis, dll. (Muliyono 2013: 19).
Adjektiva
adalah kategori yang ditandai kemungkinannya untuk (1) bergabung dengan
partikel tidak, (2) mendampingi nomina, atau (3) didampingi partikel seperti
lebih, sangat, agak,(4) mempunyai ciri-ciri morfologis, dan (5) dibentuk
menjadi nomina dengan konfiks. (Munirah, 2011: 84)
c. Nomina
atau kata benda.
Kata
benda adalah semua kata yang menunjukkan benda atau sesuatu yang dibendakan.
Contoh: rumah, gedung, kursi, angin, sayur-mayur. Semua kata yang menduduki
fungsi subjek dan atau objek dalam
kalimat merupakan kata benda. (Muliyono 2013: 18).
d. Pronomina
atau kata ganti
Pronominal adalah kategori yang berfungsi untuk
menggantikan nomina, apa yang digantikannya itu disebut dengan antaseden yang ada didalam atau diluar
wacana (diluar bahasa). Sebagai pronomina kategori ini tidak bias berafiks,
tetapi beberapa di antaranya bisa direduplikasikan, yakni kami-kami, mereka-mereka. (Munira, 2011: 86).
e. Numeralia
atau kata bilangan
Kata
bilangan adalah semua kata yang menyatakan jumlah benda, jumlah kumpulan benda,
atau urutan tempat benda itu berada. Contoh
dua, tiga, seratus, beberapa, sedilkit. (Muliyono, 2013:19-20). Selanjutnya, (Munirah, 2011: 88) mengatakan bahwa
numeralia adalah kategori yang dapat (1)
mendampingi
nomina dalam konstruksi sintaksis, (2) mempunyai potensi untuk mendampingi
numeralia lain, (3) tidak dapat bergabung dengan tidak atau dengan sangat. Numeralia mewakili
bilangan yang terdapat dalam alam di luar bahasa.
f. Preposisi
atau kata depan
Kata
depan adalah semua kata yang merangkaikan kata-kata. Contoh: di, ke, kepada, daripada, tentang, dengan,
akan,sekeliling. Contoh kalimat
tiba di kita tujuan tengah malam
(Muliyono 2013: 21). Selanjutnya, (Munirah 2011: 88) mengatakan bahwa preposisi
adalah kategori yang terletak di depan kategori lain sehingga terbentuk frase
atau kelompok kata.
9.
Pengertian
Verba
Verba atau kata kerja adalah kata yang menyatakan
perbuatan atau pekerjaan (Aziz dkk, 2011: 16).
Kalimat dengan predikat verba ialah kalimat yang
predikatnya terdiri atas kata kerja, sedangkan kalimat dengan predikat tanverba ialah kalimat yang predikatnya bukan terdiri
atas kata kerja seperti kata benda, kata sifat, kata, bilangan, kata ganti atau kata
predikat berpreposisi (dalam tata bahasa tradisional disebut predikat kata
keterangan). Menurut Badudu, (dalam Junus dan Fatima 2009: 59).
Menurut Mulyono (2013:35), verba dapat didefenisikan berdasarkan tiga
ciri yakni ciri perilaku semantik, ciri perilaku
sintaksis, dan ciri perilaku
morfologis. Ciri perilaku semantik adalah bahwa verba itu memiliki makna inheren
perbuatan, makna keadaan, makna proses, dan makna perbuatan pasif.
Kata belajar,
berlari, menjawab, memberikan makna perbuatan. Kata terkunci, terbuka menyatakan makna inheren keadaan. Kata menghilang, menbesar, mendekat, menyatakan makna proses, sedangkan
kata-kata dibaca, dikejar, dilarikan
tergolong verba yang menyatakan makna perbuatan pasif. Ciri perilaku sintaksis adalah bahwa verba dapat dibatasi dengan
kata-kata yang bisa dinegatifkan dengan kata
tidak seperti tidak makan, tidak pergi.
Ciri ini bisa mengidentifikasikan perbedaan dengan
nomina yang dapat di- negatifkan
dengan kata bukan. Ciri perilaku morfologis
adalah bahwa verba itu jika berafiks, maka cenderung berafiks meN-,
ber-, di-, atau gabungan meN- i,
meN-kan, meN-per-i, dan ter-. seperti kata-kata di bawah ini, berbicara,
berguna, diduga, memungkiri, mempersatukan, tertangkap.
Verba
atau kata kerja (bahasa Latin: verbum, "kata") adalah kelas kata yang menyatakan suatu tindakan,
keberadaan, pengalaman, atau pengertian dinamis lainnya. Jenis kata ini biasanya menjadi predikat dalam suatu
frasa atau kalimat.Berdasarkan jenisnya
(perilaku sintaksisnya), verba (kata
kerja) diklasifikasikan menjadi dua yaitu verba inransitif dan verba
transitif.
a. Verba
Intransitif atau Kata Kerja Intransitif
Verba
intransitif adalah verba yang tidak berobjek atau verba
yang tidak memerlukan objek.Contoh: (1) tamu itu sudah datang. (2) karena sedihnya, ia menangis
tersedu-sedu, (3) suaminya tidak bekerja.Verba intransitif ini oleh (Junus, 2009: 59), diperkenalkan dengan nama verba taktransitif,
yang mengatakan bahwa verba taktransitif adalah verba yang sudah sempurna tanpa
objek.
Verba
intransitif ini oleh Alwi (1998:93) didefinisikan sebagai “verba yang tidak
memiliki nomina di belakangnya yang dapat berfungsi sebagai subjek dalam
kalimat pasif”. Definisi yang lebih
sederhana dikemukakan oleh Matthews (1997:85). Menurutnya, intransitif
merupakan satu kontruksi dimana verba hanya berhubungan dengan satu nomina atau
yang setara dengannya. (http:// wikipedia.org/wiki/bahasa,diakses 27 Februari 2016).
b. Verba
Transitif atau Kata Kerja Transitif
Menurut (Junus dan Fatimah, 2009: 59) dalam bukunya
“Pembentukan Kalimat Bahasa Indonesia” mengemukakan bahwa verba transitif adalah kata kerja yang membutuhkan objek.
Verba
transitif adalah verba yang membutuhkan objek atau pelengkap, seperti memukul
(bola). Secara etimologis Verhaar
telah menerangkan istilah verba transitif bahwa kata transitif berasal dari
bahasa Latin transitivus
yang berasal dari kata transitio yang
berarti “beralih‟, verba transitif berarti
verba yang beralih pada objeknya atau verba yang mempunyai kemungkinan
dirangkaikan dengan objek Verhaar (dalam http/wikipedia/bahasa, diakses 27 Februari 2016.)
Dengan
demikian, contoh kata verba “menulis”, contoh kalimat ‟Dea menulis
surat’ adalah verba transitif karena
diikuti oleh nomina yang dapat menduduki fungsi subjek dalam kalimat pasif dan
dapat diganti dengan klitiknya menjadi “Surat
ditulis oleh Dea‟. (http:// wikipedia.org/wiki/bahasa,diakses
27
Februari
2016).
Verba
transitif selalu diikuti oleh objek,
tanpa objek tampaknya kalimat belum lengkap. Misalnya kata “menembak” dalam
kalimat “teroris itu menembak polisi‟ kata ”polisi” adalah objek yang hadir
mengikuti verba, tanpa kehadiran objek tersebut verba tampaknya belum lengkap.
Berdasarkan verba yang memerlukan hadirnya objek, verba transitif dibagi atas beberapa
Jenis di antaranya:
1) Verba
Ekatransitif
Kalimat ekatransitif memiliki tiga unsur inti, yakni subjek,
predikat, dan objek. Jenis kalimat ini tidak berpelengkap. Dari segi
semantisnya, semua verba ekatransitif
memiliki makna dasar perbulatan (Junus dan Fatimah, 2009: 61).
Kata
kerja monotransitif/ ekatransitif adalah kata kerja yang menhendaki satu obyek (Mulyono, 2013:38). Misalnya:
membawa, membeli, mengairi dan mendinginkan, membajak, dan memasak. Contoh
dalam kalimat :
a) Darmo
akan membajak sawah
b) Dewi
sedang memasak nasi
c) Ibu
membeli sarung batik.
Dari contoh di atas dapat disimpulkan
bahwa kalimat ekatransitif memiliki tiga unsur inti, yakni subjek, predikat, dan objek.Jenis kalimat ini
tidak berpelengkap. Dari segi semantisnya,
semua verba ekatransitif memiliki makna dasar perbuatan.
2) Verba
Dwitransitif
Kata
dwitransitif adalah kata kerja
transitif yang menghendaki dua buah obyek, objek kedua tersebut adalah
pelengkap. Kata kerja transitif semacam ini disebut juga kata kerja transitif
ganda. Misalnya: membelikan, menuliskan, menulis, menganugerahkan,
menganugerahi, menghadiahkan, membawakan, mengirimi, menyerahi.
Contohnya dalam kalimat
:
a)
Dewi mencarikan saudaranya pekerjaan.
b) Ibu
akan membelikan Siti sarung batik.
c) Bapak
sedang mencarikan adik buku pelajaran.
Melihat
contoh di atas, dapat disimpulkan bahwa kalimat dwitransitif memiliki empat
unsur inti, yakni subjek, predikat, objek, dan pelengkap.
3) Verba
Semitransitif
Kalimat semitransitif memiliki tiga unsur inti yakni subjek,
predikat, dan pelengkap. Jenis kalimat ini tidk berobjek, tidak dapat di ubah
menjadi kalimat pasif. (Junus dan Fatima, 2009: 65).
Kata
kerja semitransitif adalah kata kerja yang kadang-kadang berobjek kadang-kadang
tidak berobjek dan semua verba aktif yang secara langsung berpelengkap
(Mulyono, 2013: 38-39). Contoh: (1) beliau sedang membaca
novel. dan (2) Martina berjualan
daging di pasar baru. Kalimat (1) merupakan kalimat dengan predikat verba
semitransitif yang kadang-kadang
berobjek dan kadang tidak berobjek. Kalimat (2) merupakan kalimat dengan
predikat berpelengkap secara langsung.
B.
Kerangka
Pikir
Karya
sastra terdiri atas tiga jenis yaitu puisi, prosa fiksi, dan drama. Prosa fiksi
dalam hal ini novel dapat diteliti dan dikaji berdasarkan kesastraan dan
kebahasaan. Kebahasaan dari segi morfologisnya adalah ilmu bahasa yang
mempelajari seluk-beluk morfem. Morfologi secara terperinci menguraikan tentang
kelas kata. Kelas kata merupakan golongan kata dalam satuan bahasa berdasarkan
kategori bentuk, fungsi, dan makna dalam sistem gramatikal. Untuk menyusun
kalimat yang baik dan benar, pemakai harus mengenal jenis kelas kata. Di
antaranya verba, adjektiva, nomina, pronomina, numeralia, dan preposisi.
Dalam
penelitian ini, penulis ingin meneliti dari
segi kelas kata yaitu verba (kata
kerja) dan yang menjadi objek dalam penelitian ini adalah novel Bulan Terbelah di Langit
Amerika karya
Hanum Salsabiela Rais dan Rangga Almahendra. Verba dari segi jenisnya terdiri
atas verba transitif dan verba intransitif. verba transitif akan penulis gunakan dalam
mengkaji novel. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada bagan di bawah ini:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar