DAFTAR JUDUL KEPERAWATAN (S1)
1. FAKTOR YANG BERHUBUNGAN KETERAMPILAN PERAWAT DALAM PENANGANAN KEGAWATDARURATAN OBSTETRI DI RSUD LABUANG BAJI MAKASSAR.
2. GAMBARAN PETUGAS PENYULUHAN TERHADAP PENGENDALIAN HIV/AIDS PADA MASYARAKAT DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS MANGASA KOTA MAKASSAR.
3. PENGARUH TEKHNIK RELAKSASI NAPAS DALAM TERHADAP INTENSITAS NYERI PADA PASIEN LUKA OPERASISECTIO CAESAREA DI RUANGPOST NATAL CARE (PNC) RSUD LABUANG BAJI MAKASSAR.
4. ANALISA HUBUNGAN BEBAN KERJA DAN KONDISI KERJA TERHADAP STRES PERAWAT ICU RUMAH SAKIT UMUM DAERAH DR. SOETOMO SURABAYA.
5. HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN DAN SIKAP KELUARGA DENGAN PSIKOMOTOR KELUARGA DALAM PERAWATAN IBU POST PARTUM DI RUANG BERSALIN RSUD NGANJUK.
6. PERAN SERTA KADER POSYANDU DALAM UPAYA PENINGKATAN STATUS GIZI BALITA MELALUI PENYULUHAN KESEHATAN DI POSYANDU WILAYAH KERJA PUSKESMAS KECAMATAN NGAWEN, KABUPATEN BLORA, JAWA TENGAH
7. HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN DAN SIKAP PERAWAT DALAM PEMENUHAN KEBUTUHAN SPIRITUAL KLIEN DENGAN KRISIS PENYAKIT/PENDERITAAN/KEMATIAN PENELITIAN CROSS SECTIONAL DI RUANG BEDAH DAN INTERNA RSUD. PROF. DR. W. Z. JOHANNES KUPANG.
8. FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN STRES KERJA PADA PERAWAT YANG BEKERJA DI INSTALASI RAWAT DARURAT RSUD ULIN BANJARMASIN.
9. HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN SIKAP PERAWAT DALAM INTERVENSI KEPERAWATAN PADA BAYI RESIKO TINGGI HIPOTERMI STUDI DESKRIPTIF ANALITIK DI RUANG NEONATOLOGI RSUD Dr. SOETOMO SURABAYA.
10. HUBUNGAN PENGETAHUAN, SIKAP PERAWAT DAN PENDOKUMENTASIAN KEPERAWATAN DI RUANGAN PENYAKIT DALAM RUMKITAL Dr. RAMELAN.
11. HUBUNGAN PENGETAHUAN PERAWAT DAN PERAN PERAWAT SEBAGAI PELAKSANA DALAM PENANGANAN PASIEN GAWAT DARURAT DENGAN GANGGUAN SISTEM KARDIOVASKULER PENELITIAN CROSS SECTIONAL DI IRD LANTAI 1 RSUD DR. SOETOMO SURABAYA.
12. HUBUNGAN ANTARA BEBAN KERJA DAN KINERJA PERAWAT PENELITIAN DESKRIPTIF CROS SECTIONAL DI INSTALASI RAWAT INAP MEDICAL BEDAH RSUD Dr. SOEBANDI JEMBER.
13. FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN MOTIVASI PERAWAT UNTUK MELANJUTKAN PENDIDIKAN PADA JENJANG PENDIDIKAN TINGGI KEPERAWATAN PENELITIAN CROSS SECTIONAL DI RSUD ULIN BANJARMASIN.
14. FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN TERHADAP PENCEGAHAN PENYAKIT DHF DI MASYARAKAT PENELITIAN CROSS SECTIONAL DI PERUMAHAN LOKOJOYO KECAMATAN LIMPUNG KABUPATEN BATANG.
15. HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN SIKAP PERAWAT TERHADAP PERAN PERAWAT DALAM PELAKSANAAN ORAL HYGIENE PADA PASIEN STROKE PENELITIAN CROSS SECTIONAL DI RSUD DR. SOEROTO NGAWI.
16. PENGARUH PERAWATAN LUKA BERSIH DENGAN SODIUM KLORIDA 0,9 % DAN CAIRAN ANTISEPTIK TERHADAP PERCEPATAN PENYEMBUHAN LUKA PADA KLIEN POST SECSIO CAESAR PENELITIAN PRA- QUASY EKSPERIMEN (POST DESIGN) DI RUANG BERSALIN RSUD Dr. SOEBANDI JEMBER.
17. PENGARUH PENYULUHAN TERHADAP TINGKAT PENGETAHUAN TENTANG HIV/AIDS PADA SISWA KELAS II SMU WAHYU ABDULLAH DAENG SIRUA MAKASSAR.
18. ANALISA HUBUNGAN KARAKTERISTIK PERAWAT DAN TINGKAT KEPATUHAN PERAWAT DALAM PELAKSANAAN PROTAP PEMASANGAN INFUS (Studi Di Instalasi Rawat Darurat Triage RSUP Sanglah Denpasar).
19. FAKTOR-FAKTOR INTERNAL YANG BERHUBUNGAN DENGAN KESULITAN BELAJAR MAHASISWA DI AKPER Dr. SOEDONO MADIUN.
20. HUBUNGAN MOTIVASI BELAJAR DENGAN PRESTASI BELAJAR MAHASISWA PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS AIRLANGGA SURABAYA.
21. FAKTOR- FAKTOR YANG MEMENGARUHI KEJADIAN GASTRITIS PADA PASIEN DI RUANG RAWAT INAP RSU ISLAM FAISAL MAKASSAR.
22. HUBUNGAN GAYA HIDUP DENGAN KEJADIAN DISPEPSIA PADA PASIEN YANG DIRAWAT DI RUANG PERAWATAN BAJI PAMAI RSUD LABUANG BAJI MAKASSAR.
23. HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN DENGAN PERILAKU PEMERIKSAAN PAYUDARA SENDIRI PADA MAHASISWI REGULER KEPERAWATAN SEMESTER VI STIKES MANDALA WALUYA KENDARI TAHUN 2011.
24. PENGARUH PEMBERIAN PENYULUHAN KESEHATAN TERHADAP PENINGKATAN PENGETAHUAN SISWA TENTANG PENULARAN HIV/AIDS DI SMK NEGERI I BENTENG SELAYAR.
DAFTAR JUDUL KEBIDANAN (D.III)
1. ASUHAN KEBIDANAN NY. “H” GESTASI 31 MINGGU DENGAN HIPERTENSI DALAM KEHAMILAN DI RSIA SITI FATIMAH MAKASSAR TANGGAL 25 MEI DAN 02 JUNI 2010.
2. ASUHAN KEBIDANAN PADA NY.“S“ DENGAN PREEKLAMPSIA RINGAN RSU HAJI MAKASSAR.
3. ASUHAN KEBIDANAN PADA BAYI NY. “R” DENGAN CAPUT SUCCEDANEUM DI RSIA SITI FATIMAH TANGGAL 20 S.D 22 JULI 2010.
4. ASUHAN KEBIDANAN NY “I”GESTASI 34-36 MINGGU DENGAN HIPERTENSI DALAM KEHAMILAN DI PKM/RSP I JUMPANDANG BARU MAKASSAR TANGGAL 31 MEI DAN 07 JUNI 2011.
5. GAMBARAN PENGETAHUAN AKSEPTOR KB TENTANG ALAT KONTRASEPSI SUNTIK DI PUSKESMAS PLUS BARA-BARAYA MAKASSAR TANGGAL 30 JUNI- 6 JULI 2011.
6. GAMBARAN KEJADIAN ANEMIA PADA IBU HAMIL DI PUSKESMAS JUMPANDANG BARU MAKASSAR PERIODE JANUARI S.D DESEMBER 2010.
7. ASUHAN KEBIDANAN PADA NY. “A” DENGAN PLASENTA PREVIA DI RSUD LABUANG BAJI MAKASSAR TANGGAL 26 S.D 28 JULI 2011
8. ASUHAN KEBIDANAN PADA BAYI NY “R” DENGAN CAPUT SUCCEDANEUM DI RSIA SITI FATIMAH TANGGAL 20 S.D 22 JULI 2010.
9. GAMBARAN PENGETAHUAN IBU HAMIL TENTANG SEMBILAN TANDA BAHAYA KEHAMILAN DI RSIA SITI FATIMAH MAKASSAR 2011.
10. ASUHAN KEBIDANAN PADA NY. “N” DENGAN AKSELERASI PERSALINAN KARENA INERSIA UTERI DI RS. BHAYANGKARA MAKASSAR TANGGAL 02 JUNI 2012.
11. GAMBARAN PENGETAHUAN IBU HAMIL TERHADAP ANTENATAL CARE DI PUSKESMAS BARA-BARAYA MAKASSAR PERIODE MARET S.D JUNI 2011.
12. ASUHAN KEBIDANAN NY ”T” POST OPERASI DENGAN PLASENTA PREVIA DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KAB.SINJAI TANGGAL 15-17 JULI 2015.
13. ASUHAN KEBIDANAN NY “J“ASFIKSIA SEDANG DI RSUD BIMA.
14. ASUHAN KEBIDANAN NY. “H” GESTASI 8–10 MINGGU DENGAN HYPEREMESIS GRAVIDARUM TINGKAT II DI RSUD KABUPATEN SINJAI TANGGAL 5 S/D 7 JULI 2015.
15. ASUHAN KEBIDANAN NY “H” SUNTIKAN DEPO PROGESTIN DENGAN KENAIKAN BERAT BADAN DI PUSKESMAS PANAIKANG TANGGAL 15 JULI 2015
16. ASUHAN KEBIDANAN NY “M” GESTASI 22-24 MINGGU DENGAN ANEMIA RINGAN DI PUSKESMAS SAMAENRE KEC. SINJAI SELATAN TANGGAL 10 JULI 2015.
17. ASUHAN KEBIDANAN NY “S” GESTASI 30-32 MINGGU DENGAN PRESENTASE BOKONG DI RSUD KABUPATEN SINJAI TANGGAL 10 JULI 2015.
18. ASUHAN KEBIDANAN PERINATAL CARE BAYI “S” DENGAN BERAT BADAN LAHIR RENDAH DI RSUD SINJAI KAB. SINJAI TANGGAL 22 JULI 2015.
19. ASUHSN KEBIDANAN Ny. “F” GESTASI 12-14 MINGGU DENGAN ANEMIA SEDANG DI PUSKESMAS SAMAENRE KAB. SINJAI TANGGAL 10-17 JULI 2015.
20. ’ASUHAN KEBIDANAN PADA NY”B” DENGAN BENDUNGAN ASI DI RSUD H . A SULTHAN DAENG RADJA BULUKUMBA TANGGAL 13 JULI 2015.
21. GAMBARAN PENGETAHUAN IBU HAMIL TENTANG HUBUNGAN SEKSUAL PADA MASA KEHAMILAN DI PUSKESMAS BALANGNIPA JANUARI - JULI 2015.
22. ASUHAN KEBIDANAN NY ”T” POST OPERASI DENGAN PLASENTA PREVIA DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KAB.SINJAITANGGAL 15-17 JULI 2015.
23. ASUHAN KEBIDANAN NY”W” GESTASI 38-40 MINGGU DENGAN ANEMIA RINGAN DI PUSKESMAS BALANGNIPA KECAMATAN SINJAI UTARA KABUPATEN SINJAI TANGGAL 15 JULI 2015.
24. ASUHAN KEBIDANAN NY ”N”GESTASI 28-30 MINGGU DENGAN PREEKLAMPSIA RINGAN DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KABUPATEN SINJAI TANGGAL 27 JULI 2015.
25. ASUHAN KEBIDANAN NY. ”H” GESTASI 14-16 MINGGU DENGAN ABORTUS INKOMPLIT DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH SINJAI TANGGAL 27 JULI 2015.
26. ASUHAN KEBIDANAN NY. “A" AKSEPTOR KB DEPO PROGESTIN DENGAN AMENORHEA DI PUSKEMAS BORONG KOMPLEKS KEC. SINJAI BORONG KAB. SINJAI TGL 24 JULI TAHUN 2015.
27. ASUHAN KEBIDANAN NY ”N”GESTASI 28-30 MINGGU DENGAN PREEKLAMPSIA RINGAN DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KABUPATEN SINJAI TANGGAL 27 JULI 2015.
28. ASUHAN KEBIDANAN PADA BAYI NY. “A” DENGAN BCB/SMK DI PUSKESMAS PARANGLOE TANGGAL 30 APRIL 2014.
29. GAMBARAN KEJADIAN KANKER SERVIKS DI RSUD LABUANG BAJI MAKASSAR TAHUN 2013.
30. ASUHAN KEBIDANAN NY. ”H” GESTASI 14-16 MINGGU DENGAN ABORTUS INKOMPLIT DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH SINJAI TANGGAL 27 JULI 2015.
31. ASUHAN KEBIDANAN PADA NY “E”DENGAN PERSALINAN PRESENTASE BELAKANG KEPALA DI PUSKESMAS PATTALLASSANG TGL 27 S.D 30 APRIL 2012.
32. ASUHAN KEBIDANAN PADA NY. “M” GESTASI 33 MINGGU 2 HARI DENGAN PREEKLAMPSIA RINGAN DI RUMAH SAKIT KHUSUS DAERAH IBU DAN ANAK SITI FATIMAH MAKASSAR TANGGAL 03 S.D 20 MEI 2013.
33. ASUHAN KEBIDANAN PADA NY. “S” DENGAN INERSIA UTERI PADA PERSALINAN DI RSUD LABUANG BAJI MAKASSAR TANGGAL 24-28 MEI 2013.
34. ASUHAN KEBIDANAN PADA NY. “M” GESTASI 33 MINGGU 2 HARI DENGAN PREEKLAMPSIA RINGAN DI RUMAH SAKIT KHUSUS DAERAH IBU DAN ANAK SITI FATIMAH MAKASSAR TANGGAL 03 S.D 20 MEI 2013.
35. ASUHAN KEBIDANAN PADA NY “S” GESTASI 33 MINGGU 4 HARI DENGAN PREEKLAMPSIA RINGAN DI PUSKESMAS BAJENG GOWA TANGGAL 06 Mei 2013.
36. ASUHAN KEBIDANAN PADA NY“W” DENDAN NYERI RUPTUR PERINEUM TINGKAT II DI PUSKESMAS JUMPANDANG BARU MAKASSAR TGL 06 JUNI S.D 08 JUNI 2013.
37. ASUHAN KEBIDANAN ANTENATAL PADA NY “S”GESTASI 33 MINGGU 4 HARI DENGAN PREEKLAMPSIA RINGAN DI PUSKESMAS BAJENG GOWA TANGGAL 06 S.D 08 MEI 2013.
38. ASUHAN KEBIDANAN PADA NY “S” GESTASI 33 MINGGU 4 HARI DENGAN PREEKLAMPSIA RINGAN DI PUSKESMAS BAJENG GOWA TANGGAL 06 Mei 2013
39. HUBUNGAN GAYA HIDUP DENGAN KEJADIAN DISPEPSIA PADA PASIEN YANG DIRAWAT DI RUANG PERAWATAN BAJI PAMAI DI RSUD LABUANG BAJI MAKASSAR.
DAFTAR JUDUL PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
1. KEEFEKTIFAN PENGGUNAAN MEDIA DVD FILM SANG PEMIMPI DALAM PEMBELAJARAN MENULIS KARANGAN DESKRIPSI PADA SISWA KELAS X SMA.
2. PENINGKATAN KEMAMPUAN MENULIS KARANGAN NARASI MELALUI METODE PEMBERIAN TUGAS SISWA KELAS VII SMP NEGERI.
3. MENINGKATKAN KEMAMPUAN MENULIS PUISI DENGAN MENGGUNAKAN TEKNIK BERIUR KATA SISWA KELAS IX SMP NEGERI.
4. PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE CIRC (COOPERATIVE INTEGRATED READING AND COMPOSITION ) UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN MENULIS PUISI SISWA KELAS VIII SMP NEGERI.
5. PENERAPAN PENDEKATAN PEMBELAJARAN KONSTRUKTIVISME UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN BERCERITA SISWA KELAS VIII SMP.
6. PENINGKATAN KEMAMPUAN BERKOMUNIKASI DALAM PEMBELAJARAN KETERAMPILAN BERBICARA MELALUI PENDEKATAN AKTIVE LEARNING SISWA KELAS VIII SMP.
7. MENINGKATKAN KETERAMPILAN MENULIS PUISI MELALUI METODE OUTBOUND PADA SISWA KELAS VII SMP
8. KEMAMPUAN MENGGUNAKAN SINESTESIA DALAM KALIMAT BAHASA INDONESIA PADA SISWA KELAS X SMK
9. KEMAMPUAN MENGURAIKAN MAKNA KALIMAT YANG AMBIVALEN DALAM BAHASA INDONESIA SISWA KELAS VIII SMP.
10. PENINGKATAN KETERAMPILAN MENULIS NASKAH DRAMA DENGAN MENGGUNAKAN MEDIA STICK WAYANG ORANG (SWO) PADA SISWA KELAS VIII SMP NEGERI.
11. PENINGKATAN PEMBELAJARAN KETERAMPILAN BERBICARA MELALUI MODEL JURISPRUDENTIAL INQUIRY SISWA KELAS VIII-C SMP NEGERI.
12. PENINGKATAN HASIL BELAJAR BAHASA INDONESIA MELALUI METODE STUDENT FACILITATOR AND EXPLAINING PADA SISWA KELAS VIII SMPN.
13. .......................
14. PENINGKATAN KEMAMPUAN MENULIS PETUNJUK MELALUI THE REAL THINGS MEDIA DENGAN PENDEKATAN PEMBELAJARAN AKTIF, KREATIF, EFEKTIF, DAN MENYENANGKAN SISWA KELAS VIII SMP.
15. PENINGKATAN PEMAHAMAN BACAAN MELALUI PENERAPAN TEKNIK IDENTIFIKASI KATA KUNCI SISWA KELAS VIII SMP.
16. PENINGKATAN KETERAMPILAN BERBICARA DALAM MEMBERIKAN KRITIK TERHADAP INFORMASI MEDIA CETAK MELALUI METODE DUNN DAN DUNNBERABE SISWA KELAS X MAN.
17. PENGGUNAAN DIGTOGLOSS UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR KETERAMPILAN BERBICARA SISWA KELAS X.C SMA.
18. KONSTRUKSI KARAKTER PEREMPUAN KONTEMPORER DALAM NOVEL PERAHU KERTAS KARYA DEWI LESTARI TINJAUAN FEMINISME EKSISTENSIALIS (SIMONE DE BEAUVOIR).
19. PENGGUNAAN FRASA ADJEKTIVA DALAM NOVEL KELUARGA CEMARA KARY ARSWENDO ATMOWILOTO.
20. ANALISIS KESALAHAN BERBAHASA DALAM MAKALAH MAHASISWA SEMESTER VI A JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA.
21. PENGARUH KECERDASAN EMOSIONAL DAN KECERDASAN SPIRITUAL TERHADAP HASIL BELAJAR BAHASA INDONESIA SISWA KELAS XI IPA 1 SMA.
22. PENINGKATAN KETERAMPILAN MEMBACA PUISI MELALUI MODEL EXPLICIT INTRUCTION SISWA KELAS Xa MAN.
23. ANALISIS KAJIAN FILOLOGIS DAN NILAI-NILAI ISLAM DALAM HIKAYAT HANG TUAH.
24. ANALISIS PENGGUNAAN KALIMAT AMBIGUITAS DALAM NOVEL “BERJUTA RASANYA” KARYA TERE LIYE
25. ANALISIS NILAI KOHESI DAN KOHERENSI DALAM TERJEMAHAN AL-QUR’AN SURAH AL AL ZALZALAH.
26. ANALISIS MITOPOIK DALAM NOVEL TAKDIR CINTA KARYA LELY NOORMINDHA.
27. PENINGKATAN KETERAMPILAN MENULIS KALIMAT ANALOG MELALUI PENERAPAN MODEL SYNECTIC SISWA KELAS VII.
28. KEEFEKTIFAN PENGGUNAAN METODE EVERYONE IS TEACHER HERE DALAM PEMBELAJARAN KETERAMPILAN BERBICARA SISWA KELAS VIII SMP NEGERI.
29. MENINGKATKAN KEMAMPUAN MENULIS PUISI DENGAN MENGGUNAKAN TEKNIK BERIUR KATA SISWA KELAS IX SMP NEGERI.
30. MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERBICARA SISWA MELALUI MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF POINT COUNTR POINT KELAS X SMK.
31. PENERAPAN METODE HIPNOSIS TEACHING DALAM PEMBELAJARAN MENULIS CERPEN UNTUK MENINGKATKAN MOTIVASI BELAJAR PADA SISWA KELAS IX SMPN.
32. PENERAPAN PENDEKATAN PEMBELAJARAN TERPADU MODEL JARING LABA-LABA DALAM MENINGKATKAN KEMAMPUAN MENULIS TEKS BERITA PADA SISWA KELAS XI SMA.
33. EFEKTIVITAS PENERAPAN METODE WORD SQUARE MENINGKATKAN HASIL BELAJAR BAHASA INDONESIA PADA SISWAKELAS VII SMP NEGERI.
34. STRATIFIKASI SOSIAL DALAM NOVEL “DUNIA MARA” KARYA SITTA KARINA.
35. ..................
36. PENINGKATAN KEMAMPUAN MENULIS RANGKUMAN ISI BUKU MELALUI MODEL TIPE THINK PAIR SHARE (TPS) SISWA KELAS VIII SMP NEGERI.
37. ..................................
38. PENINGKATAN KEMAMPUAN MEMBACA MELALUI MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE LEARNING STARTS WITH A QUESTION SISWA KELAS VII SMP.
39. PENERAPAN TEKNIK READ, EXPLAIN, AND IMITATION STYLE (REIS) UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN BERBICARA SISWA KELAS X SMA NEGERI.
40. ANALISIS UNGKAPAN PAKKIO BUNTING DALAM UPACARA PERKAWINAN MAKASSAR (SUATU TINJAUAN SEMANTIK).
41. ANALISIS PENGGUNAAN VARIASI BAHASA DALAM PESAN SINGKAT/SMS(SHORT MESSAGE SERVICE)MAHASISWA JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA.
42. PENINGKATAN KEMAMPUAN MENULIS KARANGAN DESKRIPTIF MELALUI PENGGUNAAN METODE PEMBELAJARAN INTEGRATED STUDY PADA SISWA KELAS VIII MTS.
43. PENINGKATAN KETERAMPILAN MENULIS KARANGAN MELALUI PENDEKATAN WHOLE LANGUAGE PADA SISWA KELAS XI SMK.
44. PEMANFAATAN VIDEO LIPUTAN 6 SCTV UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN MENGEMUKAKAN PENDAPAT SISWA KELAS VIII SMP.
45. PENERAPAN METODE SNOWBALL THROWING UNTUK MENIGKATKAN KEMAMPUAN MENENTUKAN POKOK-POKOK BERITA PADA SISWA KELAS XI SMK NEGERI.
46. PENINGKATAN KEMAMPUAN MENULIS WACANA EKSPOSISI DENGAN MENGGUNAKAN MODEL KOOPERATIF TIPE KONSEP SENTENCE KEPADA SISWA KELAS X SMA.
47. ANALISIS TINDAK TUTUR MUSYAWARAH ADAT KAJANG AMMATOA KABUPATEN BULUKUMBA MELALUI PENDEKATAN SOSIOLINGUISTIK.
48. KEEFEKTIFAN WEBSITE DALAM MENULIS SURAT LAMARAN KERJA MELALUI MODEL COOPERATIVE INTEGRATED READING AND COMPOSITION (CIRC) PADA SISWA KELAS XII SMA.
49. PENINGKATAN KEMAMPUAN MEMBACA INTENSIF DENGAN MENGGUNAKAN METODE READING GUIDE PADA SISWA KELAS VII.A SMP NEGERI.
50. REPRESENTASI MAJAS PERBANDINGAN DALAM SYAIR LAGU-LAGU DANGDUT KARYA MEGGI Z.
51. ANALISIS MAJAS SINDIRAN DALAM NOVEL 5 CM KARYA DONNY DHIRGANTORO.
52. KEMAMPUAN MENENTUKAN KALIMAT UTAMA DAN KALIMAT PENJELAS DALAM PARAGRAF SISWA KELAS VIII SMP.
53. PENINGKATAN KETERAMPILAN MENULIS CERPEN MELALUI MODEL SINEKTIK PADA SISWA KELAS X.
54. PENERAPAN METODE SCRAMBLE DALAM MENINGKATKAN KETERAMPILAN MEMBACA MEMINDAI PADA SISWA KELAS V11 SMP.
55. ANALISIS NILAI PENDIDIKAN PADA NOVEL GURU HIDUPMU HANYA UNTUK KAMI KARYA EIDELWISH ALMIRA.
56. ANALISIS PENCITRAAN PUISI-PUISI W.S. RENDRA.
57. KEMAMPUAN MENGANALISIS WACANA DESKRIPTIF DALAM PEMAHAMAN BAHASA INDONONESIA SISWA KELA XI SMA.
58. PENINGKATAN KEMAMPUAN MENULIS CERITA PENDEK MELALUI PENDEKATAN WHOLE LANGUAGE PADA SISWA KELAS VII MTs.
59. KEMAMPUAN MENGGUNAKAN MAKNA AFIKS PER-AN DAN PENG-AN DALAM BAHASA INDONESIA PADA SISWA KELAS VIII SMP.
60. PENGGUNAAN METODE SECURITY, ATTENTION, AGGRESION, REFLECTION, AND DISCRIMINATION (SARD) UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN BERBICARA SISWA KELAS VII/d SMP.
61. PENINGKATAN MINAT BELAJAR KARYA SASTRA MELALUI PEMBELAJARAN BERPERSPEKTIF CRC (CHILDREN RIGHT CONVENTION) PADA SISWA KELAS VII SMP NEGERI.
62. KEEFEKTIFAN METODE PEMETAAN CERITA (STORY MAPS) DALAM PEMBELAJARAN MENGANALISIS NOVEL “DUNIA KRISTAL” OLEH RIA JUMRIATI SISWA KELAS XI SMA.
63. ANALISIS EJA-EJA (PUISI) DITINJAU DARI MAKNA DENOTASI DAN KONOTASI DI WOTU KABUPATEN LUWU TIMUR.
64. EFEKTIVITAS MODEL MOODY DALAM PEMBELAJARAN MENYIMAK UNSUR-UNSUR CERPEN SISWA KELAS XI SMA NEGERI 1.
65. KEEFEKTIFAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF MAKE A MATCH (MENCARI PASANGAN) DALAM MENENTUKAN FAKTA DAN OPINI MELALUI KETERAMPILAN MEMBACA SISWA KELAS IX SMP NEGERI 1.
66. ANALISIS NILAI SOSIAL BUDAYA DALAM NOVEL SEBONGKAH TANAH RETAK KARYA RIDA FITRIA.
67. PENINGKATAN KEMAMPUAN MENULIS PUISI DENGAN PEMANFAATAN TEKNIK PETA PASANG KATA SISWA KELAS X SMA NEGERI 1.
68. ANALISIS KESALAHAN BERBAHASA DALAM MAKALAH MAHASISWA SEMESTER VI A JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA.
69. PENINGKATAN KEMAMPUAN MEMBUAT SINOPSIS DARI SEBUAH CERPEN DENGAN PENGGUNAAN AUDIO VISUAL SISWA KELAS VII SMP.
70. PENINGKATAN HASIL BELAJAR BAHASA INDONESIA MELALUI PEMBELAJARAN LANGSUNG PADA KONSEP MENULIS SURAT PERMOHONAN KERJA DAN MENGENALI BAGIAN - BAGIANNYA SISWA KELAS VII SMP NEGERI.
71. KEMAMPUAN MENGHUBUNGKAN KLAUSA YANG TIDAK SETARA DENGAN KONJUNGSI SUBORDINATIF SISWA KELAS VII SMP.
72. PENINGKATAN KEMAMPUAN MENULIS CERPEN MELALUI STRATEGI PEMBELAJARAN PETA KONSEP (MIND MAPPING) SISWA KELAS X SMA NEGERI.
73. PENINGKATKAN KECEPATAN EFEKTIF MEMBACA (KEM) DENGAN MENGGUNAKAN METODE KLOS SISWA Kelas VII SMP.
74. PENINGKATAN KEMAMPUAN MEMBACA MEMINDAI ( DIAGRAM ) DENGAN MENGGUNAKAN METODE COOPERATIVE, INTEGRATED, READING AND COMPOSITION ( CIRC ) KELAS VII SMP NEGERI.
75. PENINGKATAN KEMAMPUAN MENYIMAK DIALOG INTERAKTIF DI SIARAN RADIO DENGAN MENGGUNAKAN MODEL KOOPERATIF SCRIPT KELAS VIII SMP NEGERI.
76.
Senin, 29 Mei 2017
Senin, 08 Mei 2017
DAFTAR JUDUL KEPERAWATAN (S1)
DAFTAR
JUDUL KEPERAWATAN (S1)
1.
FAKTOR
YANG BERHUBUNGAN KETERAMPILAN PERAWAT DALAM PENANGANAN KEGAWATDARURATAN
OBSTETRI DI RSUD.......
2.
GAMBARAN
PETUGAS PENYULUHAN TERHADAP
PENGENDALIAN HIV/AIDS PADA MASYARAKAT DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS.....
3.
PENGARUH
TEKHNIK RELAKSASI NAPAS DALAM TERHADAP INTENSITAS NYERI PADA PASIEN LUKA
OPERASISECTIO CAESAREA DI RUANGPOST
NATAL CARE (PNC) RSUD .......
4.
ANALISA HUBUNGAN BEBAN KERJA DAN KONDISI KERJA
TERHADAP STRES PERAWAT ICU RUMAH SAKIT UMUM DAERAH ..........
5.
HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN DAN SIKAP KELUARGA
DENGAN PSIKOMOTOR KELUARGA DALAM PERAWATAN IBU POST PARTUM DI RUANG BERSALIN RSUD.......
6.
PERAN SERTA KADER POSYANDU DALAM UPAYA PENINGKATAN STATUS GIZI BALITA MELALUI PENYULUHAN KESEHATAN DI
POSYANDU WILAYAH KERJA PUSKESMAS......
7.
HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN DAN SIKAP PERAWAT DALAM PEMENUHAN KEBUTUHAN
SPIRITUAL KLIEN DENGAN
KRISIS PENYAKIT/PENDERITAAN/KEMATIAN
PENELITIAN CROSS SECTIONAL
DI RUANG BEDAH DAN INTERNA RSUD.......
8.
FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN STRES
KERJA PADA PERAWAT YANG BEKERJA DI INSTALASI RAWAT DARURAT RSU.......
9.
HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN SIKAP PERAWAT DALAM INTERVENSI KEPERAWATAN PADA BAYI
RESIKO TINGGI HIPOTERMI STUDI DESKRIPTIF ANALITIK DI RUANG NEONATOLOGI RSU..........
10. HUBUNGAN PENGETAHUAN, SIKAP PERAWAT DAN
PENDOKUMENTASIAN KEPERAWATAN DI RUANGAN PENYAKIT
DALAM DI RSUD ........
11.
HUBUNGAN PENGETAHUAN PERAWAT DAN PERAN PERAWAT
SEBAGAI PELAKSANA DALAM PENANGANAN
PASIEN GAWAT DARURAT DENGAN GANGGUAN SISTEM KARDIOVASKULER PENELITIAN
CROSS SECTIONAL DI RSUD........
12.
HUBUNGAN ANTARA
BEBAN KERJA DAN KINERJA PERAWAT
PENELITIAN DESKRIPTIF CROS SECTIONAL DI INSTALASI RAWAT INAP MEDICAL BEDAH RSUD........
13. FAKTOR-FAKTOR YANG
BERHUBUNGAN DENGAN
MOTIVASI PERAWAT UNTUK
MELANJUTKAN PENDIDIKAN
PADA JENJANG
PENDIDIKAN TINGGI KEPERAWATAN
PENELITIAN CROSS SECTIONAL DI RSUD ........
14.
FAKTOR-FAKTOR
YANG BERHUBUNGAN TERHADAP PENCEGAHAN PENYAKIT DHF DI MASYARAKAT PENELITIAN CROSS
SECTIONAL DI ............
15.
HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN SIKAP PERAWAT TERHADAP PERAN
PERAWAT DALAM PELAKSANAAN ORAL HYGIENE PADA PASIEN STROKE PENELITIAN CROSS
SECTIONAL DI RSUD ..........
16.
PENGARUH PERAWATAN LUKA BERSIH DENGAN SODIUM
KLORIDA 0,9 % DAN CAIRAN ANTISEPTIK TERHADAP PERCEPATAN PENYEMBUHAN LUKA PADA
KLIEN POST SECSIO CAESAR PENELITIAN PRA- QUASY EKSPERIMEN (POST DESIGN) DI
RUANG BERSALIN RSUD.......
17. PENGARUH PENYULUHAN TERHADAP TINGKAT PENGETAHUAN TENTANG HIV/AIDS PADA SISWA KELAS II SMU ........
18.
ANALISA HUBUNGAN KARAKTERISTIK PERAWAT DAN
TINGKAT KEPATUHAN PERAWAT
DALAM PELAKSANAAN PROTAP PEMASANGAN INFUS.........
19.
FAKTOR-FAKTOR INTERNAL YANG BERHUBUNGAN DENGAN
KESULITAN BELAJAR MAHASISWA DI AKPER.........
20.
HUBUNGAN MOTIVASI BELAJAR DENGAN PRESTASI
BELAJAR MAHASISWA PROGRAM
STUDI ILMU KEPERAWATAN DI .........
21.
FAKTOR-
FAKTOR YANG MEMENGARUHI KEJADIAN GASTRITIS PADA
PASIEN DI RUANG RAWAT INAP ..........
22.
HUBUNGAN
GAYA HIDUP DENGAN KEJADIAN DISPEPSIA PADA PASIEN YANG DIRAWAT DI RUANG PERAWATAN ........
Kamis, 04 Mei 2017
Ragam Kritik Sastra Feminis
Dalam perkembangannya ada beberapa ragam kritik sastra feminis. Showalter (1986) membedakan adanya dua jenis kritik sastra feminis, yaitu: 1) kritik sastra feminis yang melihat perempuan sebagai pembaca (the woman as reader/feminist critique), dan 2) kritik sastra feminis yang melihat perempuan sebagai penulis (the woman as writer/gynocritics).
Kritik sastra feminis aliran perempuan sebagai pembaca (woman as reader) memfokuskan kajian pada adalah citra dan stereotipe perempuan dalam sastra, pengabaian dan kesalahpahaman tentang perempuan dalam kritik sebelumnya, dan celah-celah dalam sejarah sastra yang dibentuk oleh laki-laki (Showalter, 1986: 130). Kritik sastra feminis ginokritik meneliti sejarah karya sastra perempuan (perempuan sebagai penulis), gaya penulisan, tema, genre, struktur tulisan perempuan, kreativitas penulis perempuan, profesi penulis perempuan sebagai suatu perkumpulan, serta perkembangan dan peraturan tradisi penulis perempuan (Showalter, 1986: 131).
Selain kedua jenis kritik sastra feminis tersebut Humm (1986) membedakan adanya tiga jenis kritik sastra feminis, yaitu: 1) kritik feminis psikoanalisis, dengan tokoh antara lain Julia Kristeva, Monique Wittig, Helene Cixous, Luce Irigaray, Mary Daly; 2) kritik feminis marxis, dengan tokoh antara lain Michele Barret dan Patricia Stubbs; dan 3) kritik feminis hitam dan lesbian, dengan tokoh antara lain Barbara Smith, Elly Bulkin, dan Barbara Greir.
Kritik sastra feminis aliran perempuan sebagai pembaca (woman as reader) memfokuskan kajian pada adalah citra dan stereotipe perempuan dalam sastra, pengabaian dan kesalahpahaman tentang perempuan dalam kritik sebelumnya, dan celah-celah dalam sejarah sastra yang dibentuk oleh laki-laki (Showalter, 1986: 130). Kritik sastra feminis ginokritik meneliti sejarah karya sastra perempuan (perempuan sebagai penulis), gaya penulisan, tema, genre, struktur tulisan perempuan, kreativitas penulis perempuan, profesi penulis perempuan sebagai suatu perkumpulan, serta perkembangan dan peraturan tradisi penulis perempuan (Showalter, 1986: 131).
Selain kedua jenis kritik sastra feminis tersebut Humm (1986) membedakan adanya tiga jenis kritik sastra feminis, yaitu: 1) kritik feminis psikoanalisis, dengan tokoh antara lain Julia Kristeva, Monique Wittig, Helene Cixous, Luce Irigaray, Mary Daly; 2) kritik feminis marxis, dengan tokoh antara lain Michele Barret dan Patricia Stubbs; dan 3) kritik feminis hitam dan lesbian, dengan tokoh antara lain Barbara Smith, Elly Bulkin, dan Barbara Greir.
Kritik sastra feminis psikoanalisis memfokuskan kajian pada tulisan-tulisan perempuan karena para feminis percaya bahwa pembaca perempuan biasanya mengidentifikasikan dirinya dengan atau menempatkan dirinya pada si tokoh perempuan, sedangkan tokoh perempuan tersebut pada umumnya merupakan cermin penciptanya. Munculnya kritik sastra feminis psikoanalisis berawal dari penolakan para feminis terhadap teori kompleks kastrasi Sigmund Freud (Tong, 2006: 196–197). Kompleks kastrasi menurut Freud (2006: 106) adalah kecemasan (guncangan emosional) yang dialami oleh anak laki-laki yang memiliki pandangan yang salah ketika melihat perbedaan alat kelaminnya dengan saudara perempuannya. Menurutnya, perempuan sebenarnya juga memiliki penis, tetapi telah dipotong. Anggapan tersebut diperkuat oleh ancaman yang sering disampaikan oleh orang tua akan mengebirinya atau menghukumnya karena tingkah laku seksualnya. Itulah sebabnya, dia mangalami kecemasan kastrasi.
Perbedaan alat kelamin perempuan dengan laki-laki, teelebih karena perempuan tidak memiliki penis, menurut Freud menimbulkan inferioritas perempuan, yang diistilahkann sebagai kecemburuan anak perempuan akan penis (penis envy) (Tong, 2006: 196). Para feminis, seperti Betty Freidan menolak teori Freud tersebut dan berargumen bahwa posisi serta ketidakberdayaan sosial perempuan terhadap laki-laki kecil hubungannya dengan biologi perempuan, tetapi sangat berhubungan dengan konstruksi sosial atas feminisme (Tong, 2006: 196).
Menurut Freidan (via Tong, 2006:196) gagasan Freud dibentuk oleh kebudayaanya yang digambarkan sebagai “Victorian” (pengaruh budaya Inggris yang hidup pada era Ratu Victoria, 1837–1910). Kritik Freidan terhadap teori Freud juga didukung oleh Firestone dan Millet (Tong, 2006: 198). Menurut Firestone, bahwa pasivitas seksual perempuan bukanlah suatu hal yang alamiah, melainkan semata-mata karena hasil sosial dari kebergantungan fisik, ekonomi, emosional perempuan pada laki-laki. Oleh karena itu, untuk mengakhiri opresi terhadap perempuan dan anak-anak, Firestone (via Tong, 2006: 198) menganjurkan agar manusia seharusnya menghapuskan keluarga inti, dan bersamaan dengan itu juga menghapuskan tabu inses yang merupakan akar penyebab kompleks oedipus. Sementara itu, Millet (via Tong, 2006: 198) menganggap bahwa konsep kecemburuan terhadap penis merupakan contoh transparan dari egoisme laki-laki.
Menurut Freidan (via Tong, 2006:196) gagasan Freud dibentuk oleh kebudayaanya yang digambarkan sebagai “Victorian” (pengaruh budaya Inggris yang hidup pada era Ratu Victoria, 1837–1910). Kritik Freidan terhadap teori Freud juga didukung oleh Firestone dan Millet (Tong, 2006: 198). Menurut Firestone, bahwa pasivitas seksual perempuan bukanlah suatu hal yang alamiah, melainkan semata-mata karena hasil sosial dari kebergantungan fisik, ekonomi, emosional perempuan pada laki-laki. Oleh karena itu, untuk mengakhiri opresi terhadap perempuan dan anak-anak, Firestone (via Tong, 2006: 198) menganjurkan agar manusia seharusnya menghapuskan keluarga inti, dan bersamaan dengan itu juga menghapuskan tabu inses yang merupakan akar penyebab kompleks oedipus. Sementara itu, Millet (via Tong, 2006: 198) menganggap bahwa konsep kecemburuan terhadap penis merupakan contoh transparan dari egoisme laki-laki.
Kritik Freidan, Firestone, dan Millet terhadap teori Freud tersebut juga didukung oleh para feminis psikoanalisis berikutnya, seperti Alfred Adler, Karen Horney, dan Clara Thompson, yang menyakini bahwa identitas gender, perilaku gender, serta orientasi seksual perempuan (dan laki-laki) bukanlah hasil dari fakta biologis, tetapi merupakan hasil dari nilai-nilai sosial dalam struktur patriarki. Oleh karena itu, perempuan seharusnya melawan hal tersebut (Tong, 2006:197–200). Melalui kritik sastra feminis psikoanalisis diselidiki hasrat, identitas gender, dan konstruksi linguistik feminis untuk mendekonstruksi heirarki gender dalam sastra dan masyarakat (Humm, 1986: 71).
Kritik sastra feminis marxis meneliti tokoh-tokoh perempuan dari sudut pandang sosialis, yaitu kelas-kelas masyarakat. Pengritik mencoba mengungkapkan bahwa kaum perempuan yang menjadi tokoh dalam karya sastra merupakan kelas masyarakat yang tertindas (Humm, 1986: 72). Dengan menggunakan dasar teori marxis dan ideolgi kelas Karl Marx, kritik sastra feminis Marxis akan mengidentifikasi kelasisme sebagai penyebab opresi (penindasan) terhadap perempuan. Dalam hal ini penindasan terhadap perempuan tersebut bukanlah hasil tindakan sengaja dari satu individu, melainkan produk dari struktur politik, sosial, dan ekonomi tempat individu itu hidup.
Pembagian kerja berdasarkan gender yang menempatkan perempuan dalam ranah domestik, sementara laki-laki dalam ranah publik jelas menimbulkan kesenjangan kelas karena sebagai pekerja di ranah publik, laki-laki akan menguasai wilayah prodiksi. Secara ekonomi, laki-lakilah yang menghasilkan materi, sementara perempuan, walaupun mengeluarkan tenaga dan menggunakan hampir seliruh waktunya untuk bekerja di rumah dia tidak mendapatkan penghasilan. Bahkan, secara ekomoni perempuan sebagai ibu rumah tangga tergantung kepada laki-laki. Perempuan tidak menguasai materi (kepemilikan benda maupun uang) karena sebagai ibu rumah tangga dia tidak mendapatkan penghasilan. Oleh karena itu, dia harus tunduk dan patuh kepada suaminya. Hal inilah yang memungkinkan perempuan tertindas.
Kritik feminis hitam (black feminis criticsm) dan lesbian, dengan tokoh antara lain Barbara Smith, Elly Bulkin, dan Barbara Greir. Kritik feminis hitam dan lesbian mencoba memberikan perhatian kepada perempuan kulit hitam dan kaum lesbian yang selama ini dimarginalkan, terutama dalam hubungannya dengan perempuan dan laki-laki kulit putih dan kaum heteroseksual. Kritik feminis ini memberikan perhatian kepada keberadaan para perempuan kulit hitam dan kaum lesbian yang menjadi tokoh-tokoh dalam karya sastra yang selama ini menjadi korban penindasan kaum laki-laki maupun perempuan, khususnya kulit putih (Humm, 1986: 73).
Rabu, 03 Mei 2017
MAKALAH PEMBINAAN DAN PENGEMBANGAN BAHASA INDONESIA
PERISTILAHAN
DALAM BAHASA INDONESIA
DI
SUSUN
O
L
E
H
Nasgito Candra
10533 6812 11
JURUSAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
2015
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Sejalan
dengan berkembangnya zaman perkembangan bahasa pun juga ikut berkembang dan
mengalami banyak perubahan. Seperti peristilahan yang merupakan hal
penting dalam sebuah bahasa.
Dalam
Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI, 2008), istilah bermakna : kata atau
gabungan kata yang dengan cermat mengungkapkan makna konsep, proses, keadaan,
atau sifat yang khas dalam bidang tertentu.
Di
samping kata istilah, ada pula kata turunan istiah yang lain, yaitu peristilahan yang bermakna perihal istilah dan semantik
peristilahan yang intinya hampir mirip dimana semantik juga membahas mengenai
makna atau arti sebuah kata.
Atas dasar itu tidak heran beberapa tahun terakhir ini di
Indonesia muncul berbagai kata
yang
memiliki banyak makna baru, meski demikian makna yang melekat terlebih dahulu
tidak serta merta hilang begitu saja. Perubahan makna suatu kata yang terjadi
terkadang hampir tidak disadari oleh pengguna bahasa itu sendiri. Untuk itu
perlu kita mengetahui dan memahami ilmu kebahasaan secara utuh.
B.
Rumusan Masalah
1.
Apakah yang dimaksud dengan istilah dan tata istilah?
2.
Bagaimana proses pembentukan istilah?
3.
Apakah yang dimaksud dengan aspek semantik?
4.
Apa saja yang ada di dalam aspek semantik peristilahan?
C.
Tujuan
1.
Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan
istilah dan tata istilah.
2.
Untuk mengetahui bagaimana proses
pembentukan istilah.
3.
mengetahui apa
yang dimaksud aspek semantik.
4.
mengetahui apa saja
yang ada dalam aspek semantik peristilahan.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Istilah dan Tata Istilah
Istilah
adalah kata atau gabungan kata yang dipakai sebagai nama atau lambang yang
dengan cermat mengungkapkan makna konsep, proses keadaan, atau sifat yang khas
dalam bidang ilmu pengetahuan, teknologi, dan atau seni. Tata istilah
(terminologi) adalah perangkat asas dan ketentuan pembentukan istilah serta
kumpulan istilah yang dihasilkannya. Istilah dikelompokan menjadi dua, yaitu :
1. Istilah Umum
Istilah umum adalah istilah yang
berasal dari bidang tertentu yang karena dipakai secara luas, menjadi unsur
kosakata umum.
2. Istilah Khusus
Istilah khusus adalah istilah yang
maknanya terbatas pada bidang tertentu saja.
Istilah memiliki makna yang tepat
dan cermat serta digunakan hanya untuk satu bidang tertentu, sedangkan nama
masih bersifat umum karena digunakan tidak lebih dan tidak dalam bidang
tertentu. Umpamanya kata telinga dan kupingsebagai
nama dianggap bersinonim, tampak dari kenyataan orang bisa mengatakan “kuping saya
sakit” yang sama saja dengan “telinga saya sakit” tetapi dalam
bidang kedokteran telinga dan kuping digunakan
sebagai acuan yang berbeda;telinga adalah alat pendengaran bagian
dalam sedangkan kuping adalah alat pendengaran bagian luar.
Demikian juga dengan kata lengan dan tangan,
keduanya bersinonim. Orang bisa mengatakan “dia jatuh, lengannya
patah” atau “dia jatuh,tangannya patah” dengan acuan yang sama.
Sedangkan dalam bidang kedokteran keduanya berbeda, lengan adalah
anggota tubuh dari bahu sampai pergelangan, dan tangan adalah
dari pergelangan sampai ke jari-jari. Di bawah ini akan dibahas mengenai proses
pembentukan istilah, berdasarkan enam poin penting.
B.
Proses Pembentukan Istilah
1.
Konsep Ilmu Pengetahuan dan
Peristilahannya
Upaya cendikiaan ilmuwan (scientist)
dan pandit (scholar) telah dan akan terus menghasilkan konsep ilmiah,
yang pengungkapannya dituangkan dalam perangkat peristilahan. Konsep ilmiah
yang sudah dihasilkan ilmuwan dan pandit Indonesia dengan sendirinya mempunyai
istilah yang mapan. Akan tetapi, sebagian besar konsep ilmu pengetahuan modern
yang dipelajari, digunakan, dan dikembangkan oleh pelaku ilmu pengetahuan dan
teknologi di Indonesia datang dari luar negeri dan sudah dilambangkan dengan
istilah bahasa asing. Di samping itu, ada kemungkinan bahwa kegiatan ilmuwan
dan pandit Indonesia akan mencetuskan konsep ilmu pengetahuan, teknologi, dan
seni yang sama sekali baru sehingga akan diperlukan penciptaan istilah baru.
2.
Bahan Baku Istilah Indonesia
Tidak ada satu bahasa pun yang sudah
memiliki kosakata yang lengkap dan tidak memerlukan ungkapan untuk gagasan,
temuan, atau rekacipta yang baru. Bahasa Inggris yang kini dianggap bahasa
Internasional utama, misalnya, pernah menyerap kata dan ungkapan dari bahasa
Yunani, Latin dan lain-lain, yang jumlahnya tiga perlima dari seluruh
kosakatanya. Sejalan dengan itu, bahan istilah Indonesia diambil dari tiga
golongan bahasa yang penting yaitu (1) bahasa Indonesia, termasuk unsur
serapannya, dan bahasa Melayu (2) bahasa Nusantara yang serumpun, termasuk
bahasa Jawa Kuno, dan (3) bahasa asing, seperti bahasa Inggris dan bahasa Arab.
3.
Pemantapan Istilah Nusantara
Istilah yang mengungkapkan konsep
hasil galian ilmuwan dan pandit Indonesia, seperti Bhineka Tunggal Ika, batik,
banjar, sawer, gunungan, dan pamor, telah lama diterima secara luas sehingga
dapat dimantapkan dan hasilnya dikodifikasi.
4.
Pemadanan Istilah
Pemadanan istilah asing ke dalam
bahasa Indonesia, dan jika perlu ke salah satu bahasa serumpun, dilakukan lewat
penerjemahan, penyerapan, atau gabungan penerjemahan dan penyerapan. Demi
keseragaman, sumber rujukan yang diutamakan ialah istilah Inggris yang
pemakaiannya bersifat internasional karena sudah dilazimkan oleh para ahli
dalam bidangnya.
Penerjemahan dapat dibedakan menjadi
dua yaitu, penerjemahan langsung dan penerjemahan dengan perekaan. Penerjemahan
istilah asing secara langsung memiliki beberapa keuntungan. Selain memperkaya
kosakata Indonesia dengan sinonim, istilah terjemahan juga meningkatkan daya
ungkap bahasa Indonesia. Dalam pembentukan istilah lewat penerjemahan perlu
diperhatikan pedoman berikut :
a.
Penerjemahan tidak harus berasas satu kata diterjemahkan
dengan satu kata. Contoh, psychologist dalam bahasa Indonesia
berarti ‘ahli psikologi’.
b.
Istilah asing dalam bentuk positif diterjemahkan ke dalam
istilah Indonesia bentuk positif, demikian sebaliknya. Contoh, inorganik dalam
bahasa Indonesia berarti ‘takorganik’.
c.
Kelas kata istilah asing dalam penerjemahan sedapat-dapatnya
dipertahankan pada istilah terjemahannya. Contoh,merger (nomina)
dalam bahasa Indonesia berarti ‘gabung usaha’ (nomina).
d.
Dalam penerjemahan istilah asing dengan bentuk plural,
penerjemahannya ditanggalkan pada istilah Indonesia. Contoh, master of
ceremonies dalam bahasa Indonesia berarti ‘pengatur acara’.
Adakalanya upaya pemadanan istilah asing
perlu dilakukan dengan menciptakan istilah baru. Istilah factoring,
misalnya, sulit diterjemahkan atau diserap secara utuh. Dalam khazanah kosakata
bahasa Indonesia/Melayu terdapat bentuk anjak dan piutang yang
menggambarkan pengalihan hak menagih utang. Lalu, direka istilah anjak
piutangsebagai padanan istilah factoring. Begitu pula
pemadanan catering menjadi jasa boga dan invention menjadirekacipta diperoleh
lewat perekaan.
Penyerapan istilah asing untuk
menjadi istilah Indonesia dilakukan berdasarkan hal-hal berikut:
a.
Istilah asing yang akan diserap meningkatkan ketersalinan
bahasa asing dan bahasa Indonesia secara timbal balik mengingat keperluan masa
depan.
b.
Istilah asing yang akan diserap mempermudah pemahaman teks
asing oleh pembaca Indonesia karena dikenal lebih dahulu.
c.
Istilah asing yang akan diserap lebih ringkas jika
dibandingkan dengan terjemahan Indonesianya.
d.
Istilah asing yang akan diserap mempermudah kesepakatan
antarpakar jika padanan terjemahannya terlalu banyak sinonimnya.
e.
Istilah asing yang akan diserap lebih cocok dan tepat karena
tidak mengandung konotasi buruk.
5.
Perekaciptaan Istilah
Kegiatan ilmuwan, budayawan, dan
seniman yang bergerak di baris terdepan ilmu, teknologi, dan seni dapat
mencetuskan konsep yang belum ada selama ini. Istilah baru untuk mengungkapkan
konsep itu dapat direkacipta sesuai dengan lingkungan dan corak bidang
kegiatannya. Misalnya, rekacipta istilah fondasi cakar ayam, tebang
pilih, plasma inti rakyat telah masuk dalam khazanah peristilahan.
6.
Pembakuan dan Kodifikasi Istilah
Istilah yang diseleksi lewat
pemantapan, penerjemahan, penyerapan, dan perekaciptaan dibakukan lewat
kodifikasi yang mengusahakan keteraturan bentuk sesuai kaidah dan adat
pemakaian bahasa. Kodifikasi itu tercapai dengan tersusunnya sistem ejaan, buku
tata bahasa, dan kamus yang merekam dan menetapkan bentuk bakunya.
C.
Pengertian Aspek Semantik
Kata
semantik sebenarnya merupakan istilah yang mengacu pada studi tentang makna.
Semantik dalam bahasa indonesia berasal dari bahasa Yunani “sema” (kata banda)
yang berarti ‘tanda’ atau ‘lambang’. Kata kerjanya adalah “semaino” yang
berarti “menandai” atau “melambangkan”. Yang dimaksud tanda atau lambang disini
adalah tanda-tanda linguistik (perancis : signe linguistique).
Menurut
Ferdinan De Sausure (1966), tanda linguistik terdiri dari :
1.
Komponen yang menggantikan, yang berwujud bunyi bahasa
2.
Komponen yang diartijkan atau makna dari komponen pertama
Kedua komponen ini adalah tanda atau
lambang dan sedangkan yang ditandai atau dilambangkan adalah sesuatu yang
berada diluar bahasa, atau yang lazim disebut sebagai referen/acuan/hal yang
ditunjuk.
Jadi ilmu semantik adalah Ilmu yang mempelajari hubungan
antara tanda-tanda linguistik dengan hal-hal yang ditandainya.
Definisi semantik menurut para ahli :
1. J.M.W Verhaar ; 1981 : 9
Mengemukakan bahwa semantik berarti teori makna atau teori arti, yakni cabang
sistematik bahasa yang menyelidiki makna atau arti.
2. Lehrer ; 1974 : 1 Semantik adalah
studi tengtang makna. Bagi Lehrer semantik merupakan bidang kajian yang sangat
luas, karena turut menyinggung aspek-aspek struktur dan fungsi bahasa sehingga
dapat dihubungkan dengan psikologi, filsafat dan antropologi.
3. Abdul Chaer: semantik adalah ilmu
tentang makna atau tentang arti, yaitu salah satu dari 3 (tiga) tataran
analisis bahasa (fonologi, gramatikal dan semantik).
Pengertian aspek semantik itu
sendiri adalah ilmu yang mempelajari tentang makna.
D.
Aspek Semantik Pengistilahan
Pengistilahan
dalam aspek semantik dibedakan atas tujuh bagian yaitu: pemberian makna baru,
istilah sinonim, istilah homonim, istilah polisemi, istilah hiponim, istilah
taksonom, istilah meronim. Di bawah ini akan dibahas ketujuh pengistilahan
berdasarkan aspek semantik.
1.
Pemberian Makna Baru
Istilah baru dapat dibentuk lewat penyempitan
dan peluasan makna kata yang lazim dan yang tidak lazim. Artinya, kata itu
dikurangi atau ditambah jangkauan maknanya sehingga penerapannya menjadi lebih
sempit atau lebih luas. Sebagai contoh kata gaya yang
mempunyai makna ‘kekuatan’ dipersempit maknanya menjadi ‘dorongan atau tarikan
yang akan menggerakkan benda bebas (tidak terikat)’ dan menjadi istilah baru
untuk padanan istilah Inggrisforce. Kata canggih yang
semula bermakna ‘banyak cakap, bawel, cerewet’ diperluas maknanya untuk dipakai
dibidang teknik, yang berarti ‘kehilangan kesederhanaan asli (seperti sangat
rumit, ruwet, atau terkembang)’.
2.
Istilah Sinonim
Dua istilah atau lebih yang maknanya
sama atau mirip, tetapi bentuknya berlainan, disebut sinonim. Penggunaan
sinonim dapat dibedakan atas beberapa aturan yang telah ditetapkan, seperti:
istilah sinonim yang menyalahi asas penamaan dan pengistilahan, sinonim asing
yang benar-benar sama diterjemahkan dengan satu istilah Indonesia, sinonim
asing yang hampir bersamaan sedapat-dapatnya diterjemahkan dengan istilah yang
berlainan, dan lain sebagainya. Sebagai contoh, kata average yang
bersinonim dengan kata ‘rata-rata’, kata tenaga yang mempunyai
makna ‘kekuatan untuk menggerakkan sesuatu’ dipersempit maknanya untuk
dijadikan istilah baru sebagai padanan istilah energi dan kata daya menjadi
padanan istilah power, dan lain-lain.
3.
Istilah Homonim
Istilah homonim berupa dua istilah
atau lebih, yang sama ejaan dan lafalnya, tetapi maknanya berbeda karena
asalnya berlainan misalnya bisa yang berarti ‘bisa ular’
dengan bisa yang berarti ‘dapat’. Istilah homonim dapat
dibedakan menjadi homograf dan homofon. Istilah homograf ialah istilah yang
sama ejaannya, tetapi berbeda lafalnya. Contoh kata kata apel yang
berarti ‘buah’ dengan apel yang berarti ‘upacara’. Sedangkan
homofon ialah istilah yang sama lafalnya, tetapi berbeda ejaannya. Contoh kata
‘bank’ dengan kata ‘bang’, kata ‘sanksi’ dengan kata ‘sangsi’ dan kata ‘massa’
dengan ‘masa’.
4.
Istilah Polisem
Istilah polisem ialah bentuk yang
memiliki makna ganda yang bertalian. Contoh, kata datuk yang
berarti ‘nenek laki-laki, gelar kehormatan, penghulu adat, jin atau penunggu’.
Bentuk asing yang sifatnya polisemi diterjemahkan sesuai dengan arti dalam
konteksnya.
5.
Istilah Hiponim
Istilah hiponim ialah bentuk yang
maknanya terangkum dalam hiponim, atau superordinatnya, yang mempunyai makna
yang lebih luas. Sebagai contoh, kata mawar, melati, cempaka, misalnya,
masing-masing disebut hiponim terhadap kata bunga yang menjadi hiponim atau
superordinatnya.
6.
Istilah Taksonim
Istilah taksonim ialah hiponim dalam
sistem klasifikasi konsep bawahan dan konsep atasan yang bertingkat-tingkat.
Kumpulan taksonim membangun taksonim sebagaimana takson membangun taksonomi.
Misalnya hubungan makhluk dengan bakteri, hewan, tumbuhan.
7.
Istilah Meronim
Istilah meronim ialah istilah yang
maujud (entity) yang ditunjuknya merupakan bagian dari wujud lain yang
menyeluruh. Istilah yang menyeluruh itu disebut holonim. Misalnya kata tubuh
mupi makna kata bagian makna keseluruhan yang mencakupi makna kata bagiannya
yaitu tangan, kaki, kepala, leher, dada, lengan, dan tungkai.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Dari pembahasan dapat
disimpulkan bahwa istilah dibentuk melalui enam poin penting, yaitu :
1. Konsep Ilmu Pengetahuan dan
Peristilahannya
2. Bahan Baku Istilah Indonesia
3. Pemantapan Istilah Nusantara
4. Pemadanan Istilah
5. Perekaciptaan Istilah
6. Pembakuan dan Kodifikasi Istilah
Pengistilahan
dalam aspek semantik dibedakan atas tujuh bagian yaitu: pemberian makna baru, istilah
sinonim, istilah homonim, istilah polisemi, istilah hiponim, istilah taksonom,
istilah meronim.
B.
Saran
Setiap warga negara Indonesia
seharusnya lebih memperdalam pemahaman mengenai istilah-istilah dalam bahasa
Indonesia dan proses pembentukkannya.
DAFTAR PUSTAKA
Pedoman Umum Pembentukan Istilah
Edisi Ketiga/Panitia Pengembangan Bahasa
Indonesia,
Departemen Pendidikan Nasional, Cetakan ke-6. Jakarta: Pusat
Bahasa,
2009.
Doyin, Mukh dan Wagiran. 2012. Bahasa
Indonesia Pengantar Penulisan Karya
Ilmiah. Universitas Negeri Semarang:
Pusat Pengembangan MKU/MKDK-LP3.
Samsuri. 1978. “ ANALISA
BAHASA memahami bahasa secara ilmiah.” Jakarta:
Erlangga.
Langganan:
Postingan (Atom)
PENGARUH REKRUTMEN, SELEKSI DAN PENEMPATAN KERJA TERHADAP KINERJA TENAGA KEPENDIDIKAN (TENDIK) NON-PNS
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manajemen sumber daya manusia merupakan satu bidang manajemen yang khusus mempelajari hubunga...
-
Tugas. V UNSUR INTRINSIK DAN EKSTRINSIK NOVEL SAYAP-SAYAP PATAH 1. Unsur Intrinsik a. Tema : adalah duka dibalik...
-
Nama : Nasgito Candra Nim : 10533 6812 11 Kelas : IV.D Sinopsis Novel Sayap-sayap Patah Karya: Khalil Gibran a. Si...
-
RESENSI BUKU RITUS MODERNISASI (ASPEK SOSIAL DAN SIMBOLIK TEATER RAKYAT INDONESIA) OLEH NASGITO CANDRA 105330681211 ...