PERISTILAHAN
DALAM BAHASA INDONESIA
DI
SUSUN
O
L
E
H
Nasgito Candra
10533 6812 11
JURUSAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
2015
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Sejalan
dengan berkembangnya zaman perkembangan bahasa pun juga ikut berkembang dan
mengalami banyak perubahan. Seperti peristilahan yang merupakan hal
penting dalam sebuah bahasa.
Dalam
Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI, 2008), istilah bermakna : kata atau
gabungan kata yang dengan cermat mengungkapkan makna konsep, proses, keadaan,
atau sifat yang khas dalam bidang tertentu.
Di
samping kata istilah, ada pula kata turunan istiah yang lain, yaitu peristilahan yang bermakna perihal istilah dan semantik
peristilahan yang intinya hampir mirip dimana semantik juga membahas mengenai
makna atau arti sebuah kata.
Atas dasar itu tidak heran beberapa tahun terakhir ini di
Indonesia muncul berbagai kata
yang
memiliki banyak makna baru, meski demikian makna yang melekat terlebih dahulu
tidak serta merta hilang begitu saja. Perubahan makna suatu kata yang terjadi
terkadang hampir tidak disadari oleh pengguna bahasa itu sendiri. Untuk itu
perlu kita mengetahui dan memahami ilmu kebahasaan secara utuh.
B.
Rumusan Masalah
1.
Apakah yang dimaksud dengan istilah dan tata istilah?
2.
Bagaimana proses pembentukan istilah?
3.
Apakah yang dimaksud dengan aspek semantik?
4.
Apa saja yang ada di dalam aspek semantik peristilahan?
C.
Tujuan
1.
Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan
istilah dan tata istilah.
2.
Untuk mengetahui bagaimana proses
pembentukan istilah.
3.
mengetahui apa
yang dimaksud aspek semantik.
4.
mengetahui apa saja
yang ada dalam aspek semantik peristilahan.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Istilah dan Tata Istilah
Istilah
adalah kata atau gabungan kata yang dipakai sebagai nama atau lambang yang
dengan cermat mengungkapkan makna konsep, proses keadaan, atau sifat yang khas
dalam bidang ilmu pengetahuan, teknologi, dan atau seni. Tata istilah
(terminologi) adalah perangkat asas dan ketentuan pembentukan istilah serta
kumpulan istilah yang dihasilkannya. Istilah dikelompokan menjadi dua, yaitu :
1. Istilah Umum
Istilah umum adalah istilah yang
berasal dari bidang tertentu yang karena dipakai secara luas, menjadi unsur
kosakata umum.
2. Istilah Khusus
Istilah khusus adalah istilah yang
maknanya terbatas pada bidang tertentu saja.
Istilah memiliki makna yang tepat
dan cermat serta digunakan hanya untuk satu bidang tertentu, sedangkan nama
masih bersifat umum karena digunakan tidak lebih dan tidak dalam bidang
tertentu. Umpamanya kata telinga dan kupingsebagai
nama dianggap bersinonim, tampak dari kenyataan orang bisa mengatakan “kuping saya
sakit” yang sama saja dengan “telinga saya sakit” tetapi dalam
bidang kedokteran telinga dan kuping digunakan
sebagai acuan yang berbeda;telinga adalah alat pendengaran bagian
dalam sedangkan kuping adalah alat pendengaran bagian luar.
Demikian juga dengan kata lengan dan tangan,
keduanya bersinonim. Orang bisa mengatakan “dia jatuh, lengannya
patah” atau “dia jatuh,tangannya patah” dengan acuan yang sama.
Sedangkan dalam bidang kedokteran keduanya berbeda, lengan adalah
anggota tubuh dari bahu sampai pergelangan, dan tangan adalah
dari pergelangan sampai ke jari-jari. Di bawah ini akan dibahas mengenai proses
pembentukan istilah, berdasarkan enam poin penting.
B.
Proses Pembentukan Istilah
1.
Konsep Ilmu Pengetahuan dan
Peristilahannya
Upaya cendikiaan ilmuwan (scientist)
dan pandit (scholar) telah dan akan terus menghasilkan konsep ilmiah,
yang pengungkapannya dituangkan dalam perangkat peristilahan. Konsep ilmiah
yang sudah dihasilkan ilmuwan dan pandit Indonesia dengan sendirinya mempunyai
istilah yang mapan. Akan tetapi, sebagian besar konsep ilmu pengetahuan modern
yang dipelajari, digunakan, dan dikembangkan oleh pelaku ilmu pengetahuan dan
teknologi di Indonesia datang dari luar negeri dan sudah dilambangkan dengan
istilah bahasa asing. Di samping itu, ada kemungkinan bahwa kegiatan ilmuwan
dan pandit Indonesia akan mencetuskan konsep ilmu pengetahuan, teknologi, dan
seni yang sama sekali baru sehingga akan diperlukan penciptaan istilah baru.
