Senin, 01 Mei 2017

PENGGUNAAN VERBA TRANSITIF DALAM NOVEL BULAN TENGGELAM DI LANGIT AMERIKA KARYA HANUM SALSABIELA RAIS DAN RANGGA ALMAHENDRA



PENGGUNAAN VERBA TRANSITIF DALAM NOVEL BULAN
TENGGELAM DI LANGIT AMERIKA KARYA HANUM
SALSABIELA RAIS DAN RANGGA ALMAHENDRA




Proposal

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat guna Mengikuti Ujian Proposal Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia S.1 Pada Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Makassar




Oleh:

Nasgito Candra Poneng
105330681211








PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
2016













BAB I

PENDAHULUAN

A.      Latar Belakang

Kata sastra berasal dari bahasa sansekerta yang berarti tulisan atau bahasa yang indah, yakni hasil seni bahasa yang indah. Yang dimaksud dengan arti indah adalah yang menimbulkan senang orang melihat dan mendengarnya. Selain menampilkan unsur keindahan, karya sastra juga cenderung membuktikan memiliki unsur pengetahuan. Karya sastra lahir sebagai perpaduan antara hasil renungan, pikiran, dan perasaan seorang pengarang. Keadaan karya sastra yang disajikan seseorang pengarang ditengah-tengah masyarakat menjadi suatu yang sangat diharapkan karena merupakan suatu cermin kehidupan yang memantulkan nilai-nilai yang ada dalam masyarakat.
1
Dunia kesusastraan tidak akan lepas dari karya sastra yang meliputi novel, cerpen,  puisi  dan naskah drama. Novel adalah salah satu bentuk sastra yang menggambarkan pengalaman dan keberadaan manusia dalam kehidupan ini. Melalui sebuah novel, pengarang dapat menyampaikan beberapa ide  melalui bahasa pengarangnya.  Berdasarkan karya sastra  dalam hal ini novel, kiranya tidak berlebihan apabila sastra digunakan sebagai alat pendidikan. Karya sastra, khususnya novel merupakan gejala komunikasi khas karya sastra yang mengimplimentasikan adanya pesan, nilai-nilai, dan wujud kongkret berupa paparan bahasa (Syamsuri dan Saeful, 2011: 55).
Dalam kaitannya dengan penulisan  novel, maka tentu tidak akan terlepas  dari kejelian menangkap ide, pengawalan novel secara menarik, pemilihan sudut kisah yang cocok, pemilihan dan pemberian nama yang inspiratif, penyusunan pesan, pengakhiran novel, pemilihan judul yang refrensentatif, totalitas cerita yang menarik, dan tentunya pengolahan bahasa yang memikat, serta pemilihan gaya bahasa yang tepat (Rimang, 2011: 104). Setiap karya sastra yang berbentuk prosa, bahasa memiliki peranan yang sangat penting menggambarkan karakter dan alur cerita dalam suatu karya prosa.
Dengan penggunaan bahasa yang benar dan menarik, maka dengan itu pembaca dapat dengan mudah memahami maksud karakter dan alur cerita dari karya sastra tersebut.  Apabila penggambaran suatu karakter  melalui bahasa  tidak selaras dengan sosok pelaku yang ditampilkan akan mengurangi bobot ceritanya. Oleh karena itu,  pemilihan bahasa dalam penggambaran karakter sang pelaku atau tokoh haruslah menarik dan memikat pembacanya.
Kehadiran suatu karya novel  tentu untuk dinikmati oleh pembaca. Untuk menikmati karya sastra secara bersungguh-sungguh diperlukan seperangkat pengetahuan penggunaan bahasa, tanpa pengetahuan yang cukup, penikmat karya sastra (daya tarik) pun bersifat dangkal dan sepintas. Penikmat karya sastra  dapat  dijumpai  dalam  aneka ragam, baik ragam bentuk, ragam isi, maupun ragam bahasa. Oleh karena itu, pengetahuan tentang ragam karya sastra ini akan membentuk penikmat dalam memahami sebuah karya dalam berbagai bentuk dan variasinya.  Dengan karya sastra,  seseorang dapat menambah pengetahuanya tentang pola kebahasaan dan kehidupan manusia.
Pada dasarnya, suatu karya sastra diteliti dan dikaji berdasarkan dua unsur yang mendasarinya. Unsur tersebut meliputi unsur instrinsik dan unsur ekstrinsik. Unsur ekstrinsik adalah unsur yang membangun karya sastra dari luar, seperti masalah sosial, kejiwaan, pendidikan, sejarah, agama, dan sebagainya, sedangkan unsur intrinsik adalah unsur yang membangun karya sastra dari dalam, seperti tema, alur, penokohan, gaya bahasa, setting, dan sudut pandang. 
Namun dalam hal ini, peneliti tidak mengkaji mengenai dua unsur tersebut, dikarenakan sudah banyak peneliti sebelumnya yang mengkajinya. Dalam hal ini, peneliti mengkaji lebih dalam lagi mengenai penguasaan struktur bahasa, kalimat, dan kelas kata yang terdapat dalam prosa fiksi yaitu novel. Struktur bahasa tidak terlepas dari bahasan mengenai kelas kata.
Munirah, (2011:77) mengatakan bahwa kelas kata (jenis kata) adalah golongan kata dalam satuan bahasa berdasarkan kategori bentuk, fungsi, dan makna dalam sistem gramatikal. (Gorys Keraf dalam Munirah, 2011: 77) dalam buku Tata Bahasa Indonesia  membagi kelas kata bahasa Indonesia menjadi empat kelas: kata benda/nomina, kata kerja/verba, kata/adjektiva, dan kata tugas. Dalam penelitian ini, peneliti akan menguraikan penggunaan verba transitif yang terdapat dalam novel. Dalam menganalisis novel berdasarkan penggunaan verba transitif  itu berarti menerangkan  tiap kata  kerja,  yang terdapat dalam novel  di setiap paragraf atau bahkan di setiap kalimatnya. 
Verba merupakan hal terpenting serta berpengaruh terhadap unsur-unsur lainnya. Adapun pemilihan verba dijadikan urutan pertama sebagai kajian didasari bahwa; (1) verba diberi ruang pertama dalam proses kejadian kata bahasa Indonesia beberapa bentuk tidak dapat dijelaskan bila tdak menempatkan verba sebagai dasar, (2) verba dijadikan urutan pertama dalam kelas kata berdasarkan pada pengamatan atas perilaku bahasa pelaku bahasa Indonesia. (Kridalaksana dalam Munirah, 2011:46).
Novel Bulan Terbelah di Langit Amerika merupakan karya Hanum Salsabiela Rais dan Rangga Almahendra. Kisah dalam novel ini merupakan perpaduan antara berbagai dimensi gendre buku (drama, fakta, sejarah dan ilmiah, traveling, spiritual, serta fiksi).
Novel Bulan Terbelah di Langit Amerika  adalah karya Hanum Salsabiela Rais dan suaminya Rangga Almahendra yakni mengungkapkan banyak hal, tentang bagaimana kebencian bangsa Eropa dan Amerika yang semakin menjadi pada Islam  pasca WTC 9/11, tentang beratnya perjuangan kaum muslim sebagai minoritas di Amerika untuk tetap memegang teguh akidahnya, berbagai hal janggal seputar tragedi WTC, pandangan para Founding Fathers Amerika terhadap Islam, bahkan fakta sejarah penemuan Benua Amerika.
Berdasarkan uraian di atas, maka penulis merasa tertarik untuk melakukan penelitian mengenai penggunaan kelas kata, khususnya verba transitif dalam novel Bulan Terbelah di Langit Amerika karya Hanum Salsabiela Rais dan Rangga Almahendra.
Melihat dari novel, yang saat ini ditayangkan melalui perfilman Indonesia, penulis juga tertarik untuk mengkaji novel Bulan Terbelah di Langit Amerika, karya Hanum Salsabiela Rais dan Rangga Almahendra lebih dalam mengenai penggunaan kelas kata, khususnya verba transitif dalam penulisan novel.
Menganalisis penggunaan verba transitif, peneliti harus membaca novel secara berulang-ulang.  Dari kegiatan membaca  novel  secara keseluruhan dan secara berulang-ulang itu, maka peneliti dapat menemukan verba yang terkandung di dalamnya.

B.       Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang dikemukakan,  rumusan masalah  dalam penelitian ini adalah  bagaimana bentuk penggunaan verba transitif dalam  novel  Bulan Terbelah di Langit Amerika  karya Hanum Salsabiela Rais dan Rangga Almahendra?.

C.      Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan  untuk mendeskripsikan bentuk verba transitif dalam  novel  Bulan Terbelah di Langit Amerika karya Hanum Salsabiela Rais dan Rangga Almahendra.

D.      Manfaat Penelitian
Berkaitan dengan tujuan penelitian yang sudah diungkapkan, maka manfaat penelitian ini dapat dinyatakan sebagai berikut:
1.    Memberi pengetahuan  kepada pembaca tentang  penggunaan verba, khususnya verba transitif;
2.    Mendorong minat pembaca untuk mendalami karya sastra;
3.    Dapat bermanfaat bagi penelitian sastra terutama dalam bidang             pendidikan.
4.    Sebagai bahan pertimbangan bagi penelitian selanjutnya, khususnya dalam hal penggunaan verba transitif.
















BAB II
KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR

A.    Kajian Pustaka
Penelitian yang baik dan berhasil bergantung pada teori yang mendasarinya. Teori merupakan landasan suatu penelitian, oleh karena itu,  teori  yang digunakan dalam penelitian ini tersebar di berbagai pustaka yang erat kaitannya dengan masalah yang dibahas. Teori penelitian ini berhubungan dengan verba yaitu verba transitif.
Sehubungan dengan uraian di atas, maka aspek teoretis yang akan dipaparkan dalam kajian pustaka adalah 1) penelitian yang relevan, 2) hakikat sastra, 3) pengertian novel, 4) pengertian morfologi, 5) kaitan morfologi dengan ilmu bahasa, 6) morfem sebagai bentukan linguistik, 7) kata, akar kata, dan kata dasar, 8) kelas kata, dan 9) pengertian verba.
1.      Penelitian yang Relevan
7
Ada beberapa peneliti sebelumnya yang mengkaji tentang novel. Seperti, Indra Setiadi (2013), dengan judul “Analisis Nilai Edukatif dalam Novel Cinta Suci Zahrana Karya Habiburrahman El Shirazhy” yang menyangkut nilai pendidikan agama, moral, dan motivasi. Penelitian ini adalah observasi tidak langsung atau bisa dikenal dengan teknik anlisiis novel Cinta Suci Zahrana karya Habiburrahman El Shirazy mengandung nilai-nilai kependidikan seperti: pendidikan agama, moral, dan motivasi. Masih banyak peneliti sebelumnya yang mengkaji tentang karya sastra prosa khususnya novel, dengan mengaitkan unsur intrinsik dan ekstrinsik.
Sitti Madina (2011), dengan judul “Analisis Kesalahan Penggunaan Verba dalam Karangan Siswa Kelas V SD Inpres Layang Tua 1 Kecamatan Bontoloa Kota Makassar” mengemukakan bahwa kesalahan penggunaan verba dalam tulisan atau karangan juga disebabkan kurangnya pemahaman siswa terhadap bentuk-bentuk verba, di antaranya verba dasar dan verba turunan. Oleh karena itu perlu diadakan penelitian langsung dalam karangan atau tulisan siswa.
Beberapa penelitian di atas merupakan gambaran yang diharapkan dapat mewujudkan obsesi penulis dalam melakukan penelitian. Berdasarkan penelitian sebelumnya di atas, maka peneliti beranggapan bahwa selama ini sudah banyak yang menganalisis novel dari berbagai aspek terutama unsur intrinsik dan ekstrinsik, tetapi masih kurang yang menganalisis dari segi kelas katanya, khususnya verba transitif. Oleh karena itu, penulis berinisiatif melakukan penelitian dengan judul “Penggunaan Verba Transitif dalam Novel Bulan Terbelah di Langit Amerika Karya Hanum Salsabiela Rais dan Rangga Almahendra”.

2.      Hakikat Sastra
Sastra merupakan bagian dari budaya dan kehidupan kita sebagai manusia. Oleh karena itu, tidak heran jika masalah kekinian dan keselaluan tidak hanya berlaku bagi sastra, tetapi juga dalam kehidupan manusia. Ada hal atau peristiwa yang hanya sekali kita alami dalam kehidupan ini, tetapi ada pula hal atau peristiwa yang selalu atau berulang-ulang kita alami.
Sastra adalah pelukisan kehidupan dan pikiran imajinatif kedalam bentuk dan struktur bahasa. Wilayah sastra meliputi kondisi insani dan manusia, yaitu kehidupan dengan segala perasaan, pikiran dan wawasannya. Perlu disadari bahwa pengalaman sastra berdimensi ganda, karena melibatkan buku dan pembaca (dalam sastra tulis) atau pencerita dan penyimak (dalam sastra lisan). (Tarigan, 2011: 3).
Menurut Wellek dan Warren (dalam Rimang, 2011: 1), sastra adalah suatu kegiatan kreatif, sederetan karya seni.  Selanjutnya, (Andre Lafever  dalam Rimang, 2011: 2) berpendapat  bahwa sastra  (termasuk fiksi)  adalah  deskripsi pengalaman kemanusiaan yang memiliki dimensi individual dan sosial kemasyarakatan sekaligus, oleh karena itu pengalaman dan pengetahuan kemanusiaan tidaklah sekedar menghadirkan dan memotret begitu saja, melainkan secara substansial menyarankan bagaimana proses kreasi aktif pengarang dalam mengekspresikan gagasan-gagasan keindahannya. Melalui karya sastra, pengarang mengungkapkan gagasan tertentu dalam karyanya berdasarkan lingkungan tertentu, budaya tertentu, pendidikan tertentu dalam situasi tertentu yang mempengaruhi cara berpikirnya. Hasil pengaruh itu merupakan faktor kurangnya pendidikan yang terdapat di kalangan masyarakat menengah. Pentingnya pendidikan tehadap seorang penulis  dapat meningkatkan mutu sastra yang ingin dicapai.
3.      Pengertian Novel
Novel adalah serita (narration) yang didalamnya ada pencerita, masalh yang diceritakan, dimana, kapan dan dalam suasana apa masalah itu terjadi, siapa saja pelaku ceritanya, dan bagaimana cerita itu disusun. Jadi, disana ada manusia (tokoh), yang sedang berhadapan dengan sesuatu (tema), pada saat dan ditempat tertentu (latar) dan bagaimana rangkaian peristiwa itu terjadi (alur). (Mahayana, 2015:91).
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, (2010:432) novel adalah tulisan berupa karangan prosa yang panjang dan menceritakan seluruh kisah. Selanjutnya, menurut (Aziz, dkk 2011: 123), novel adalah karangan prosa yang panjang, yang mengandung satu rangkaian cerita kehidupan seseorang dengan orang-orang sekelilingnya, dengan menonjolkan watak, dan sifat setiap pelakunya.
Pendapat di atas dapat dijabarkan bahwa novel berisi tentang cerita kehidupan tokoh  yang diciptakan secara fiktif, namun dinyatakan sebagai suatu yang nyata. Nyata yang dimaksudkan dalam hal ini bukanlah hal yang merujuk pada fakta yang sebenarnya, melainkan nyata dalam arti sebagai suatu kebenaran yang dapat diterima secara logis hubungan antara sesuatu peristiwa dengan peristiwa lain dalam cerita itu sendiri, dan merupakan alat untuk memberikan informasi kepada peminat sastra.
Novel juga diartikan sebagai karangan prosa yang panjang mengandung rangkaian cerita kehidupan seseorang dengan orang-orang disekelilingnya dengan menonjolkan watak dan sifat setiap pelaku (Depdikbud, 1993: 694).
Berdasarkan uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa novel merupakan cerita berbentuk prosa dalam ukuran luas yang menyajikan lebih dari objek  berdasarkan stuktur tertentu. Dengan demikian, novel sangat penting dipelajari dan dikaji untuk mendapatkan  pengetahuan  tentang hal yang diungkapkan pengarang.
4.      Pengertian Morfologi
Kata morfologi merupakan kata serapan dari bahasa Inggris, morphology. Morf berarti „wujud‟ atau „ bentuk kongkret‟ atau susunan fonemis dari morfem. Logy (logos) berarti „ilmu‟. Morfologi adalah ilmu bahasa yang mempelajari seluk beluk bentuk morfem (Kridalaksana dalam Muliyono, 2013: 1). Batasan lain yang tertuang dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia berbunyi bahwa morfologi adalah cabang linguistik tentang morfem dan  kombinasinya. Secara populer, morfologi dibatasi dengan cabang ilmu bahasa yang mempelajari seluk-beluk bentuk kata.
Ketiga batasan di atas tidak ada yang dapat disisihkan. Semuanya dapat diterima. Batasan yang pertama dan kedua berangkat dari bentuk objek studi bahasa yang paling kecil, yakni morfem. Jika morfem itu bekombinasi terjadilah kata berimbuhan, kata berulang, dan kata majemuk. Batasan yang ketiga memberikan penekanan terhadap frasa, seluk-beluk bentuk kata sebagai objek studi morfologi.
Ungkapan seluk beluk bentuk kata dalam batasan yang terakhir memiliki maksud yang cukup luas, yakni mencakup bentuk kata, perubahan bentuk kata, serta pengaruh perubahan tersebut terhadap jenis dan makna kata. Misalnya, pokok kata  baca.  Pokok kata ini bisa berubah bentuk yang akan berpengaruh terhadap jenis dan maksudnya. Pokok kata tersebut bisa berubah menjadi bacaan, dibaca, terbaca, keterbacaan, membacakan, membaca-baca, lomba baca, baca tulis, contoh kalimat “Hobinya membaca-baca berbagai media di perpustakaan”. Contoh tersebut menunjukkan bahwa kata-kata dalam bahasa Indonesia misalnya, pokok kata  baca  bisa berubah bentuk dengan arti yang diperlukan pengguna bahasa.
5.      Kaitan Morfologi dengan Ilmu Bahasa
Objek studi bahasa mencakup tiga hal yang pokok, yakni fonologi, morfologi, dan sintaksis. Ketiga cabang studi bahasa tersebut memiliki kaitan yang erat, bahkan yang satu dengan yang lainnya tidak bisa dipisahkan dengan yang lainnya.
a.       Keterkaitan Fonologi dengan Morfologi
Fonologi adalah bagian dari ilmu bahasa yang menyelidiki bunyi-bunyi bahasa secara umum bagaimana bunyi bahasa itu dihasilkan oleh alat ucap manusia. Fonologi terbagi atas dua bagian, yaitu fonetik dan fonemik.


1)      Fonetik
Fonetik adalah ilmu yang mempelajari bunyi-bunyi bahasa dalam tuturan, serta mempelajari bagaimana bunyi-bunyi bahasa itu dihasilkan oleh alat ucap manusia. Misalnya, bunyi /e/ dilafalkan [e] jika berada dalam suku kata terbuka seperti dalam  se-rong, so-re, be-sok,  dan dilafalkan [€] jika berada dalam suku kata tertutup seperti  dompet, loket,  dan  tokek  artinya, bunyi /e/ memiliki dua jenis alofon.
2)      Fonemik
Fonemik adalah ilmu yang mempelajari bunyi-bunyi bahasa yang berfungsi membedakan arti. Bunyi-bunyi bahasa yang berfungsi membedakan arti kata disebut fonem. Dengan begitu fonemik (phonemics)  dapat diartikan penyelidikan mengenai sistem fonem suatu bahasa. Misalnya, dalam bahasa Indonesia terdapat fonem /k/ karena ada kata batu dan batuk. Perbedaan arti tersebut menunjukkan bahwa dalam bahasa Indonesia ada fonem /k/ (Mulyono, 2013: 3).
Morfofonemik yaitu mempelajari perubahan-perubahan fonem yang timbul sebagai akibat pertemuan morfem dengan morfem lain. Morfem ber_ misalnya, terdiri dari tiga fonem, ialah /b, Ə, r/. akibat pertemuan fonem itu dengan morfem ajar, fonem /r/ berubah menjadi /l/, hingga pertemuan morfem ber_ dengan morfem ajar menghasilkan kata belajar. Demikianlah disini terjadi proses morfofonemik yang berupa perubahanfonem. Ialah perubahan fonem /r/ pada ber_ menjadi /l/. (Ramlan, 1987:83).
Gejala pergantian bunyi merupakan peristiwa fonologi, namun gejala tersebut terjadi akibat peristiwa morfologi. Muncullah ilmu yang mempelajari perubahan-perubahan bunyi akibat gabungan dua morfem atau lebih. Ilmu tersebut disebut morfofonemik (mophofonemics).
Dalam ilmu  morfofonemik  juga mengkaji kesalahan yang terdapat di dalamnya. (Junus dan Fatimah 2009: 93), menguraikan kesalahan morfofonemik di antaranya: 1) morfofonemik prefiks  di-; 2) morfofonemik sufiks  –kan; 3) morfofonemik sufiks –i; dan 4) morfofonemik sufiks –an.
a)      Morfofonemik prefiks di-
Prefiks  di-digabung dengan dasar mana pun; Prefiks  di-tidak mengalami perubahan bentuk; dan dirangkaikan dengan kata yang mengikutinya.
Contoh:
Salah           Benar
di tulis         _ditulis
di baca         _dibaca
Prefiks  di_ menyatakan pekerjaan, sedangkan preposisi atau kata depan dimenunjukkan tempat. Preposisi dipisahkan dengan kata yang mengikutinya. Contoh di sekolah, di atas, disana.
b)      Morfofonemik sufiks –kan
Sufiks –kan tidak mengalami perubahan jika ditambahkan pada dasar kata mana pun.
Contoh:
Salah         Benar
tarikan        _tarikkan
tembakan    _tembakkan
kata bentukan tarikan  (tarik+  -an) dan sejenisnya juga benar jika yang dimaksud adalah kata bentukan nomina, contoh  tarikannya sangat kuat (menyatakan nomina).
c)      Morfofonemik sufiks –i
Seperti halnya dengan sufiks  –kan,  sufiks  –i  juga tidak mengalami perubahan jika ditambahkan pada dasar kata. Kata dasar yang berakhir dengan fonem /i/ tidak dapat diikuti dengan sufiks  –i. Dengan demikian, tidak ada kata seperti memberii, mengisii, mencarii.
Contoh:
-jalan         -jalani
-marah       -marahi


d)     Morfofonemik sufiks –an
Sufiks–an tidak mengalami perubahan bentuk jika digabungkan dengan dasar kata mana pun. Jika fonem akhir suatu dasar adalah /a/ maka dalam tulisan, fonem itu dijejerkan saja dengan sufiks –an.
Contoh:
-sama         _bersamaan
-kata          _perkataan
b.      Keterkaitan Morfologi dengan Sintaksis
Struktur kalimat menentukan struktur kata atau bisa juga dikatakan sebaliknya, bahwa struktur kalimat ditentukan oleh struktur kata. Karena erat kaitannya antara ilmu tentang bentuk kata atau morfologi dan ilmu tentang kalimat  atau sintaksis maka lahir istilah morfosinttaksis (morphosyintax).
6.      Morfem sebagai Bentukan Linguistik
a.       Morfem
Dalam pembahasan tentang linguistik dikemukakan tentang unsur-unsur terkecil dari kalimat,  pada hari ini anak-anak sekolah tidak mengenakan pakaian seragam.  Unsur terkecil dari kalimat tersebut adalah  pada, hari, ini, anak reduplikasi (R), sekolah, tidak, kena, men, kan, pakai, -an, ragam, dan se. Unsur-unsur tersebut merupakan  bentukan linguistik yang terkecil karena tidak terdiri atas unsu-unsur yang lebih kecil lagi. Bentukan-bentukan yang terkecil itulah disebut morfem.
Menurut Ramlan (1987:21) morfologi ialah bagian dari ilmu bahasa yang membicarakan atau yang mempelajari seluk-beluk bentuk kata serta pengaruh perubahan-perubahan bentuk kata terhadap golongan dan arti kata, atau dengan kata lain dapat dikatakan bahwa morfologi mempelajari seluk-beluk bentuk kata serta fungsi perubahan-perubahan bentuk kata itu, baik fungsi gramatik maupun fungsi semantik.
b.      Morf
Morf adalah wujud kongkret dari sebuah morfem. Dengan perkataan lain, morf adalah struktur fonologis atau susunan fonem dari sebuah morfem. Wujud- i dalam warnai  adalah morf. Afiks- i merupakan sebuah morfem. Begitu pula wujud warna merupakan morf. Dengan begitu maka warna merupakan sebuah morfem. Jadi bentukan warnai terdiri atas dua buah morf, yakni morf warna dan morf –i .
c.       Alomorf 
Alomorf adalah konsep dasar ketiga yang diperlukan untuk analisis morfologis. Dengan perkataan lain alomorf adalah perwujudan kongkret (di dalam pertuturan) dari sebuah morfem. Jadi, morfem tentu mempunyai alomorf entah satu, dua, atau tiga. Sehubungan dengan alomorf me-, mem-, men-, meny-, meng-, dan menge-  dari morf tersebut, melihat, merasa, membawa, membantu, mendengar, menyanyi.  Dengan demikian dapat dikatakan bahwa morf adalah nama untuk semua bentuk yang belum diketahui statusnya, sedangkan alomorf adalah nama untuk bentuk tersebut yang sudah diketahui status morfemnya.
7.      Kata, Akar Kata, dan Kata Dasar
a.       Kata
Bentukan terkecil kita, datang, pura-pura merupakan bentuk morfologis yang disebut morfem. Bentukan-bentukan tersebut memiliki sifat bebas. Artinya, bentukan itu bisa hadir secara mandiri dalam tuturan biasa. Bentukan bebas seperti itu termasuk kata yang terdiri atas satu morfem. Demikian pula bentukan kata pelajaran, kemudian, terpelajar. Bentukan-bentukan ini terdiri atas lebih dari satu morfem yang memiliki sifat bebas. Maka bentukan-bentukan tersebut juga termasuk ke dalam kata. Jadi, kata adalah bentuk morfologis, baik yang terdiri atas satu morfem atau lebih yang memiliki sifat bebas.
b.      Akar Kata
Akar kata merupakan istilah lingistik. Akar kata adalah istilah bentuk yang tidak dapat dianalisis lebih lanjut, apakah dalam kaitannya dengan morfologi, derivasional maupun morfologi infensional. Akar kata adalah bagian suatu bentuk kata yang tersisa apabila semua afiks dibuang. Selanjutnya, akar kata merupakan bagian mendasar yang selalu hadir dalam suatu leksem.
c.       Kata Dasar
Kata dasar adalah semua kata (bentuk bebas) yang belum mengalami proses morfologi baik afiksasi, reduplikasi, maupun komposisi. Kata-kata   pohon, benda, kunci, bagus, dan duduk, merupakan kata dasar yang bisa juga disebut bentuk dasr dari bentukan  pohon-pohon, terkunci, sebagus-bagusnya  dan duduki;  sementara itu morfem,  dari, pada, belum, akan dll  tidak tergolong kata dasar. Bentuk-bentuk tersebut tergolong bentuk asal  (Muliyono 2013: 13-15).
8.      Kelas Kata
Kelas kata atau jenis kata adalah golongan kata dalam satuan bahasa berdasarkan kategori bentuk, fungsi, dan makna dalam sistem gramatikal. Untuk menyusun kalimat yang baik dan benar dengan berdasarkan  polo-pola kalimat baku, pemakai harus mengenal jenis kelas kata. Menurut Gorys keraf (dalam Munirah, 2011: 77) dalam bukunya  Tata Bahasa Indonesia membagi kelas kata bahasa Indonesia menjadi empat kelas: kata benda, kata kerja, kata sifat, dan kata tugas.
Pada  penelitian ini dipaparkan enam jenis kata bahasa Indonesia yang terdiri atas verba, adjektiva, nomina, pronomina, numeralia, dan preposisi.
a.       Verba atau kata kerja
Kata kerja adalah semua kata yang menyatakan perbuatan atau tingkah laku. Contoh:  ada, berada,  ialah, adalah, menjadi, merupakan, mandi, menari, berpikir, mendengarkan, dll. Contoh dalam kalimat  baginya pertandingan itu merupakan  pertandingan yang terakhir.  (Muliyono, 2013: 19).
b.      Adjektiva atau kata sifat
Kata sifat adalah kata yang menyatakan sifat atau keadaan sesuatu atau benda tertentu. Contoh: bagus, besar, panjang, tipis, dll. (Muliyono 2013: 19).
Adjektiva adalah kategori yang ditandai kemungkinannya untuk (1) bergabung dengan partikel tidak, (2) mendampingi nomina, atau (3) didampingi partikel  seperti  lebih, sangat, agak,(4) mempunyai ciri-ciri morfologis, dan (5) dibentuk menjadi nomina dengan konfiks. (Munirah, 2011: 84)
c.       Nomina atau kata benda.
Kata benda adalah semua kata yang menunjukkan benda atau sesuatu yang dibendakan. Contoh: rumah, gedung, kursi, angin, sayur-mayur. Semua kata yang menduduki fungsi  subjek dan atau objek dalam kalimat merupakan kata benda. (Muliyono 2013: 18).
d.      Pronomina atau kata ganti
Pronominal adalah kategori yang berfungsi untuk menggantikan nomina, apa yang digantikannya itu disebut dengan antaseden yang ada didalam atau diluar wacana (diluar bahasa). Sebagai pronomina kategori ini tidak bias berafiks, tetapi beberapa di antaranya bisa direduplikasikan, yakni kami-kami, mereka-mereka. (Munira, 2011: 86).
e.       Numeralia atau kata bilangan
Kata bilangan adalah semua kata yang menyatakan jumlah benda, jumlah kumpulan benda, atau urutan tempat benda itu berada. Contoh    dua, tiga, seratus, beberapa, sedilkit. (Muliyono, 2013:19-20). Selanjutnya, (Munirah, 2011: 88) mengatakan bahwa numeralia adalah kategori yang dapat (1) mendampingi nomina dalam konstruksi sintaksis, (2) mempunyai potensi untuk mendampingi numeralia lain, (3) tidak dapat bergabung dengan  tidak atau dengan sangat. Numeralia mewakili bilangan yang terdapat dalam alam di luar bahasa.
f.       Preposisi atau kata depan
Kata depan adalah semua kata yang merangkaikan kata-kata. Contoh:  di, ke, kepada, daripada, tentang, dengan, akan,sekeliling. Contoh kalimat  tiba  di kita tujuan tengah malam (Muliyono 2013: 21). Selanjutnya, (Munirah 2011: 88) mengatakan bahwa preposisi adalah kategori yang terletak di depan kategori lain sehingga terbentuk frase atau kelompok kata.
9.      Pengertian Verba
Verba atau kata kerja adalah kata yang menyatakan perbuatan atau pekerjaan (Aziz dkk, 2011: 16). 
Kalimat dengan predikat verba ialah kalimat yang predikatnya terdiri atas kata kerja, sedangkan kalimat dengan  predikat tanverba  ialah kalimat yang predikatnya bukan terdiri atas kata kerja seperti kata benda, kata sifat, kata, bilangan, kata ganti atau kata predikat berpreposisi (dalam tata bahasa tradisional disebut predikat kata keterangan). Menurut Badudu, (dalam Junus dan Fatima 2009: 59).
Menurut Mulyono (2013:35),  verba dapat didefenisikan berdasarkan tiga ciri yakni ciri perilaku  semantik,  ciri perilaku  sintaksis,  dan ciri perilaku morfologis.  Ciri perilaku semantik  adalah bahwa verba itu memiliki makna inheren perbuatan, makna keadaan, makna proses, dan makna perbuatan pasif.
Kata  belajar, berlari, menjawab, memberikan makna perbuatan. Kata  terkunci, terbuka  menyatakan makna inheren keadaan. Kata  menghilang, menbesar, mendekat,  menyatakan makna proses, sedangkan kata-kata  dibaca, dikejar, dilarikan tergolong verba yang menyatakan makna perbuatan pasif.  Ciri perilaku sintaksis  adalah bahwa verba dapat dibatasi dengan kata-kata yang bisa dinegatifkan dengan kata  tidak  seperti  tidak makan, tidak pergi.
Ciri ini bisa mengidentifikasikan perbedaan dengan nomina yang dapat di- negatifkan dengan kata bukan. Ciri perilaku morfologis  adalah bahwa verba itu jika berafiks, maka cenderung berafiks meN-, ber-, di-, atau gabungan meN-  i, meN-kan, meN-per-i, dan ter-. seperti kata-kata di bawah ini, berbicara, berguna, diduga, memungkiri, mempersatukan, tertangkap.
Verba  atau  kata kerja  (bahasa Latin:  verbum, "kata") adalah  kelas kata yang menyatakan suatu tindakan, keberadaan, pengalaman, atau pengertian dinamis lainnya. Jenis kata  ini biasanya menjadi predikat dalam suatu frasa atau kalimat.Berdasarkan  jenisnya (perilaku sintaksisnya),  verba (kata kerja) diklasifikasikan menjadi dua yaitu verba inransitif dan verba transitif.  
a.       Verba Intransitif atau Kata Kerja Intransitif
Verba intransitif  adalah verba yang tidak berobjek atau verba yang tidak memerlukan objek.Contoh: (1) tamu itu sudah  datang. (2) karena sedihnya, ia menangis tersedu-sedu, (3) suaminya tidak bekerja.Verba intransitif ini oleh (Junus, 2009: 59),  diperkenalkan dengan nama verba taktransitif, yang mengatakan bahwa verba taktransitif adalah verba yang sudah sempurna tanpa objek.
Verba intransitif ini oleh Alwi (1998:93)  didefinisikan sebagai “verba yang tidak memiliki nomina di belakangnya yang dapat berfungsi sebagai subjek dalam kalimat pasif”. Definisi  yang lebih sederhana dikemukakan oleh Matthews (1997:85). Menurutnya, intransitif merupakan satu kontruksi dimana verba hanya berhubungan dengan satu nomina atau yang setara dengannya. (http:// wikipedia.org/wiki/bahasa,diakses 27 Februari 2016).
b.      Verba Transitif atau Kata Kerja Transitif 
Menurut (Junus dan Fatimah, 2009: 59) dalam bukunya “Pembentukan Kalimat Bahasa Indonesia” mengemukakan bahwa verba transitif  adalah kata kerja yang membutuhkan objek.
Verba transitif  adalah verba  yang membutuhkan objek  atau pelengkap, seperti  memukul  (bola). Secara etimologis Verhaar telah menerangkan istilah verba transitif bahwa kata transitif berasal dari bahasa Latin transitivus yang berasal dari kata transitio yang berarti beralih‟, verba transitif  berarti verba yang beralih pada objeknya atau verba yang mempunyai kemungkinan dirangkaikan dengan objek Verhaar (dalam http/wikipedia/bahasa, diakses 27 Februari 2016.)
Dengan demikian, contoh kata verba menulis, contoh kalimat ‟Dea menulis surat’  adalah verba transitif karena diikuti oleh nomina yang dapat menduduki fungsi subjek dalam kalimat pasif dan dapat diganti dengan klitiknya menjadi “Surat  ditulis  oleh Dea‟. (http:// wikipedia.org/wiki/bahasa,diakses 27 Februari 2016).
Verba transitif   selalu diikuti oleh objek, tanpa objek tampaknya kalimat belum lengkap. Misalnya kata “menembak” dalam kalimat “teroris itu menembak polisi‟ kata ”polisi” adalah objek yang hadir mengikuti verba, tanpa kehadiran objek tersebut verba tampaknya belum lengkap. Berdasarkan verba yang memerlukan hadirnya objek, verba transitif dibagi  atas beberapa  Jenis  di antaranya:
1)      Verba Ekatransitif
Kalimat  ekatransitif  memiliki tiga unsur inti, yakni subjek, predikat, dan objek. Jenis kalimat ini tidak berpelengkap. Dari segi semantisnya, semua verba ekatransitif  memiliki makna dasar perbulatan   (Junus dan Fatimah, 2009: 61).
Kata kerja  monotransitif/ ekatransitif    adalah kata kerja yang menhendaki satu obyek (Mulyono, 2013:38). Misalnya: membawa, membeli, mengairi dan mendinginkan, membajak, dan memasak. Contoh dalam kalimat :
a)      Darmo akan membajak sawah
b)      Dewi sedang memasak nasi
c)      Ibu membeli sarung batik.
Dari contoh di atas dapat disimpulkan bahwa kalimat ekatransitif memiliki tiga unsur inti, yakni  subjek, predikat, dan objek.Jenis kalimat ini tidak berpelengkap.  Dari segi semantisnya, semua verba ekatransitif memiliki makna dasar perbuatan.
2)      Verba Dwitransitif
Kata dwitransitif  adalah kata kerja transitif yang menghendaki dua buah obyek, objek kedua tersebut adalah pelengkap. Kata kerja transitif semacam ini disebut juga kata kerja transitif ganda. Misalnya: membelikan, menuliskan, menulis, menganugerahkan, menganugerahi, menghadiahkan, membawakan, mengirimi, menyerahi.
Contohnya dalam kalimat :
a)      Dewi mencarikan saudaranya pekerjaan.
b)      Ibu akan membelikan Siti sarung batik.
c)      Bapak sedang mencarikan adik buku pelajaran.
Melihat contoh di atas, dapat disimpulkan bahwa kalimat dwitransitif memiliki empat unsur inti, yakni subjek, predikat, objek, dan pelengkap.
3)      Verba Semitransitif
Kalimat  semitransitif  memiliki tiga unsur inti yakni subjek, predikat, dan pelengkap. Jenis kalimat ini tidk berobjek, tidak dapat di ubah menjadi kalimat pasif. (Junus dan Fatima,  2009: 65).
Kata kerja semitransitif adalah kata kerja yang kadang-kadang berobjek kadang-kadang tidak berobjek dan semua verba aktif yang secara langsung berpelengkap (Mulyono, 2013: 38-39). Contoh: (1) beliau sedang  membaca  novel. dan (2) Martina  berjualan daging di pasar baru. Kalimat (1) merupakan kalimat dengan predikat verba semitransitif  yang kadang-kadang berobjek dan kadang tidak berobjek. Kalimat (2) merupakan kalimat dengan predikat berpelengkap secara langsung.

B.     Kerangka Pikir
Karya sastra terdiri atas tiga jenis yaitu puisi, prosa fiksi, dan drama. Prosa fiksi dalam hal ini novel dapat diteliti dan dikaji berdasarkan kesastraan dan kebahasaan. Kebahasaan dari segi morfologisnya adalah ilmu bahasa yang mempelajari seluk-beluk morfem. Morfologi secara terperinci menguraikan tentang kelas kata. Kelas kata merupakan golongan kata dalam satuan bahasa berdasarkan kategori bentuk, fungsi, dan makna dalam sistem gramatikal. Untuk menyusun kalimat yang baik dan benar, pemakai harus mengenal jenis kelas kata. Di antaranya verba, adjektiva, nomina, pronomina, numeralia, dan preposisi.
Dalam penelitian ini, penulis ingin meneliti dari  segi kelas kata  yaitu verba (kata kerja) dan yang menjadi objek dalam penelitian ini adalah  novel Bulan Terbelah di Langit Amerika karya Hanum Salsabiela Rais dan Rangga Almahendra. Verba dari segi jenisnya  terdiri  atas verba transitif dan verba intransitif.  verba transitif akan penulis gunakan dalam mengkaji novel. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada bagan di bawah ini:
















Tidak ada komentar:

Posting Komentar

PENGARUH REKRUTMEN, SELEKSI DAN PENEMPATAN KERJA TERHADAP KINERJA TENAGA KEPENDIDIKAN (TENDIK) NON-PNS

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manajemen sumber daya manusia merupakan satu bidang manajemen yang khusus mempelajari hubunga...