2.
Bahan Baku Istilah Indonesia
Tidak ada satu bahasa pun yang sudah
memiliki kosakata yang lengkap dan tidak memerlukan ungkapan untuk gagasan,
temuan, atau rekacipta yang baru. Bahasa Inggris yang kini dianggap bahasa
Internasional utama, misalnya, pernah menyerap kata dan ungkapan dari bahasa
Yunani, Latin dan lain-lain, yang jumlahnya tiga perlima dari seluruh
kosakatanya. Sejalan dengan itu, bahan istilah Indonesia diambil dari tiga
golongan bahasa yang penting yaitu (1) bahasa Indonesia, termasuk unsur
serapannya, dan bahasa Melayu (2) bahasa Nusantara yang serumpun, termasuk
bahasa Jawa Kuno, dan (3) bahasa asing, seperti bahasa Inggris dan bahasa Arab.
3.
Pemantapan Istilah Nusantara
Istilah yang mengungkapkan konsep
hasil galian ilmuwan dan pandit Indonesia, seperti Bhineka Tunggal Ika, batik,
banjar, sawer, gunungan, dan pamor, telah lama diterima secara luas sehingga
dapat dimantapkan dan hasilnya dikodifikasi.
4.
Pemadanan Istilah
Pemadanan istilah asing ke dalam
bahasa Indonesia, dan jika perlu ke salah satu bahasa serumpun, dilakukan lewat
penerjemahan, penyerapan, atau gabungan penerjemahan dan penyerapan. Demi
keseragaman, sumber rujukan yang diutamakan ialah istilah Inggris yang
pemakaiannya bersifat internasional karena sudah dilazimkan oleh para ahli
dalam bidangnya.
Penerjemahan dapat dibedakan menjadi
dua yaitu, penerjemahan langsung dan penerjemahan dengan perekaan. Penerjemahan
istilah asing secara langsung memiliki beberapa keuntungan. Selain memperkaya
kosakata Indonesia dengan sinonim, istilah terjemahan juga meningkatkan daya
ungkap bahasa Indonesia. Dalam pembentukan istilah lewat penerjemahan perlu
diperhatikan pedoman berikut :
a.
Penerjemahan tidak harus berasas satu kata diterjemahkan
dengan satu kata. Contoh, psychologist dalam bahasa Indonesia
berarti ‘ahli psikologi’.
b.
Istilah asing dalam bentuk positif diterjemahkan ke dalam
istilah Indonesia bentuk positif, demikian sebaliknya. Contoh, inorganik dalam
bahasa Indonesia berarti ‘takorganik’.
c.
Kelas kata istilah asing dalam penerjemahan sedapat-dapatnya
dipertahankan pada istilah terjemahannya. Contoh,merger (nomina)
dalam bahasa Indonesia berarti ‘gabung usaha’ (nomina).
d.
Dalam penerjemahan istilah asing dengan bentuk plural,
penerjemahannya ditanggalkan pada istilah Indonesia. Contoh, master of
ceremonies dalam bahasa Indonesia berarti ‘pengatur acara’.
Adakalanya upaya pemadanan istilah asing
perlu dilakukan dengan menciptakan istilah baru. Istilah factoring,
misalnya, sulit diterjemahkan atau diserap secara utuh. Dalam khazanah kosakata
bahasa Indonesia/Melayu terdapat bentuk anjak dan piutang yang
menggambarkan pengalihan hak menagih utang. Lalu, direka istilah anjak
piutangsebagai padanan istilah factoring. Begitu pula
pemadanan catering menjadi jasa boga dan invention menjadirekacipta diperoleh
lewat perekaan.
Penyerapan istilah asing untuk
menjadi istilah Indonesia dilakukan berdasarkan hal-hal berikut:
a.
Istilah asing yang akan diserap meningkatkan ketersalinan
bahasa asing dan bahasa Indonesia secara timbal balik mengingat keperluan masa
depan.
b.
Istilah asing yang akan diserap mempermudah pemahaman teks
asing oleh pembaca Indonesia karena dikenal lebih dahulu.
c.
Istilah asing yang akan diserap lebih ringkas jika
dibandingkan dengan terjemahan Indonesianya.
d.
Istilah asing yang akan diserap mempermudah kesepakatan
antarpakar jika padanan terjemahannya terlalu banyak sinonimnya.
e.
Istilah asing yang akan diserap lebih cocok dan tepat karena
tidak mengandung konotasi buruk.
5.
Perekaciptaan Istilah
Kegiatan ilmuwan, budayawan, dan
seniman yang bergerak di baris terdepan ilmu, teknologi, dan seni dapat
mencetuskan konsep yang belum ada selama ini. Istilah baru untuk mengungkapkan
konsep itu dapat direkacipta sesuai dengan lingkungan dan corak bidang
kegiatannya. Misalnya, rekacipta istilah fondasi cakar ayam, tebang
pilih, plasma inti rakyat telah masuk dalam khazanah peristilahan.
6.
Pembakuan dan Kodifikasi Istilah
Istilah yang diseleksi lewat
pemantapan, penerjemahan, penyerapan, dan perekaciptaan dibakukan lewat
kodifikasi yang mengusahakan keteraturan bentuk sesuai kaidah dan adat
pemakaian bahasa. Kodifikasi itu tercapai dengan tersusunnya sistem ejaan, buku
tata bahasa, dan kamus yang merekam dan menetapkan bentuk bakunya.
C.
Pengertian Aspek Semantik
Kata
semantik sebenarnya merupakan istilah yang mengacu pada studi tentang makna.
Semantik dalam bahasa indonesia berasal dari bahasa Yunani “sema” (kata banda)
yang berarti ‘tanda’ atau ‘lambang’. Kata kerjanya adalah “semaino” yang
berarti “menandai” atau “melambangkan”. Yang dimaksud tanda atau lambang disini
adalah tanda-tanda linguistik (perancis : signe linguistique).
Menurut
Ferdinan De Sausure (1966), tanda linguistik terdiri dari :
1.
Komponen yang menggantikan, yang berwujud bunyi bahasa
2.
Komponen yang diartijkan atau makna dari komponen pertama
Kedua komponen ini adalah tanda atau
lambang dan sedangkan yang ditandai atau dilambangkan adalah sesuatu yang
berada diluar bahasa, atau yang lazim disebut sebagai referen/acuan/hal yang
ditunjuk.
Jadi ilmu semantik adalah Ilmu yang mempelajari hubungan
antara tanda-tanda linguistik dengan hal-hal yang ditandainya.
Definisi semantik menurut para ahli :
1. J.M.W Verhaar ; 1981 : 9
Mengemukakan bahwa semantik berarti teori makna atau teori arti, yakni cabang
sistematik bahasa yang menyelidiki makna atau arti.
2. Lehrer ; 1974 : 1 Semantik adalah
studi tengtang makna. Bagi Lehrer semantik merupakan bidang kajian yang sangat
luas, karena turut menyinggung aspek-aspek struktur dan fungsi bahasa sehingga
dapat dihubungkan dengan psikologi, filsafat dan antropologi.
3. Abdul Chaer: semantik adalah ilmu
tentang makna atau tentang arti, yaitu salah satu dari 3 (tiga) tataran
analisis bahasa (fonologi, gramatikal dan semantik).
Pengertian aspek semantik itu
sendiri adalah ilmu yang mempelajari tentang makna.
D.
Aspek Semantik Pengistilahan
Pengistilahan
dalam aspek semantik dibedakan atas tujuh bagian yaitu: pemberian makna baru,
istilah sinonim, istilah homonim, istilah polisemi, istilah hiponim, istilah
taksonom, istilah meronim. Di bawah ini akan dibahas ketujuh pengistilahan
berdasarkan aspek semantik.
1.
Pemberian Makna Baru
Istilah baru dapat dibentuk lewat penyempitan
dan peluasan makna kata yang lazim dan yang tidak lazim. Artinya, kata itu
dikurangi atau ditambah jangkauan maknanya sehingga penerapannya menjadi lebih
sempit atau lebih luas. Sebagai contoh kata gaya yang
mempunyai makna ‘kekuatan’ dipersempit maknanya menjadi ‘dorongan atau tarikan
yang akan menggerakkan benda bebas (tidak terikat)’ dan menjadi istilah baru
untuk padanan istilah Inggrisforce. Kata canggih yang
semula bermakna ‘banyak cakap, bawel, cerewet’ diperluas maknanya untuk dipakai
dibidang teknik, yang berarti ‘kehilangan kesederhanaan asli (seperti sangat
rumit, ruwet, atau terkembang)’.
2.
Istilah Sinonim
Dua istilah atau lebih yang maknanya
sama atau mirip, tetapi bentuknya berlainan, disebut sinonim. Penggunaan
sinonim dapat dibedakan atas beberapa aturan yang telah ditetapkan, seperti:
istilah sinonim yang menyalahi asas penamaan dan pengistilahan, sinonim asing
yang benar-benar sama diterjemahkan dengan satu istilah Indonesia, sinonim
asing yang hampir bersamaan sedapat-dapatnya diterjemahkan dengan istilah yang
berlainan, dan lain sebagainya. Sebagai contoh, kata average yang
bersinonim dengan kata ‘rata-rata’, kata tenaga yang mempunyai
makna ‘kekuatan untuk menggerakkan sesuatu’ dipersempit maknanya untuk
dijadikan istilah baru sebagai padanan istilah energi dan kata daya menjadi
padanan istilah power, dan lain-lain.
3.
Istilah Homonim
Istilah homonim berupa dua istilah
atau lebih, yang sama ejaan dan lafalnya, tetapi maknanya berbeda karena
asalnya berlainan misalnya bisa yang berarti ‘bisa ular’
dengan bisa yang berarti ‘dapat’. Istilah homonim dapat
dibedakan menjadi homograf dan homofon. Istilah homograf ialah istilah yang
sama ejaannya, tetapi berbeda lafalnya. Contoh kata kata apel yang
berarti ‘buah’ dengan apel yang berarti ‘upacara’. Sedangkan
homofon ialah istilah yang sama lafalnya, tetapi berbeda ejaannya. Contoh kata
‘bank’ dengan kata ‘bang’, kata ‘sanksi’ dengan kata ‘sangsi’ dan kata ‘massa’
dengan ‘masa’.
4.
Istilah Polisem
Istilah polisem ialah bentuk yang
memiliki makna ganda yang bertalian. Contoh, kata datuk yang
berarti ‘nenek laki-laki, gelar kehormatan, penghulu adat, jin atau penunggu’.
Bentuk asing yang sifatnya polisemi diterjemahkan sesuai dengan arti dalam
konteksnya.
5.
Istilah Hiponim
Istilah hiponim ialah bentuk yang
maknanya terangkum dalam hiponim, atau superordinatnya, yang mempunyai makna
yang lebih luas. Sebagai contoh, kata mawar, melati, cempaka, misalnya,
masing-masing disebut hiponim terhadap kata bunga yang menjadi hiponim atau
superordinatnya.
6.
Istilah Taksonim
Istilah taksonim ialah hiponim dalam
sistem klasifikasi konsep bawahan dan konsep atasan yang bertingkat-tingkat.
Kumpulan taksonim membangun taksonim sebagaimana takson membangun taksonomi.
Misalnya hubungan makhluk dengan bakteri, hewan, tumbuhan.
7.
Istilah Meronim
Istilah meronim ialah istilah yang
maujud (entity) yang ditunjuknya merupakan bagian dari wujud lain yang
menyeluruh. Istilah yang menyeluruh itu disebut holonim. Misalnya kata tubuh
mupi makna kata bagian makna keseluruhan yang mencakupi makna kata bagiannya
yaitu tangan, kaki, kepala, leher, dada, lengan, dan tungkai.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Dari pembahasan dapat
disimpulkan bahwa istilah dibentuk melalui enam poin penting, yaitu :
1. Konsep Ilmu Pengetahuan dan
Peristilahannya
2. Bahan Baku Istilah Indonesia
3. Pemantapan Istilah Nusantara
4. Pemadanan Istilah
5. Perekaciptaan Istilah
6. Pembakuan dan Kodifikasi Istilah
Pengistilahan
dalam aspek semantik dibedakan atas tujuh bagian yaitu: pemberian makna baru, istilah
sinonim, istilah homonim, istilah polisemi, istilah hiponim, istilah taksonom,
istilah meronim.
B.
Saran
Setiap warga negara Indonesia
seharusnya lebih memperdalam pemahaman mengenai istilah-istilah dalam bahasa
Indonesia dan proses pembentukkannya.
DAFTAR PUSTAKA
Pedoman Umum Pembentukan Istilah
Edisi Ketiga/Panitia Pengembangan Bahasa
Indonesia,
Departemen Pendidikan Nasional, Cetakan ke-6. Jakarta: Pusat
Bahasa,
2009.
Doyin, Mukh dan Wagiran. 2012. Bahasa
Indonesia Pengantar Penulisan Karya
Ilmiah. Universitas Negeri Semarang:
Pusat Pengembangan MKU/MKDK-LP3.
Samsuri. 1978. “ ANALISA
BAHASA memahami bahasa secara ilmiah.” Jakarta:
Erlangga.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar